Konten dari Pengguna

Terkenal Ngeri di Jepang, Apa Itu Yakuza?

Generasi Milenial
Generasi Milenial
30 Agustus 2022 9:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Generasi Milenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Yakuza. Foto: Behrouz Mehri/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Yakuza. Foto: Behrouz Mehri/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Budaya Jepang, baik populer maupun tradisional, kian mendunia. Bila budaya tersebut adalah sisi terang Negeri Sakura, tentu terdapat pula sisi gelap yang salah satunya adalah Yakuza.
ADVERTISEMENT
Buat yang mengikuti budaya Jepang, tentu sudah tidak asing lagi dengan Yakuza. Istilah tersebut kerap kali muncul di berbagai media hiburan, baik film, anime, dan bahkan video game.
Meski merupakan salah satu yang paling terkenal di dunia gelap Jepang, masih banyak ternyata yang belum tahu dan bertanya mengenai apa itu Yakuza.
Mengenai asal kata Yakuza, diketahui dari pelafalan angka “893” (yattsu, kyu, san) yang notabene istilah pada permainan kartu Oicho-Kabu.
Umumnya Oicho-Kabu itu dimainkan dengan setumpuk hanafuda alias kartu bunga, bisa juga pakai bridge tanpa raja, ratu, dan jack, lalu kartu as dianggap 1. Angka 8, 9, dan 3 merupakan yang terburuk, dijumlahkan menjadi 20 yang berarti nol poin.
Nah, dari sanalah, Yakuza yang berasal dari 8-9-3 alias tak punya poin, berkembang jadi orang tidak berguna atau penjudi.
ADVERTISEMENT

Sejarah Yakuza

Yakuza (Foto: FRED DUFOUR / AFP)
Mengutip CNN Internasional, Yakuza sendiri merupakan istilah yang umum digunakan kelompok atau sindikat kejahatan yang terorganisasi di Jepang. Dikenal juga sebagai mafia negara, Yakuza dulunya merupakan federasi penjudi dan pedagang jalanan.
Adapun menurut penulis, sutradara, sekaligus pengamat, Kazuhiko Murakami, kelompok Yakuza tertua kemungkinan adalah Aizukotetsu-kai di Kyoto, yakni berdiri pada tahun 1870-an.
Lengkapnya, mengutip dari YOAIR, Yakuza pertama kali muncul pada zaman Edo, di mana kelompok pedagang masih dianggap sebagai bagian dari strata sosial kelas terbawah di Jepang.
Kelompok sosial itu kemudian membentuk organisasi yang bergerak dalam bidang administrasi berkaitan dengan perdagangan, pembagian alokasi kios, dan perlindungan bisnis milik kelompok pedagang.
Yakuza. (Foto: AFP/Fred Dufour)
Tekiya, sebutan kelompok sosial pedagang, membuka kios selama festival Shinto. Para anggotanya pun dipekerjakan sebagai keamanan. Sebagai imbalan, para pedagang memberi upah kepada Tekiya.
ADVERTISEMENT
Organisasi Tekiya sendiri bisa dibilang sangat terstruktur dan hierarkis. Oyabun merupakan sebutan untuk pemimpin, sementara anggota dipanggil kobun. Hierarkinya mirip dengan silsilah keluarga Jepang. Oyabun dianggap sebagai ayah, sedangkan kobun berarti anak.
Pada zaman Edo, Tekiya bahkan secara resmi diakui pemerintah. Kala itu, dalam kelompok, oyabun ditunjuk jadi pengawas. Mereka diberi status yang di strata sosial nyaris setara samurai, sehingga Oyabun diizinkan punya nama keluarga dan dua pedang.
Yamaguchi-gumi, Yakuza (Foto: AFP PHOTO / STR)
Kemudian, Yakuza juga ada yang hadir dari kelompok penjudi alias Bakuto. Strata sosial Bakuto diketahui lebih rendah daripada Tekiya karena perjudian itu ilegal di Jepang. Mereka biasanya beroperasi di kuil-kuil terbengkalai di pinggiran kota.
Karena sudah tak terurus, kuil-kuil itu dialihfungsikan jadi rumah judi. Selain perjudian, Bakuto juga menjalankan bisnis rentenir. Biasanya, mereka dilengkapi dengan personel keamanan sendiri.
ADVERTISEMENT
Pertengahan zaman Edo, Yakuza muncul dari orang-orang yang kerap melanggar hukum. Mereka membentuk kelompok untuk memeras pelanggan di pasar, lalu juga menjual barang palsu. Peristiwa tersebut terjadi saat situasi ekonomi didominasi kelas pedagang.
Hingga kini Yakuza masih bertahan dengan menggabungkan nilai-nilai yang dipegang Bakuto dan Tekiya. Namun, beberapa kelompok Yakuza masih menyebut diri sesuai bisnis yang dijalankan, seperti misalnya, kalau dari judi, berarti mereka merasa Bakuto.

Tradisi Yakuza

Bos Yakuza yang tertangkap di Thailand (Foto: Reuters)
Tradisi unik juga dilakukan kelompok yakuza, biasa oleh para anggota. Pertama adalah sakazuki alias berbagi sake. Hubungan oyabun dan kobun jadi formal lewat berbagi sake dari satu cangkir, ritual yang sebenarnya tak hanya eksklusif yakuza.
Sakazuki, secara simbolik, meresmikan seseorang resmi jadi anggota yakuza. Upacara itu menentukan koneksi dan peringkat anggota, penerima sake dari oyabun biasanya keluarga dekat penerima pangkat kakak atau adik. Bisa dikatakan rekrutmen yakuza mirip MLM.
ADVERTISEMENT
Lalu, tradisi unik nan ngeri adalah yubitsume dan otoshimae alias potong jari tangan. Pemotongan jari dilakukan sebagai permintaan maaf atau penebusan dosa. Pelanggaran pertama, maka ujung kelingking tangan dipotong.
Ilustrasi tato Yakuza. (Foto: aengaeng.com)
Asal usul potong jari dari cara memegang pedang, di mana kelingking, jari manis, dan jari tengah memegang pedang dengan erat, sedangkan telunjuk dan jempol longgar. Pas kelingking kepotong, cengkeraman akan semakin lemah.
Ada juga tradisi tato sekujur tubuh, kadang bahkan sampai di bagian privat. Disebut irezumi, tato dibuat dengan teknik hand-poked. Jadi, antar anggota, pembuatan tato tidak dengan mesin, melainkan alat menyerupai jarum dari baja atau bambu. Pastinya prosedurnya sakit.
Beberapa kesempatan anggota memamerkan tato, seperti saat main Oicho-Kabu. Sedangkan depan umum, biasanya Yakuza menyembunyikan tato dengan kemeja berleher tinggi dan lengan panjang. Kala baru bergabung, anggota baru kerap disuruh buka celana. (bob)
ADVERTISEMENT