Konten dari Pengguna

Komitmen Bersama untuk Demokrasi

Gennta Rahmad Putra
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Andalas
9 Oktober 2023 19:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gennta Rahmad Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bendera Merah Putih. Foto: Unspalsh
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bendera Merah Putih. Foto: Unspalsh
ADVERTISEMENT
Sejak awal berdirinya Republik Indonesia sampai sekarang demokrasi telah menjadi komitmen bersama seluruh rakyat. Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945 telah menyepakati bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
ADVERTISEMENT
Maka, konsekuensi dari itu dalam hal penyelenggaraan negara harus melibatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi. Musyawarah mufakat yang sudah mendarah-daging dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh segenap rakyat Indonesia. Oleh karenanya demokrasi sudah menjadi hal mendasar bagi seluruh kehidupan masyarakat di Indonesia.
Komitmen dalam berdemokrasi juga tercermin dalam setiap pengambilan keputusan dan pemilihan pejabat negara. Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang dilakukan lima tahun sekali adalah bukti nyata dari terselenggaranya demokrasi di Indonesia.
Akan tetapi, melihat demokrasi tidak semudah yang dibayangkan. Demokrasi bukan hanya perihal coblos mencoblos pemimpin atau wakil rakyat. Demokrasi lebih dari itu. Demokrasi melibatkan seluruh aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, perkembangan mengenai kondisi demokrasi di Indonesia saat ini mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
Penurunan yang terjadi dalam demokrasi Indonesia saat ini bergerak dari keadaan stagnansi ke regresi. Lewat bunga rampai yang diedit oleh Thomas Power dan Eve Warburton, "Demokrasi di Indonesia: Dari Stagnansi ke Regresi?" (2021, edisi Bahasa Indonesia) menjadi bukti bahwa demokrasi Indonesia mengalami penurunan.
Kondisi ini juga diperjelas berdasarkan data yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) mengenai Indeks Demokrasi Dunia. Hasilnya cukup mengecewakan, dari 165 negara Indonesia menduduki posisi ke-52 dengan skor 6,71. EIU juga mengelompokkan Indonesia sebagai negara dengan demokrasi yang catat (flawed democracy).
Kondisi tersebut terjadi bukan tanpa alasan yang jelas. Dewasa ini realita yang terjadi dalam perpolitikan Indonesia syarat akan kepentingan elitis. Sebagai contoh, terjadinya isu pelemahan KPK, kriminalisasi yang terjadi terhadap aktivis dan fenomena polarisasi politik di Indonesia yang semakin menguat.
ADVERTISEMENT
Polarisasi politik yang juga diwarnai oleh politik identitas berbasis agama dan populisme juga ikut menyumbang penurunan kualitas demokrasi tersebut. Sehingga yang awalnya demokrasi menjadi komitmen dan kebutuhan semua pihak tanpa kecuali, menjadi kuasa sekelompok orang yang memiliki kepentingan.
Belum lama ini tepatnya pada penutupan Masa Persidangan 1 DPR pada selasa (3/10/2023) yang disahkannya dua RUU menjadi UU yakni UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) syarat akan kepentingan politis.
Mengingat pemilu 2024 akan segera berlangsung, makan kian tampak sejumlah peraturan yang disahkan bernuansa elitis. Jika dilihat dari disahkannya RUU ini menjadi UU dengan batas waktu yang singkat sudah jelas minimnya pelibatan partisipasi publik.
ADVERTISEMENT
Kembali lagi ke topik di atas, apakah hal demikian sudah menjadi pelanggaran atas komitmen bersama untuk demokrasi? Lantas, apa yang sesungguhnya bisa dilakukan untuk mengatasi hal demikian.

Komitmen Elite

Ilustrasi Partai Peserta Pemilu Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Sebagai elite politik yang baik dan berniat untuk memberikan perubahan yang nyata bagi kesejahteraan rakyat seharusnya lebih berkomitmen dalam menjaga demokrasi. Elite politik sebagai kelompok yang akan bersaing dalam pemilu yang akan datang harus memberikan bukti nyata kepada pemilih dengan program-program yang akan mereka jalankan.
Kepentingan bersama seluruh masyarakat sangat dibutuhkan ketimbang kepentingan segelintir kelompok. Melihat kepada posisi elite sebagai kelompok yang ada di atas dan publik yang ada di bawah juga harus menjadi perhatian. Perhatian yang dimaksud adalah tingkah laku elite yang dipertontonkan di hadapan publik.
ADVERTISEMENT
Setiap tingkah laku yang elite perlihatkan ke hadapan public akan menjadi perhatian bagi publik kebanyakan. Alangkah lebih baik setiap tingkah laku dan perkataan yang dikeluarkan oleh elite politik berisi muatan yang mencerdaskan dan tidak sebaliknya.
Hal ini sejalan dengan polarisasi yang terjadi di tengah masyarakat. Mirisnya ketika elite mengeluarkan sebuah statement yang berdampak kepada pembelahan keyakinan di tengah masyarakat.
Masyarakat terjebak dalam pro dan kontra, sehingga hal ini tidak jarang menimbulkan ketegangan. Apalagi isu tersebut menyangkut mayoritas-minoritas dengan balutan SARA. Persoalan ini akan menjadi parah di tengah kehidupan masyarakat.
Elite politik harus terus berupaya memberikan contoh kedewasaan dalam berpolitik dan komitmen terhadap demokrasi. Bukan sebaliknya, hanya menjadikan politik sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan dan demokrasi sebagai prosedur saja.
ADVERTISEMENT
Elite yang memiliki kualitas yang baik juga akan melahirkan pemilih yang baik. Sehingga hubungan timbal balik demikian yang seharusnya menjadi syarat dalam menjaga komitmen berdemokrasi.

Komitmen Bersama

Ilustrasi mencoblos saat pemilu. Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin
Demokrasi sebagai komitmen bersama bukan hanya menjadi kewajiban elite atau penguasa saja. Melainkan seluruh pihak yang ada di negara ini. Mulai dari rakyat Indonesia secara keseluruhan, pemerintah dan wakil rakyat serta Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu harus memiliki komitmen yang tegas.
Jadikan pemilu 2024 nanti sebagai ajang dalam perbaikan kualitas demokrasi. Bukan hanya dilihat dari segi procedural seperti pelaksanaan dan partisipasi saja, melainkan kualitas dari penyelenggaraan secara keseluruhannya.
Pemilu yang berkualitas akan menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang berkualitas juga, begitupun sebaliknya. Komitmen bersama ini mengacu kepada pelibatan seluruh pihak dalam proses pemilu.
ADVERTISEMENT
Partai politik sebagai peserta pemilu sadar akan fungsinya, KPU sebagai penyelenggara juga sadar akan tupoksinya, serta rakyat sebagai pemilih juga sadar akan haknya. Menghasilkan pemilu yang berkualitas bukanlah hal yang gampang.
Diperlukan kerja keras dan kerja tuntas dari seluruh pihak. Mengedepankan sosialisasi politik dan pendidikan politik kepada rakyat sebagai pemilih menjadi sebuah hal yang menentukan.
Lewat sosialisasi dan pendidikan politik pemilih sadar akan haknya sebagai pemilih yang cerdas. Sehingga hal yang tidak diinginkan seperti politik uang, polarisasi, dan mobilisasi masa dapat terhindarkan.
Untuk itu komitmen bersama menjadi kunci dari terwujudnya demokrasi yang berkualitas. Sudah saatnya momentum 2024 nanti menjadi awal perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia.
Perbaikan kualitas dari demokrasi tersebut juga akan mendatangkan manfaat ke berbagai aspek lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbaikan dalam kualitas demokrasi juga akan mendatangkan penilaian baik bagi Indonesia di mata dunia internasional.
ADVERTISEMENT