Sidi Bou Said: Kota Inspirasi Seniman di Tepi Mediterania

George Junior
Diplomat Muda. Sebelumnya ditugaskan di KBRI Tunis.
Konten dari Pengguna
27 Juli 2018 20:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari George Junior tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Internet, khususnya search engines, sudah sangat mempengaruhi hidup kita sehari-hari. Zaman now, jika ingin mengetahui sesuatu tinggal di-Google saja.
ADVERTISEMENT
Ketika akan melakukan perjalanan dinas ke sebuah negara baru, saya mencoba meng-Google tempat tersebut. Klik images, dan saya langsung mendapatkan gambaran seperti apa negara tersebut dan tempat apa yang menarik untuk dikunjungi.
Bagaimana dengan Tunisia? Jika di-search di Google images, gambar yang muncul umumnya adalah pantai yang indah, reruntuhan peradaban Romawi, atau suasana di kota tua. Namun perhatikan baik-baik: tiga atau empat dari 10 gambar pertama (paling tidak saat menyusun artikel ini) adalah variasi dari gambar berikut:
Pemandangan Port Sidi Bou Said dan Teluk Tunis dari Café des Delices (Foto: dokumentasi pribadi)
Café des Delices terletak di Sidi Bou Said, sebuah kota kecil di tepi Laut Tengah yang berlokasi 20 kilometer dari Ibukota Tunisia, Tunis. Apa sih yang istimewa dari kota tersebut?
ADVERTISEMENT
Sidi Bou Said, bukan Sidi Bouzid
Sebelumnya, perlu dibedakan antara Kota Sidi Bou Said dan Sidi Bouzid. Sidi Bouzid merupakan kota di wilayah tengah Tunisia, sekitar 260 kilometer dari Tunis. Bagi yang mengikuti berita perkembangan Timur Tengah, mungkin sudah pernah mendengar kota tersebut.
Pada 17 Desember 2010, seorang warga Tunisia di Sidi Bouzid bernama Mohamed Bouazizi melakukan aksi protes terhadap Pemerintah Tunisia dengan membakar diri. Aksi tersebut memulai bentrok massa dengan kepolisian di Sidi Bouzid yang membesar hingga mencapai panggung nasional.
Monumen Mohamed Bouazizi di Kota Sidi Bouzid (Foto: worldaffairsjournal.org)
Puncak protes terjadi pada 14 Januari 2011 ketika Presiden Tunisia Ben Ali melarikan diri dari negaranya. Peristiwa di Tunisia mendorong protes serupa di negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah sehingga terjadilah Arab Spring.
ADVERTISEMENT
Asal muasal Kota Sidi Bou Said
Sidi Bou Said dinamakan dari seorang wali sufi bernama Abu Said Ibn Khalef Ibn Yahia El-Beji. Beliau hidup di kota tersebut, dulu masih berupa desa dengan nama Jabal el-Menar, pada akhir abad ke-12 atau awal abad ke-13.
Tokoh ini mungkin dikenal masyarakat Indonesia, khususnya yang mendalami sejarah Islam, sebagai guru dari Abul Hasan Asy-Syadzili, pendiri Tarekat Syadziliyah.
Abu Said El-Beji meninggal pada tahun 1231 dan dimakamkan di sana. Kota Sidi Bou Said kemudian berkembang di sekitar makamnya. Hingga saat ini para peziarah masih bisa mengunjungi makam tersebut.
Kota inspirasi seniman-seniman terkenal
Sidi Bou Said (Video: ennejmaezzahra-tunisie.org)
Keindahan Sidi Bou Said menjadi inspirasi berbagai seniman terkenal dalam menghasilkan karyanya. Beberapa artis, seperti Gustave-Henri Jossot, bahkan memutuskan untuk tinggal di kota tersebut.
- Lukisan Blick in eine Gasse oleh August Macke yang terinspirasi dari suasana Sidi Bou Said (Foto: Wikipedia Commons)
ADVERTISEMENT
Paul Klee, pelukis terkenal Jerman, berkunjung ke berbagai tempat di Tunisia, termasuk Sidi Bou Said, pada bulan April 1914. Dia menulis dalam diary-nya: “Die Farbe hat mich. Ich brauche nicht nach ihr zu haschen. Sie hat mich für immer, ich weiß das. Das ist der glücklichen Stunde Sinn: ich und die Farbe sind eins. Ich bin Maler.Color has taken possession of me; no longer do I have to chase after it, I know that it has hold of me forever... Color and I are one. I am a painter.
Seperti Sidi Bou Said meninggalkan jejaknya di pikiran para seniman, beberapa seniman juga meninggalkan jejaknya di kota tersebut. Salah satu seniman yang mungkin meninggalkan jejak di Sidi Bou Said melebihi orang lain adalah Rodolphe d’Erlanger, seorang pelukis dan musikolog asal Prancis.
ADVERTISEMENT
Erlanger sangat mencintai Sidi Bou Said. Dia bahkan mendirikan sebuah istana di sana yang dinamai Ennejma Ezzahra atau Bintang Venus. Istana tersebut dibangun mulai tahun 1909 dan baru selesai pada tahun 1921. Sekarang istana tersebut dijadikan museum.
Palais Ennejma Ezzahra (Video: ennejmaezzahra-tunisie.org)
Khawatir Sidi Bou Said berubah karena ancaman modernitas, pada tahun 1915 Erlanger meyakinkan penguasa Tunisia saat itu untuk mengeluarkan undang-undang melindungi arsitektur tradisional Sidi Bou Said. Pada dekade 1920-an, dia mengusulkan seluruh Sidi Bou Said menggunakan cat biru dan putih sehingga menjadi ciri khas kota tersebut hingga sekarang.
Kalau ke Tunisia, sempatkan berkunjung ke Sidi Bou Said ya! Jika kalian menginap di pusat kota Tunis, bisa ke Sidi Bou Said menggunakan kereta dengan membayar hanya 600 milim atau 0,6 dinar (kurang lebih Rp 3,3 ribu).
ADVERTISEMENT
--
Did you know: Hatem El Mekki, pelukis ternama Tunisia, lahir di Jakarta pada 16 Mei 1918. Ayahnya merupakan warga Tunisia dan ibunya warga Indonesia.