Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mewaspadai Pencurian Alat Deteksi Bencana Alam
4 Februari 2024 9:07 WIB
Tulisan dari Genta Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Erupsi Gunung Marapi menjadi duka dan perhatian bagi kita semua. Tercatat pada 3 Desember 2023, Gunung Marapi melontarkan material yang terkandung di dalamnya. Hujan abu vulkanik mengguyur Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, dan Kota Bukittinggi. Tercatat 23 pendaki meregang nyawa akibat erupsi Marapi.
ADVERTISEMENT
Kejadian naas tersebut mendorong pemerintah terus mengevaluasi sistem mitigasi bencana. Bukan tanpa alasan, Indonesia merupakan supermarket bencana geologi karena terletak pada 3 lempeng aktif, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Artinya bencana alam jenis ini sewaktu-waktu bisa terjadi dan siap membawa kerugian harta dan jiwa.
Oleh karena itu, pemerintah terus mengupayakan mitigasi bencana. Mitigasi bencana diartikan sebagai upaya untuk mengurangi tingkat risiko bencana seminimal mungkin. Hal yang penting diperhatikan dari sistem mitigasi bencana adalah pengawasan alat pendeteksi bencana alam. Masalahnya, alat tersebut kerap dicuri oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hilangnya alat pendeteksi bencana alam berdampak buruk terhadap kesiapan masyarakat Indonesia menghadapi bencana.
Usut punya usut, di balik erupsi Marapi terbongkar aksi pencurian alat deteksi bencana alam. Aksi ini mungkin dianggap lumrah namun membunuh banyak orang jika terjadi bencana. Berkali-kali, pencurian alat deteksi bencana kerap dilakukan hanya memuaskan nafsu saja.
ADVERTISEMENT
Aksi ini diketahui pada 30 Maret di Stasiun Guguak Solang (GSSL), berjarak 8,5 km dari Puncak Marapi. Sehari kemudian, tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melakukan pengecekan lapangan. Hasilnya mereka menemukan kondisi stasiun dalam kondisi terbongkar dan aki pun dicuri. Kemudian tanggal 3 Mei, tim PVMBG melaporkan kejadian ke Polres Tanah Datar. Perbaikan ini baru dilakukan dua pekan setelah pelaporan dengan mengganti baterai ACCU.
Contoh lain kasus pencurian alat pendeteksi gempa (seismometer) yang terjadi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Belum genap setahun setelah Gempa Palu, muncul aksi pencurian yang diinisiasi oleh AP (14) dan SF (43). Harian Kompas (29/07/2019) memberitakan bahwa mereka telah mencuri satu sensor broadband, 3 baterai, 1 panel surya, dan 2 regulator solar. Total nilai perangkat tersebut senilai Rp700 juta. Di samping itu, muncul aksi pencurian alat deteksi tsunami (buoy tsunami) yang selalu meresahkan masyarakat yang terjadi di Aceh dan Palu.
ADVERTISEMENT
Kasus pencurian alat deteksi bencana alam mengundang atensi pejabat dan publik. Wakil Presiden Ma’ruf Amin turut berkomentar mengenai pencurian alat deteksi di Stasiun Pemantauan Gunung Marapi. Ma’ruf meminta pengawasan alat pendeteksi dini Gunung Marapi ditingkatkan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa. Sementara, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan pentingnya sinergitas kepolisian dan polisi hutan agar peralatan tersebut tidak dicuri.
Pencurian alat deteksi bencana dapat dikategorikan sebagai perilaku oportunistik. Pendek kata, seseorang memanfaatkan peluang tanpa melihat prinsip dan akibat yang ditimbulkan. Drajat Tri Kartono, Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), berkomentar bahwa faktor ekonomi yang lemah mendorong masyarakat untuk melanggar hukum, salah satunya pencurian alat deteksi bencana. Maka pemerintah perlu bertindak tegas agar kasus seperti ini tidak terulang kembali.
ADVERTISEMENT
Pelajaran penting dari bencana alam adalah tradisi mental maling orang Indonesia telah mengakar. Alih-alih kita menyinggung pejabat korup, ternyata orang Indonesia juga melestarikan mental maling. Misalnya, kasus penjarahan truk bawang merah yang terjadi di Ponorogo saat Kirab Budaya. Alih-alih menolong supir, masyarakat setempat ramai-ramai menjarah bawang merah yang tercecer di jalan. Dan masih banyak contoh lain yang membuktikan orang Indonesia menyimpan mental kleptomania.
Boleh jadi pemimpin merupakan cerminan kebiasaan rakyat. Semoga kita makin mawas diri dan mau memperbaiki diri dan bangsa ke arah yang lebih baik.