Konten dari Pengguna

Hilirisasi Etika Politik

Georgius Benny
Politics and Public Policy Enthusiast
23 Januari 2024 13:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Georgius Benny tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seminar politik. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seminar politik. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Membicarakan etika politik, maka tidak bisa dipisahkan dari perjalanan sejarah peradaban intelektual manusia, khususnya dalam perkembangan diskursus filsafat. Etika menjadi salah satu topik yang tidak pernah lepas dari diskursus filsafat, mulai dari filsafat Yunani sampai filsafat postmodern.
ADVERTISEMENT
Etika dalam pemikiran filsafat Yunani, khususnya pada pemikiran Socrates, Plato, dan Aristoteles berkaitan dengan bagaimana mencapai tujuan hidup yang ideal. Sifat etika dalam pemikiran ketiga filsuf besar ini adalah rasional dan intelektual. Terkhusus pada Aristoteles, ia menyebut bahwa tugas etika adalah menuntun manusia kepada perbuatan yang pantas (Hatta, 2006).
Lebih dalam daripada itu, persoalan etika menjadi inti daripada filsafat politik. Kajian filsafat politik tentang etika ini adalah abstraksi moral yang mempersoalkan upaya mencari pemaknaan hidup yang lebih baik. Dalam lingkup yang lebih luas, persoalan etika dalam filsafat politik ini menyangkut pula konteks masyarakat dan negara. Bagaimana masyarakat dan negara dapat mencapai tujuannya yang ideal.
Dalam pemikiran politiknya, Aristoteles menyebutkan bahwa etik baru bisa dilaksanakan secara sempurna jika dilakukan di tingkat negara. Sifat alamiah manusia yang salin berhubungan dan membutuhkan satu sama lain. Manusia adalah binatang politik atau zoon politicon. Ia tidak dapat berdiri sendiri.
ADVERTISEMENT
Hubungan antar manusia inilah yang kemudian menjadi cikal bakal masyarakat juga negara. Atas dasar ini, Aristoteles menganjurkan negara supaya mengambil tindakan yang tepat untuk mempengaruhi kehidupan sosial.
Ketika beralih ke pemikiran Franz Magnis Suseno (1994), ia menegaskan bahwa fungsi etika politik adalah menyediakan alat teoritis untuk mempertanyakan legitimasi politik sehingga sifat etika politik bukanlah berdasarkan emosi dan prasangka, melainkan rasional, objektif, dan argumentatif.
Pemahaman mengenai etika politik inilah yang terlalu sering diabaikan oleh para pemimpin negara. Padahal, menjalankan negara tidak bisa lepas dari etika sebagai kompas untuk menentukan arah jalannya.
ADVERTISEMENT
Salah satu bentuk etika yang dapat dijadikan kompas dalam menjalankan negara adalah prinsip akuntabilitas. Akuntabilitas adalah konsep yang beririsan dengan etika administrasi publik pemerintahan yang dijalankan oleh seluruh cabang kekuasaan yang memuat tiga hal, yaitu dapat dipertanggungjawabkan (responsibility), dapat dipertanyakan (answerability), dan dapat disalahkan (blameworthiness) (Djalil, 2014).
Menjadi menarik untuk menyandingkan pembahasan etika politik tersebut dengan konsep yang sering disebut belakangan ini, yaitu hilirisasi. Hilirisasi lebih sering disandingkan dalam konteks ekonomi, khususnya dalam pengolahan sumber daya alam.
Hilirisasi dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan nilai tambah pada suatu komoditas yang awalnya masih bahan mentah diolah menjadi setengah jadi atau barang jadi.
Upaya hilirisasi etika politik dapat diterjemahkan sebagai upaya untuk membuat suatu tindakan politik menjadi punya nilai etika. Tindakan politik dapat dimaknai sebagai apa-apa saja yang dilakukan oleh tokoh atau lembaga politik dalam suatu negara.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, meminjam pendapat Franz Magnis Suseno (1994) yang menegaskan bahwa etika politik melingkupi dua hal, yaitu bagaimana seharusnya pemimpin politik menjaga lembaga-lembaga negara dapat berjalan dengan adil dan bijaksana serta apa yang seharusnya menjadi dasar dan tujuan dari segala kebijakan publik.
Jadi, hilirisasi etika politik seharusnya dapat menjadi tanggung jawab dari pemimpin politik untuk menambah nilai etika dalam setiap tindakan yang diambil. Hilirisasi etika politik harus dimulai dari pemimpin politik sebagaimana makna dari hilirisasi itu sendiri.
Pemimpin politik adalah hilir atau produk daripada individu dan masyarakat yang merupakan hulu-nya. Sehingga sudah menjadi beban bagi pemimpin politik untuk menjadi contoh dalam menjalankan etika politik.
ADVERTISEMENT
Alasan menyebut bahwa etika politik itu saru dan abu-abu adalah alasan klise yang tidak dapat diterima, apalagi bila itu keluar dari mulut seorang pemimpin. Etika adalah kompas negara untuk mencapai tujuannya. Bila pemimpin sebagai nakhoda gagal menunjukkan etika, maka kapal akan segera karam karena semua akan diterabas atas nama kekuasaan.