Konten dari Pengguna

Konsekuensi Memilih Hidup Berkelompok

Genta Ramadhan
Alumnus Sejarah UGM. Pemerhati isu sosial dan humaniora
19 Mei 2024 9:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Genta Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi manusia ketika menjaliani hidup berkelompok. Sumber foto dari freepik.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi manusia ketika menjaliani hidup berkelompok. Sumber foto dari freepik.

Memutuskan hidup berkelompok memiliki plus minus bagi perkembangan peran dan identitas individu

ADVERTISEMENT
Beberapa waktu yang lalu, saya menemukan kanal Youtube yang bernama “kamino”, dengan foto sidik jari manusia. Sebagai pengguna setia Youtube, saya menonton satu-satu video tersebut sampai selesai. Malangnya, saya lupa mencatat intisari dari video tersebut wkwkwk. Secara keseluruhan, saya memuji kepiawaian kamino dalam pembawaan cerita, pilihan ilustrasi, dan pemilihan referensi yang dipakai.
ADVERTISEMENT
Salah satu judul video kamino yang membuat saya tercengang adalah “Terhubung dengan Orang Lain: Membuat Dunia Lebih Baik atau Lebih Buruk (2/2).” Video ini membahas kemungkinan yang terjadi jika individu memilih bergabung dengan komunitas tertentu. Hebatnya video ini relevan dengan kondisi saya yang sedang mencari jati diri.
Salah satu kodrat manusia adalah hasrat untuk hidup bermasyarakat. Bukankah keberhasilan individu juga didukung dari jasa orang lain? Kita semua tidak bisa memungkirinya. Lalu apa jadinya jika manusia memutuskan untuk berkelompok?
Hidup berkelompok memberikan banyak kemudahan yang tidak dimiliki yang tidak dimiliki jika hidup individu. Bertambahnya relasi dan jejaring menjadi salah satu keniscayaan. Kita sering melihat daftar komunitas yang muncul di sekitar, seperti komunitas pecinta anime, klub gym, klub suporter olahraga, dan lain-lain. Inti dari persamaan komunitas di atas adalah adanya budaya bersama yang memuat nilai-nilai, aturan, dan perilaku yang sudah disepakati.
ADVERTISEMENT
Sepanjang hidup, saya sudah menikmati daftar keuntungan hidup berkelompok. Saya tidak perlu menjelaskan detail komunitas mana yang sudah saya gabung. Anehnya, saya tidak begitu terikat dengan jenis komunitas manapun setelah saya mengetahui konsekuensinya. Mari kita simak.
Erosi Nilai dan Keunikan Individu
Penting disadari, hidup berkelompok atau terhubung dengan orang lain menimbulkan konsekuensi yang terhadap perkembangan peran dan identitas individu. Jika kedua individu berselisih mungkin masalah tersebut dapat diselesaikan dengan tangan kosong atau negosiasi. Tetapi jika kedua kelompok (mulai dari keluarga sampai negara) berkonflik maka kerugian yang dihasilkan jauh lebih besar.
Mengapa demikian?
Sebab identitas kelompok sudah menancap kuat pada diri anggota. Kita sering dengan ada ungkapan jiwa korsa yang mengutamakan kepentingan kelompok. Ini juga berlaku ketika masing-masing negara membentuk aliansi untuk menghadapi ancaman bersama, misalnya NATO versus Rusia. Sayangnya kuatnya identitas kelompok kerap memicu kekerasan yang membawa konsekuensi mengerikan setelahnya.
ADVERTISEMENT
Seorang individu yang memutuskan bergabung dengan kelompok manapun harus mengiyakan apa peraturan dan kemauan kelompok itu. Jika individu tidak memenuhi harapan kelompok, maka individu tersebut akan dipersekusi habis-habisan.
Perundungan dan diskriminasi merupakan contoh kecil ketika individu memilih tidak patuh dengan tradisi dan ekspektasi kelompok yang tidak sejalan dengan nilai dan prinsip dirinya. Dalam kasus lebih ekstrim, peperangan dan genosida menjadi ‘solusi terbaik’ untuk memberi pelajaran kepada kelompok yang berseberangan.
Ironisnya, seseorang memilih hidup berkelompok juga harus merelakan dan membohongi nurani yang sebelumnya tidak layak dilakukan. Ketika seseorang berkata dan bertindak tidak sejalan dengan ekspektasi kelompok, hujatan dan cacian menjadi camilan bagi dirinya. Agar tidak dikucilkan sama kelompok, ia terpaksa menuruti peraturan dan kemauan dengan cara membohongi diri secara terus-menerus.
ADVERTISEMENT
Bukankah perbedaan itu memberi sesuatu yang unik dan kreatif jika dimaknai dengan bijak? Lantas mengapa manusia harus meninggalkan sisi individualisme dan otentik diri demi menyenangkan kelompok?
Mencari Perspektif Baru
Menerapkan cara pandang berbeda terhadap realitas dikotomi individu dan kelompok menjadi solusi objektif untuk mewujudkan perdamaian dunia. Sayangnya perdamaian dunia seperti ini tidak akan terwujud dengan sempurna. Disintegrasi akan selalu ada dalam sejarah umat manusia. Lantas, apakah memilih satu sisi (individu atau kelompok) itu keliru? Atau melepaskan sistem kepercayaan yang sudah melekat merupakan pilihan terbaik?
Satu hal yang pasti adalah sumber kekerasan dan perpecahan berawal ketika manusia berpikir dan menyikapi realitas perbedaan dengan potongan puzzle kehidupan dunia yang tidak lengkap. Meskipun perbedaan budaya dan ideologi selalu ada, kita dapat mengembangkan dialog antar individu (dari kelompok berbeda) demi mewujudkan lingkungan yang bebas dari prasangka. Dan sungguh, jika kebiasaan itu dibudayakan kita bisa meminimalisir peluang kekerasan.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, kita juga menghargai nilai, aturan, dan tradisi kelompok yang menjadi identitas diri kita. Kita juga berhak menggugat atau beristirahat sejenak ketika penerapannya menimbulkan kerugian yang lebih besar. Satu hal yang pasti adalah kita mustahil menyenangkan semua orang apapun keputusan yang kita ambil.