Konten dari Pengguna

Ramadan: Momen Memulihkan Self Esteem

Genta Ramadhan
Alumnus Sejarah UGM. Pemerhati isu sosial dan humaniora
7 Maret 2024 13:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Genta Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi lentera Ramadhan. Foto: JOAT/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lentera Ramadhan. Foto: JOAT/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tinggal menunggu hari, umat Islam akan menyambut bulan Ramadhan. Setiap orang berbondong-bondong menyambut bulan suci ini dengan beragam cara. Sebab bulan Ramadan adalah peluang untuk meningkatkan kualitas diri, dalam ranah fisik, mental, sosial, dan sosial.
ADVERTISEMENT
Namun, kita sering melihat fenomena paradoks yang mungkin sudah dinormalisasikan. Harapannya, tulisan ini menjadi sebuah pesan keras kepada kita semua agar insaf, jeli, dan memperbaiki kualitas diri dan lingkungan sosial di sekitarnya. Barangkali ada satu poin utama yang mungkin lumrah terjadi, tetapi membuat orang lain menjadi rendah diri.
Poin utamanya adalah perihal jadwal ceramah Ramadan. Selama kuliah di Jogja, penulis selalu melihat jadwal ceramah di masjid kampus salah satu kampus ternama. Setelah menemukan pola, ternyata saban Ramadan banyak para pejabat negara, influencer, dai ternama, plus akademisi mendapat karpet merah dari pihak takmir masjid.
Bisa dibilang mereka sudah menjadi dilobi agar mereka berkenan mengisi ceramah di sana. Hal itu juga diperkuat oleh manajemen masjid yang solid. Plus para takmir masjid kampus (sebagian mahasiswa) sering mendapat hak istimewa untuk berdialog dan berfoto bersama para tokoh termahsyur itu.
ADVERTISEMENT
Mungkin sebagian di antara kita pasti merasa iri karena belum bisa berkesempatan langsung untuk berdialog dengan para tokoh terkenal tersebut. Selain jam kerja mereka padat, biasanya mereka mendelegasi asisten untuk menerima dan merespons permintaan dari banyak pihak untuk menjadi pembicara.
Pelajaran penting yang bisa kita peroleh adalah begitulah cara kerja dunia. Saat orang sudah memperoleh privilege yang diharapkan, mereka makin rajin menyibukkan dan memuja diri dengan menyampaikan kata-kata motivasi, lalu unggah ke sosial media. Orang lain akan selalu memuji, membela, dan memantau aktivitas junjungan mereka di media sosial.
Namun, ketika ada orang asing (mungkin teman lama) meminta bantuan dan mengkritik laku mereka, mereka tidak terlalu tanggap memenuhi permintaan orang asing itu. Terlepas dari beragam motif dan respons yang bersangkutan, kenyataan ini menjadi contoh sempurna bahwa beginilah salah satu karakter asli manusia saat menjadi siapa-siapa.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, ketika kita belum menjadi siapa-siapa, orang lain akan meremehkan dan menzalimi diri kita. Hal seperti ini akan menjadi masalah rumit bagi orang-orang yang memiliki self esteem rendah, yang mana orang tersebut terus mencari validasi diri dari orang lain.
Bagi sebagian kita yang mengalami beragam masalah yang sulit dan seakan tak ada ujungnya, maka sebisa mungkin jangan menyikapi ujian ini dengan pikiran negatif.
Mungkin kita adalah kaum papa dalam kenikmatan dunia, namun kita pasti kaya hati dan kaya akal. Selain itu, kita punya dua kaki untuk mencari lingkungan yang menyehatkan. Kita bukan pohon yang rela bertahan di lingkungan gersang.
Maka, penulis mengajak pembaca (mungkin memiliki self esteem rendah) untuk menaikkan kadar spritual dan keberhargaan diri selama Ramadan. Momen itulah hubungan kita dengan Tuhan makin intim. Hingga akhirnya kita menyadari bahwa diri kita berharga tanpa validasi orang lain. Selamat membaca.
ADVERTISEMENT