Leblouh, Tradisi Penggemukan Paksa Wanita demi Mendapat Jodoh

Generasi Milenial
Generasi Milenial
Konten dari Pengguna
16 Oktober 2021 10:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Generasi Milenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi wanita Mauritania  Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi wanita Mauritania Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sejatinya, tidak ada standar kecantikan yang baku di dunia ini. Setiap orang boleh punya referensi sendiri tentang definisi cantik. Pandangan tersebut biasanya bergantung pada latar belakang pendidikan, profesi, sampai budaya di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Seperti yang terjadi di Mauritania. Negara di Afrika Barat tersebut punya stigma cantik yang bisa dibilang cukup anti-mainstream. Wanita dengan tubuh gemuk sampai obesitas justru menjadi idaman para pria. Di negara tersebut, terdapat pepatah "kemuliaan seorang pria diukur oleh kegemukan wanita,".
Pandangan tersebut berawal dari tradisi Leblouh. Dalam tradisi tersebut, sejak kecil wanita dipaksa untuk makan banyak hingga jadi gemuk. Manusia normalnya membutuhkan 2.000-2.500 kalori dalam sehari. Namun, dalam tradisi ini wanita dipaksa mengkonsumsi 16.000 kalori dalam sehari.
Masyarakat Mauritania beranggapan bahwa wanita dengan tubuh gemuk lebih enak dipandang, cantik, kaya, dan mudah diterima secara sosial. Sebaliknya, wanita ramping dan kurus dianggap mempermalukan keluarga. Itulah sebabnya menikahi wanita gemuk menjadi impian para pria di negara ini.
ADVERTISEMENT
Jika para gadis melanggar tradisi tersebut, mereka akan mendapatkan hukuman. Salah satu hukumannya adalah mengikat jari kaki mereka di sebuah tongkat dan ditekan kuat sampai mereka kesakitan.
Dikutip dari kumparanTRAVEL, seorang ahli statistik di Mauritania bernama May Mint Haidy mengaku bahwa saat kecil ia pernah dipaksa menjadi gemuk oleh orang tuanya.
Haidy menjelaskan sebuah survei yang membuktikan bahwa wanita berusia 15-49 tahun dipaksa terus untuk menambah berat badan. Bahkan, 70 persen di antaranya tidak pernah menyesal dengan hal itu. Dari hasil survei tersebut, ia membentuk organisasi non-pemerintahan untuk mengkampanyekan bahaya obesitas.
Melalui kampanye tersebut, Haidy berharap wanita Mauritania mengubah pandangan mereka soal kecantikan. Selain itu, ia berharap masyarakat Mauritania pada umumnya lebih sadar terhadap bahay obesitas. (mit)
ADVERTISEMENT