Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Sukarno Sang Pemberi Amnesti?
15 Februari 2025 18:42 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Genta Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Amnesti adalah hak prerogatif Presiden yang memantik konsekuensi hukum yang signifikan
Menjadi presiden memiliki keistimewaan dan sekaligus memikul tanggung jawab yang besar dalam mengelola negara dan menyejahterakan rakyat. Salah satu hak istimewa Presiden adalah memberi amnesti. Lantas mengapa amnesti menarik dipelajari? Apa konsekuensinya?
ADVERTISEMENT
Jika ditinjau dari konteks bentuk negara dan sistem pemerintahan, Indonesia adalah negara republik dan sistem pemerintahan presidensial. Artinya presiden berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Selain itu, menteri yang dilantik pun bertanggung jawab langsung kepada presiden. Sementara itu, konstitusi (UUD 1945) mengatakan bahwa Presiden memiliki kewenangan amnesti, abolisi, grasi, dan rehabilitasi.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, artikel ini akan menjawab alasan amnesti diberikan. Selain itu, artikel ini berguna untuk melengkapi jawaban tentang upaya pemerintah untuk menghadapi gerakan disintegrasi bangsa yang tidak terdapat pada buku sejarah anak sekolah.
Perlu digarisbawahi, presiden memberikan amnesti atas dasar kepentingan negara yang lebih mendesak. Sebelum memberi amnesti, Presiden harus mempertimbangkan pendapat dari Mahkamah Agung dan DPR. Tujuannya adalah agar amnesti diberikan tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Ketika amnesti diberikan, semua catatan pidana yang dimiliki oleh napi menjadi bersih. Para hakim, jaksa, dan kepolisian wajib mematuhi keputusan presiden. Dengan kata lain, dia tidak dianggap lagi sebagai "musuh bersama" bagi negara dan berhak memperoleh penghidupan yang layak.
Implementasi amnesti yang nyata terlihat pada masa kepresidenan Sukarno. Presiden setelahnya juga menerapkan. Adapun alasan logisnya adalah frekuensi dan intensitas gerakan disintegrasi lebih banyak daripada presiden setelahnya. Tidak jarang militer dikerahkan untuk 'menertibkan' kelompok pemberontak.
Sukarno Sang Pemberi Amnesti
Seperti yang diketahui dalam buku sejarah, rata-rata gerakan disintegrasi bangsa makin intens berkisar tahun 1950 s.d. 1965. Misalnya, PRRI/Permesta, Pemberontakan DII/TII Aceh, Republik Maluku Selatan, pemberontakan Kahar Muzakkar, dan pemberontakan Kartosuwiryo. Periode ini merupakan masa krusial karena saat itu Indonesia sedang mengobati diri setelah bersengketa dengan Belanda (kekuatan fisik dan diplomasi).
ADVERTISEMENT
Contoh nyata pemberian amnesti adalah ketika Presiden Sukarno menerbitkan Keppres No. 180 tahun 1959 kepada Pemberontakan DII/TII Aceh. Padahal sebelumnya hubungan Aceh dengan Jakarta sempat memanas lantaran tuntutan Aceh sebagai daerah istimewa tidak terpenuhi. Beruntung ketegangan ini berhasil dipadamkan melalui upaya persuasif oleh Pangdam Iskandar Muda, Mochammad Jasin dan Gubernur Aceh Ali Hasyimi.
Selanjutnya, Sukarno juga menerbitkan Keppres No 449 Tahun 1961 terhadap seluruh gerakan disintegrasi bangsa di atas. Artinya semua kejahatan para napi tersebut akan diberi pengampunan. Ampunan itu dapat diberikan dengan catatan mereka sudah insaf dan menyerah. Mereka yang menyerah kemudian melapor diri kepada penguasa yang berwenang disertai dengan pernyataan sumpah menurut agama masing-masing.
Adapun pertimbangan lain Sukarno memberi amnesti adalah menghargai kontribusi 'mereka' (para napi) dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, mereka telah berjuang sepenuh jiwa dan raga dalam mempertahankan tanah air. Bisa dibilang jika melakukan jihad paling tinggi tentu balasannya sebanding dengan apa yang telah diusahakan.
ADVERTISEMENT
Menurut hemat penulis, rasanya sungguh tidak bijak jika seorang presiden memberi hukuman berat kepada mereka. Bisa jadi mereka melakukan tindakan tersebut karena situasi yang memaksa mereka berbuat demikian. Alasan seperti ini bisa jadi masuk akal namun perlu bukti yang mendukung.
Pemberian amnesti merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memulihkan ketertiban umum, meredam konflik politik, dan mewujudkan rekonsiliasi. Sebenarnya masih ada cara lain, yaitu operasi militer. Opsi ini dilakukan jika langkah persuasif tidak berhasil.
Akan tetapi, pemberian amnesti perlu dikaji ulang karena situasi zaman berbeda. Mengutip artikel Dian Dewi Purnamasari, saat ini amnesti dan abolisi hanya sebatas diberikan kepada napi dan tahanan politik. Belum ada kriteria dan mekanisme yang jelas kepada siapa amnesti layak diberikan. Saat ini subjek yang pantas mendapat amnesti adalah orang yang dikriminalisasi, korban salah tangkap, mengidap penyakit menahun (pengidap HIV/AIDS dan gangguan kejiwaan), pengguna narkotika yang sedang menjalani rehabilitasi, dan penghinaan kepala negara melalui UU ITE.
ADVERTISEMENT
Simpulan
Amnesti adalah hak istimewa yang hanya dimiliki oleh presiden. Ini juga membuktikan bukti kebijaksanaan dan kasih sayang presiden kepada warga negara yang telah melakukan tindakan kriminal (selain kejahatan luar biasa). Sukarno adalah salah satu presiden yang menerapkan amnesti kepada para napi. Pemberian amnesti ini didasari oleh kesadaran para napi dan kebijaksanaan presiden dalam membina warga negaranya.
Dengan adanya amnesti, maka para narapidana bisa menikmati kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan yang sudah lewat. Selain itu, amnesti juga berperan meredam konflik dan mendorong rekonsiliasi, lantaran sebelumnya dipidana karena perbedaan ideologi dan faktor situasional.