Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fenomena Banjir Homeless Media
12 Desember 2024 15:16 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Genta Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Homeless media merupakan produk budaya dari perkembangan internet
Perkembangan internet memungkinkah munculnya budaya baru. Budaya ini berawal dari kebiasaan masyarakat modern mengonsumsi internet secara ajeg karena kepentingan komunikasi, bisnis, dan membangun citra diri (personal branding). Salah satu tren budaya di internet yang berkembang saat ini adalah kemunculan fenomena homeless media.
ADVERTISEMENT
Tempo hari, penulis menemukan video dari channel Youtube Duzzle yang membahas fenomena homeless media. Judul video tersebut adalah “Kenapa Berita ini Disukai Gen Z ?” Berdasarkan intisari video tersebut, penulis memaknai homeless media adalah media komunikasi (berupa berita) yang dikelola secara mandiri dan tidak terikat dengan Dewan Pers dan kode etik jurnalistik. Jika dimaknai secara verbatim homeless media berarti media tanpa rumah.
Mengapa Homeless Media Marak Terjadi?
Jika kita memaknai secara objektif, kemunculan homeless media merupakan produk turunan dari perkembangan internet. Seseorang bisa saja menjadi wartawan tanpa harus terikat regulasi dan kode etik ini dan itu. Caranya sungguh mudah, yaitu Anda cukup membuat akun khusus penyiar berita dan memiliki kuota internet. Selanjutnya, Anda tinggal mengemas berita tersebut dengan headline (judul internet), isi berita, dan tampilan yang memukau warganet.
ADVERTISEMENT
Penamaan homeless media biasanya mengadopsi nama daerah dan nama kekinian sesuai konten berita yang dipilih. Misalnya Ahquote, USS Feed, Folkative, dan lain-lain. Selain itu, homeless media memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh media-media yang terikat kode etik jurnalistik. Media homeless media dapat meliput berita yang terjadi di daerah lokal, yang sama sekali jarang dijangkau oleh media mainstream. Bisa dibilang media ini juga melengkapi pekerjaan jurnalis media mainstream.
Selain itu, pembuat berita dari homeless media dapat mencari angle (sudut pandang) berita yang tidak disinggung oleh media mainstream. Hasilnya berita tersebut menarik atensi sebagian warganet. Terakhir, homeless media secara berkala menyajikan informasi yang relevan dengan masalah sosial seperti kenaikan pajak, pengangguran, dan judi online.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penjelasan paragraf sebelumnya, homeless media hadir untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang kredibel. Sebenarnya jurnalis dan media mainstream sudah tersedia tetapi penanyangan berita harus melalui riset dan prosedur yang ketat. Beberapa orang menyebut homeless media sebagai citizen journalism karena berita ini mewakili kondisi masyarakat setempat. Nantinya berita tersebut diharapkan menggungah atensi pemerintah dan publik untuk mengetahui kejadian sebenarnya di lokasi tersebut secara real time.
Kelemahan Homeless Media
Selain memiliki keunggulan, homeless media memiliki beberapa kelemahan yang fatal. Kelemahan tersebut adalah masalah akurasi dan kredibilitas informasi yang disajikan. Walaupun tidak semua, tetap saja beberapa homeless media sukses mengelabui warganet, khususnya gen Z, dengan pengemasan berita yang terlihat benar dan menarik. Mengapa demikian?
ADVERTISEMENT
Laporan survei penetrasi internet dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024 mencatat tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 79,5%. Penetrasi internet adalah indikator yang menilai level adopsi teknologi digital di lingkungan masyarakat. Sementara di tinjau dari segi umur, Gen Z (kelahiran 1997-2012) menduduki posisi teratas dalam penggunaan internet sebanyak 34,4%. Otomatis, Gen Z kerap mengakses dan mengomentari berita homeless media di media sosial ketimbang generasi lainnya.
Beberapa homeless media kerap menyajikan informasi yang terlihat benar, tetapi menyesatkan. Lebih gregetnya lagi, media ini kerap menyadur berita dari media mainstream secara terus-menerus sehingga dapat menurunkan kredibilitas homeless media itu sendiri. Bahkan beberapa orang menyebut bahwa homeless media sebagai sarang ‘pendongeng andal’ dan "tukang tipu-tipu". Skenario terburuknya adalah homeless media rawan terkena masalah hukum karena tidak dilindungi dewan pers dan kerap menyajikan informasi yang meresahkan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Karena sifatnya yang independen, homeless media kerap menerima endorsement dari mana saja. Alasan logisnya adalah karena homeless media membutuhkan modal sosial dan modal operasional dalam menjalani tugasnya. Akhirnya tidak sedikit media seperti ini menjadi buzzer pemerintah atau buzzer dari kubu-kubu tertentu.
Cara Mewaspadai Homeless Media
Sekarang berpikir skeptis dan kritis menjadi modal utama dalam menyikapi fenomena banjir informasi (information overload). Fenomena ini dapat menggeser cara berpikir seseorang. Memang tidak ada jaminan bahwa informasi yang diperoleh sepenuhnya valid. Maka cara terbaiknya adalah mencari sumber berita lain yang sama-sama kredibel dan mengkritisi informasi yang datang baik dari media mainstream maupun homeless media.
Sebenarnya homeless media didesain sebagai media hiburan di media sosial. Toh, informasi dari media tersebut terkesan setengah-setengah dan tidak menyajikan sumber yang kredibel. Akan tetapi, homeless media sekarang menjadi kebutuhan informasi di zaman digital. Akibatnya terjadi pergeseran orientasi homeless media dari hiburan menjadi corong informasi.
ADVERTISEMENT
Berita ngawur dari homeless media terus menjangkiti semua generasi. Semua itu tergantung pada kemampuan berpikir seseorang. Mau menjadi pengedar berita atau pengkritik berita semuanya ada konsekuensinya. Jika menggunakan cara manusiawi, pengguna cukup blokir saja akun homeless media atau menyibukkan diri dengan kegiatan produktif. Sebaliknya kalau menggunakan cara koersif, pengguna dapat memblokir atau melaporkan akun tersebut kepada pihak yang berwajib atau pusat media sosial tersebut. Cara tersebut dipakai jika media tersebut terbukti menyampaikan informasi menyesatkan secara terus-menerus.
Pertanyaan penulis, seberapa sering Anda dikelabui oleh informasi dari homeless media? Bagaimana cara mengatasinya? Silakan tulis di kolom komentar.