Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kritik Terbuka terhadap Feodalisme Akademik Kampus
28 Agustus 2022 0:10 WIB
Tulisan dari Georgius Benny tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kampus yang sejatinya menjadi ruang kebebasan akademik bagi seluruh civitas dalam mengembangkan juga mengekspresikan dirinya dalam berbagai sektor, khususnya dalam ranah akademik justru berpotensi mengalami dekadensi apabila terdapat penghalang bernama feodalisme.
ADVERTISEMENT
Istilah feodalisme sendiri sebenarnya digunakan dalam klasifikasi kelas sosio-politik dalam masyarakat feodal dimana para bangsawan kerajaan memiliki wewenang dalam mengendalikan wilayah-wilayah yang menjadi teritorial kekuasaannya. Dalam struktur masyarakat feodal terbentuk kelas masyarakat yang dapat digambarkan dalam ilustrasi berikut:
Dalam ilustrasi tersebut terdapat gambaran bahwasanya masyarakat yang berada dalam kelas bawah wajib memberikan "persembahan" kepada golongan kerajaan. Kelompok masyarakat biasa akan memberikan upeti berupa hasil bumi maupun uang. Sementara kelompok masyarakat seperti prajurit akan memberikan kesetiaannya. Golongan kerajaan menjelma seperti dewa di tengah-tengah manusia.
Feodalisme dapat kita sebut sebagai "racun peradaban" karena menghambat kemajuan masyarakat dalam berbagai aspek seperti politik, ekonomi, intelektual, teknologi, dan sebagainya. Seperti yang dikatakan dalam sejarah banyak gerakan revolusi yang dilakukan untuk menghancurkan praktik feodalisme seperti di Prancis ataupun Rusia.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia yang lebih modern, feodalisme tidaklah runtuh secara mutlak, ia hanya bertransformasi dalam wujud yang justru semakin semu. Mentalitas "golongan kerajaan" masih terdapat dalam individu ataupun kelompok yang memiliki kekuasaan ataupun kewenangan terhadap individu atau kelompok lainnya.
Fenomena ini dapat kita analisis dengan meminjam teori dari Michel Foucault tentang relasi kuasa. Dalam sebuah hubungan antar individu atau kelompok rentan terdapat sebuah relasi kuasa dimana individu atau kelompok yang memiliki otoritas dapat mengendalikan individu atau kelompok lain yang berada di bawah otoritasnya.
Individu atau kelompok yang berada di bawah sebuah otoritas akan melaksanakan keinginan dari individu atau kelompok yang memiliki otoritas baik mau atau tidak serta dalam kondisi sadar atau tidak.
ADVERTISEMENT
Relasi kuasa ini membentuk perilaku tunduk dan patuh dari individu atau kelompok kepada otoritas yang membawahinya. Hal ini disebabkan otoritas tersebut dapat memengaruhi kehidupan dari individu atau kelompok yang berada di bawahnya baik secara penuh maupun tidak.
Dalam kehidupan modern, fenomena ini dapat kita jumpai dalam hubungan sosial antar individu juga kelompok seperti antara guru dengan murid, dosen dengan mahasiswa, bos dengan karyawan, dan sebagainya.
Kombinasi antara mentalitas feodal dan relasi kuasa adalah faktor utama yang menghambat kemajuan. Padahal, jika kita menilik sejarah intelektual manusia, pada abad renaisans, ciri khas yang mengakar kuat pada masa tersebut adalah the idea of progress atau gagasan akan kemajuan.
Gagasan akan kemajuan ini menghasilkan banyak warisan intelektual dalam sejarah umat manusia baik dalam filsafat, sains, dan teknologi. Namun, ironisnya masih ada mentalitas yang mengakar sehingga menghambat gagasan akan kemajuan tersebut.
ADVERTISEMENT
Yang lebih ironis adalah faka bahwa dalam banyak kampus di Indonesia masih terdapat mentalitas feodal dan relasi kuasa yang dipraktikkan dalam sektor akademik.
Hubungan antara dosen dan mahasiswa melahirkan relasi kuasa karena di satu sisi, dosen mampu mengintervensi kehidupan mahasiswa di kampus lewat kewenangannya dalam memberikan nilai juga meluluskan mahasiswa. Praktik feodalisme ini mengakar dalam kehidupan kampus, yang salah satunya juga menurun kepada mahasiswa dalam bentuk senioritas.
Dengan tidak perlu menyebutkan nama kampusnya, masih banyak praktik feodalisme yang dijalankan dalam sektor akademik di kampus dalam bentuk berbagai macam. Salah satunya yang umum ditemukan adalah fenomena dimana mahasiswa yang ingin melaksanakan seminar proposal skripsi ataupun sidang akhir diwajibkan menyediakan snack dan makan siang bagi para dosen.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini sudah mengakar kuat menjadi tradisi di berbagai kampus. Ironisnya, hal ini turut serta memengaruhi penilaian terhadap proposal penelitian atau skripsi yang disidangkan. Jika mahasiswa "mengabaikan" tradisi ini sama dengan mengikhlaskan nilainya menjadi buruk.
Sebagus apapun proposal ataupun hasil penelitian yang dirumuskan oleh mahasiswa menjadi tidak bernilai apapun jika tradisi tersebut tidak dijalankan. Terjadi bias penilaian dari para dosen terkait dalam fenomena ini.
Mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan finansial jelas tidak akan mampu memenuhi tradisi ini. Namun, praktik ini bagai dogma yang bersifat absolut sehingga wajib ditaati. Jika tidak maka pengaruhnya terhadap kelulusan mahasiswa tersebut.
Fenomena ini menandakan kombinasi antara mentalitas feodal dan relasi kuasa masih menjadi hal lumrah yang dipraktikkan dalam dunia akademik di Indonesia. The idea of progress jelas absen dalam fenomena ini.
ADVERTISEMENT
Ketidakadilan juga berpotensi muncul dalam fenomena tersebut dimana mahasiswa dengan proposal dan hasil penelitian yang bagus namun tidak memiliki kemampuan finansial dalam melaksanakan tradisi menyediakan snack dan makan siang justru akan berpotensi mendapatkan nilai yang tidak sepadan.
Sebaliknya, jika ada mahasiswa dengan proposal dan hasil penelitian yang di bawah standar namun dapat memenuhi tradisi tersebut akan mendapat nilai yang baik.
Memang tidak semua kampus terdapat praktik ini. Jika pun ada tidak semua fakultas atau program studi mempraktikkan hal ini. Namun, jelas ini menjadi permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian serius dari segenap civitas juga dari pemerintah.
The idea of progress haruslah dikedepankan, khususnya dalam bidang akademik sehingga mampu mengembangkan ilmu pengetahuan secara lebih luas lagi. Namun, praktik feodalisme yang menghambat perlu untuk diberantas sesegera mungkin.
ADVERTISEMENT