Konten dari Pengguna

Bagaimana Kebenaran Sejarah Disampaikan?

Genta Ramadhan
Mahasiswa PPG Prajabatan Gel 1 Tahun 2024.
19 Agustus 2024 10:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Genta Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pembelajaran sejarah. Sumber freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembelajaran sejarah. Sumber freepik

Kebenaran sejarah itu tidak memihak dan objektif.

ADVERTISEMENT
Manusia selalu mencari makna kehidupan atas pengalaman yang dijalaninya. Begitu menemukan makna hidup yang sebenarnya, seketika manusia menjadi tenang dan lebih berani menjalani dinamika dunia. Akan tetapi untuk mencapai tersebut manusia perlu membiasakan sikap tawakal, di samping berikhtiar dan berdoa.
ADVERTISEMENT
Bagaimana cara mengembangkan sikap tersebut? Mestika Zed, dalam Telling The Truth About History, menjawab bahwa sejarah adalah pelajaran efektif untuk memenuhi kebutuhan otak dan jiwa manusia dengan bercerita. Dengan demikian manusia tidak tersesat karena pikiran dan jiwa manusia sudah tercerahkan oleh kebijaksanaan ilmu tersebut.

Membaca Realitas di Lingkungan Sekitar

Semua orang pasti meyakini bahwa sejarah merupakan mata pelajaran yang penting. Namun, perkataan tersebut tidak sinkron dengan temuan fakta di lapangan. Buktinya, pemerintah dan swasta (perusahaan) terkesan skeptis dan pelit membuka kesempatan kerja kepada mahasiswa pendidikan/ilmu sejarah untuk mengaktualisasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah. Pada sejarah menyimpan soft skill yang relevan dalam dunia kerja, seperti, bernalar kritis, keterampilan negosiasi, dan keterampilan riset. Bahkan pemerintah terkesan kurang menghargai sejarah karena sibuk mengejar pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Malangnya, pembelajaran sejarah pun menghadapi tantangan yang sulit. Berkaca dari event Clash of Champions milik Ruangguru kemarin, mahasiswa jurusan STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika) mendapat panggung untuk berkompetisi. Pesan tersiratnya adalah sejarah, salah satu cabang ilmu humaniora, makin terpinggirkan karena dinilai kurang adaptif dan tidak banyak berkontribusi pada dunia nyata.
Kebanyakan pelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah tempo dulu, terkesan kaku dan membosankan. Murid-murid SMP, SMA, dan mahasiswa perguruan tinggi merasa pelajaran sejarah bak "kaset yang sudah usang." Bahkan penulis mendengar cerita seseorang yang kuliah jurusan pendidikan/ilmu sejarah dengan blak-blakan berkata "aku memilih jurusan ini di kampus anu pada pilihan kedua dan keseribu." Apa arti semua ini?
Gampangnya akibat pembelajaran sejarah yang monoton dan gagal membangun gairah nasionalisme, guru sejarah yang menjadi kena imbasnya. Persoalan ini tidak sepenuhnya terletak guru sejarah, tetapi juga gara-gara beban administrasi guru yang membonsai daya kreativitas dan kritis guru sejarah. Pendek kata, guru tidak memiliki cukup waktu untuk membaca referensi tambahan akibat sibuk bikin RPP, silabus, dan tetek bengek lainnya yang diperkirakan mengonsumsi dua rim kertas setahun.
ADVERTISEMENT
Jadi pelajaran penting di sini adalah mahasiswa jurusan pendidikan/ilmu sejarah, alumni, dan siapa pun yang tertarik belajar sejarah untuk memberikan pencerahan kepada publik tentang kebenaran sejarah secara adil dan objektif. Jika bisa sajikan fakta sejarah yang memberi kesan mindblowing di mata publik. Kebiasaan tersebut dilakukan secara rutin agar publik terpancing untuk berpikir dan belajar.

Begini Seharusnya

"Menyambut proklamasi tanggal 17 Agustus kita bertahmid. Menyambut hari besoknya, 18 Agustus kita beristigfar karena hilangnya tujuh kata. Insya Allah umat Islam tidak akan lupa."
Muhammad Natsir.
Apa pesan penting kita dapatkan? Sederhananya adalah ada keberagaman penulisan sejarah. Mungkin yang tahu konteks perkataan tersebut lebih detail, boleh tulis di kolom komentar.
Penulisan sejarah itu tidak selalu berakhiran titik, melainkan koma. Artinya akan muncul fakta sejarah lain yang bisa saja memperkuat atau bertentangan. Mungkin kita tidak mengira alasan Jepang sengaja menyembunyikan sisi kejam dan amoral kepada masyarakatnya ketika membahas Perang Dunia II, sementara Tiongkok, Filipina, dan Indonesia selalu rutin membahas praktik tirani Negeri Matahari Terbit dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dan di universitas.
ADVERTISEMENT
Pelajaran sejarah lebih cocok diajarkan kepada metode bercerita. Seperti ibu menceritakan dongeng sebelum tidur kepada anaknya. Namun pelajaran sejarah lebih menuntut unsur profesionalisme, yaitu kepakaran pada disiplin ilmu. Melibatkan penguasaan materi dan keterampilan menyajikan narasi menjadi salah satu kunci belajar sejarah yang menyenangkan dan memuaskan bagi khalayak ramai.
Mestika Zed menguraikan jenis narasi dalam pembelajaran, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi pertama menajamkan kecakapan berpikir logis, sedangkan narasi kedua lebih menajamkan aspek kematangan mental dan moral. Kedua narasi tersebut sama-sama penting dan dapat dikombinasikan sesuai situasi dan target masyarakat.
Atau jika Anda tidak memiliki bakat untuk bercerita, Anda bisa menulis. Kunci menulis terletak pada jumlah bacaan, pemahaman literasi, dan cara membangun imajinasi. Lama-kelamaan, Anda terlatih berbicara karena sering menulis.
ADVERTISEMENT