Perihal Deliberasi Kebijakan Publik

Georgius Benny
Political Analyst
Konten dari Pengguna
11 April 2022 19:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Georgius Benny tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penggusuran sebagai Bagian Kebijakan Estetika Kota Bandung. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Penggusuran sebagai Bagian Kebijakan Estetika Kota Bandung. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan sehari-hari, pastinya kita tidak asing dengan kata “kebijaksanaan” dan “kebijakan”. Kedua kata ini terdengar mirip karena memang memiliki akar kata yang sama yaitu “bijak”, namun keduanya memiliki pengertian yang berbeda jika ditinjau lebih jauh lagi.
ADVERTISEMENT
Kebijaksanaan atau dalam Bahasa Inggris disebut “wisdom” lebih mengarah kepada pengertian yang merupakan kata sifat, seperti misalnya saat kita meminta kritik, saran, dan masukan kepada orang lain terhadap diri kita. Hal ini menunjukkan bahwa kita sedang mengharapkan kebijaksanaan dari orang lain yang kita anggap bijak. Sementara, kebijakan mengarah kepada suatu produk yang dihasilkan oleh pemerintah dan pemerintahan yang dikeluarkan untuk mengatasi permasalahan tertentu yang ada di dalam masyarakat.
Secara praktikal, kebijaksanaan dan kebijakan mirip dalam penggunaan. Seperti yang sudah ditulis sebelumnya, kebijaksanaan hadir dalam bentuk sifat. Kebijaksanaan lebih bersifat personal ketika digunakan secara praktikal, semisal dalam kalimat berikut “Mohon kebijaksanaan Bapak untuk……”. Sementara, kebijakan akan bersifat lebih formal karena menyangkut hubungan dengan negara lewat pemerintah dan pemerintahan, yang secara ilustrasi dapat digambarkan lewat kalimat berikut “Kami menuntut pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan terkait……”.
ADVERTISEMENT
Kemiripan kebijaksanaan dan kebijakan berasal dari akar kata yang sama yaitu bijak yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti sebagai berikut:
bijak/bi·jak/ a 1 selalu menggunakan akal budinya; pandai; mahir: bukan beta -- berperi; engkau memang --; 2 Mk pandai bercakap-cakap; petah lidah;
Secara sederhana, maka bijak memiliki arti “menggunakan akal dan/atau kepandaian serta kemahiran”. Berangkat dari definisi ini, maka kebijaksanaan dan kebijakan haruslah disertai dengan akal, kepandaian, serta kemahiran, sehingga output dari kebijaksanaan dan kebijakan akan menghasilkan manfaat bagi orang yang membutuhkannya seperti dalam ilustrasi yang digambarkan sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan lebih kompleks dibandingkan kebijaksanaan. Kebijakan tentunya memerlukan kebijaksanaan, sementara kebijaksanaan belum tentu selalu berupa kebijakan. Namun kebijaksanaan dapat dilembagakan menjadi kebijakan melalui serangkaian prosedur yang diatur sesuai dengan sistem serta aturan yang berlaku dalam kehidupan bernegara melalui pemerintah dan pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat perbedaan antara kebijaksanaan dengan kebijakan, walaupun keduanya identik satu sama lain. Kebijakan dibuat sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Istilah kebijakan ini sendiri dapat diperluas lagi pemaknaannya sebagai “Kebijakan Publik”.
Kebijakan publik sendiri menurut Fredrich dalam Agustino (2017:166) adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Sementara, Anderson dalam Agustino (2017:17) mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan publik, seperti pada redaksi kalimatnya yang terdapat diksi “publik”, maka target dari kebijakan publik adalah publik atau masyarakat. Kebijakan publik dibuat untuk mencapai tujuan publik, bukan untuk perseorangan, ataupun golongan dan kelompok tertentu. Maka dari itu, kebijakan publik haruslah memiliki sifat bijak sebagaimana arti kata bijak yang sudah dijelaskan sebelumnya karena kebijakan publik akan berdampak dan menyangkut kehidupan serta tujuan-tujuan publik.
Weimer dan Vining dikutip oleh Fadillah Putra (2001:18) dalam bukunya “Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik” mencoba memetakan bagaimana profesi yang terdapat dalam masyarakat yang berkaitan dengan studi kebijakan publik untuk mencari tahu orientasi dari kebijakan publik. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan, diketahui bahwa orientasi kebijakan publik adalah kepentingan publik itu sendiri. Dalam kasus ini, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik dan juga aktornya, yaitu para perumus serta pengambil kebijakan publik harus memiliki orientasi kepada kepentingan publik yang kuat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik haruslah berorientasi kepada kepentingan dan tujuan publik. Untuk mengetahui bagaimana sebuah kebijakan publik berorientasi pada kepentingan dan tujuan publik maka diperlukan pendalaman pada proses serta model perumusan kebijakan publik. Deliberasi kebijakan publik menjadi salah satu model yang dapat dipakai untuk merumuskan sebuah kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, serta tujuan publik.
Kebijakan publik dengan model deliberatif dikenal juga dengan model kebijakan publik “musyawarah”, dimana dengan model kebijakan ini masyarakat dapat menentukan keputusan untuk dirinya sendiri yang akan menjadi kebijakan publik. Peran pemerintah dalam model ini hanya sebagai legalisator atau memberikan legitimasi kepada kehendak publik, sementara analis kebijakan publik memiliki peran sebagai prosesor dan fasilitator proses dialog publik agar menghasilkan sebuah keputusan yang akan dijadikan kebijakan publik.
ADVERTISEMENT
Konsep Demokrasi Deliberatif yang digagas oleh Jurgen Habermas bukanlah konsep yang sama sekali baru dalam perbincangan akademik seputar demokrasi di Indonesia. Gagasan ini memandang bahwa setiap kebijakan publik harus diuji terlebih dahulu melalui konsultasi publik atau lewat diskursus publik dengan keberadaan “Ruang Publik”. Hal yang hendak dituju dari Demokrasi Deliberatif ini adalah ingin membuka ruang yang lebih lebar bagi masyarakat dalam proses pembentukan kebijakan publik.
Dalam pandangan senada, Rainer Forst (seorang komentator Habermas) mengungkapkan bahwa bukan jumlah kehendak perseorangan dan juga kehendak umum yang menjadi sumber legitimasi, melainkan proses pembentukan keputusan politis yang selalu terbuka terhadap revisi secara deliberatif dan diskursus argumentasi.
Maka dari itu, proses kebijakan publik yang melibatkan masyarakat secara langsung menjadi hal yang fundamental untuk memastikan kebijakan publik memiliki sifat bijak dan berorientasi kepada kepentingan serta tujuan publik yang didasarkan kepada proses-proses yang diselenggarakan di ruang publik.
ADVERTISEMENT