Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Menuju 2024: Pasar Bebas, Inklusivitas Politik, dan Runtuhnya Dominasi Banteng
21 Oktober 2022 15:20 WIB
Tulisan dari Georgius Benny tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
2024 yang semakin dekat menjadi tanda dari siap ditabuhnya genderang perang dalam pilpres. Pilpres 2024 adalah gelaran politik yang berbeda jika dibandingkan dengan gelaran-gelaran sebelumnya. Berakhirnya kepemimpinan Joko Widodo selama dua periode sekaligus membuka gerbang pasar bebas politik dalam pilpres 2024 mendatang.
ADVERTISEMENT
Pasar bebas ini membuat banyak tokoh maupun kelompok saling mempersiapkan manuver politiknya masing-masing dalam mengusung jagoannya. Kita dapat melihat geliat-geliat politik tersebut sudah mulai dipanaskan sejak beberapa waktu belakangan ini.
Deklarasi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) oleh tiga partai besar, yaitu Golkar, PPP, dan PKB menjadi terompet pembuka perang politik. Walaupun dideklarasikan sejak dini, belum menandakan bahwa koalisi ini kokoh dan mampu berumur panjang.
Selain itu, konvensi capres yang dilakukan oleh Partai Nasdem merupakan angin segar bagi demokrasi intra partai di Indonesia. Konvensi yang memunculkan tiga nama ke arus wacana publik, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Andika Perkasa akhirnya mengerucut kepada nama pertama, Anies Baswedan.
Ada juga calon kuat seperti Ganjar Pranowo yang hingga kini masih menggantung nasibnya akibat dirinya belum menjadi pilihan pertama dari pertai yang menaunginya, yakni PDIP yang jika dilihat masih menjagokan Puan Maharani untuk meneruskan trah Soekarno dalam kancah kepemimpinan nasional.
ADVERTISEMENT
Selain tiga contoh tersebut, kita masih dapat melihat bercecerannya tokoh yang "menjajakan" dirinya atau yang diam-diam berpotensi untuk maju dalam pilpres 2024 mendatang. Mulai dari kalangan Menteri seperti Airlangga Hartarto, Prabowo Subianto, Erick Thohir, hingga Sandiaga Uno. Jajaran kepala daerah di luar Anies dan Ganjar seperti Ridwan Kamil ataupun Khofifah Indar Parawarsa. Ataupun nama-nama populer lainnya seperti Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, hingga Ketua Umum Partai seperti Muhaimin Iskandar ataupun Agus Harimurti Yudhoyono.
Pasar Bebas dan Inklusivitas Politik Pilpres 2024
Banyaknya nama yang bermunculan bagai riak-riak air menuju pilpres 2024 ini menandakan pilpres 2024 sebagai pasar bebas. Berbeda dengan dua perhelatan pilpres sebelumnya pada 2014 dan 2019 yang menjadi pertarungan "dua leg" antara Jokowi vs Prabowo. Nama-nama yang muncul hari ini jauh lebih bervariasi.
ADVERTISEMENT
Banyak pihak mulai berjejalan masuk ke dalam gerbang pasar bebas pilpres 2024 dengan membawa kepentingan masing-masing. Namun, yang menjadi menarik adalah bahwa potensi hilangnya dominasi seperti pada dua gelaran pilpres terakhir serta arah politik elektoral Indonesia yang lebih inklusif.
Selama gelaran pilpres secara langsung, dominasi elit mewarnai politik elektoral Indonesia. Elit di sini dimaksudkan sebagai ketua umum parpol hingga elit lain seperti tokoh agama, pebisnis, petinggi militer, dan lainnya. Fenomena ini perlahan sirna menuju kontestasi 2024. Nama teratas yang muncul bervariasi mulai dari kepala daerah, menteri, elit partai, dan lainnya.
Elit politik seperti Megawati, Jusuf Kalla, Surya Paloh, hingga SBY memilih untuk fokus bermain di belakang layar sebagai kingmaker. Panggung politik sepenuhnya menjadi milik nama-nama baru tersebut. Hal ini menjadi salah satu harapan yang menandakan politik elektoral di Indonesia mulai menunjukkan inklusivitas bagi tokoh-tokoh potensial untuk maju sebagai calon presiden.
ADVERTISEMENT
Runtuhnya Dominasi Banteng (?)
Menjadi menarik bahwa jika kita dapat menangkap sinyal politik bahwa seolah ada upaya untuk meruntuhkan dominasi banteng merah alias PDIP yang sudah bertengger di puncak kekuasaan selama 10 tahun terakhir. Hegemoni PDIP ini sedang digoyahkan oleh partai lain yang ingin menyeruak masuk sebagai penguasa.
Jika kita jeli melihat dinamika politik hingga saat ini, tidak ada tanda-tanda bahwa PDIP akan berkoalisi dengan partai lain. Pun dengan partai lain yang saling berkoalisi satu sama lain demi menghindar untuk bergabung dengan PDIP.
Adanya KIB, Nasdem yang sendirian mendeklarasikan Anies Baswedan, ataupun Gerindra yang belum tegas menyatakan sikap politiknya. Tidak ada satupun partai yang mendekat ke PDIP.
Hal ini menjadi menarik bila mengingat bahwa PDIP adalah satu-satunya partai yang dapat mengusung calon presiden tanpa harus berkoalisi dengan partai lain karena perolehan kursi parlemen yang sudah memenuhi presidential threshold. Ketika partai lain harus mencari koalisinya untuk memenuhi kuota 20% presidential threshold , PDIP bisa melenggang sendirian.
ADVERTISEMENT
Jika mengamati gerak-gerik PDIP sejauh ini, PDIP seolah tidak memanfaatkan modal politik tersebut karena belum secara tegas menyatakan sikap politiknya. Namun, jika melihat arah politik PDIP, partai berlogo banteng ini tampak lebih menjagokan Puan Maharani sebagai calon presiden yang akan diusung. Padahal, hingga kini dari berbagai hasil survey, nama Puan Maharani tidak pernah menyentuh angka lebih dari 5%. Kalah jauh dibanding nama-nama seperti Ganjar, Anies, bahkan Prabowo.
Ego untuk menjaga trah Soekarno dalam lingkaran kekuasaan dapat menjadi bumerang bagi PDIP mengingat Puan Maharani bukanlah sosok yang bisa disebut sebagai political darling. Kinerja yang buruk di DPR hingga citra negatif di media menjadi modal buruk untuk maju dalam pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
Akan jauh lebih aman dan pasti bila PDIP memberikan tiket capres kepada Ganjar Pranowo yang konsisten berada di urutan teratas dalam hasil survey. Hasil survey ini tidaklah boleh dipandang sebagai statistik belaka, melainkan dapat dijadikan sebagai mirroring daripada kehendak rakyat.
Terlebih bila PDIP memilih berjalan sendirian dalam menatap pilpres yang akan datang. Istilah PDIP against the world menjadi relevan bila melihat usaha partai-partai lain meruntuhkan dominasi banteng merah.
Jadi, PDIP membutuhkan gamechanger untuk dapat mempertahankan hegemoninya. Entah itu keajaiban yang dapat menaikkan elektabilitas Puan Maharani dalam waktu sekejap atau menurunkan ego demi mengusung Ganjar Pranowo yang lebih populer dan berkesempatan memenangi pertarungan.
Menjadi menarik untuk melihat manuver politik apa lagi yang akan terjadi di waktu-waktu yang semakin dekat menuju 2024.
ADVERTISEMENT
Oh iya, PSI belum diajak main ya.