Sepakbola Pragmatisme yang Miskin Taktik Namun Kaya Trofi

Georgius Benny
Political Analyst
Konten dari Pengguna
29 Mei 2022 17:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Georgius Benny tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sepakbola Pragmatis yang identik dengan Carlo Ancelotti. Sumber: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sepakbola Pragmatis yang identik dengan Carlo Ancelotti. Sumber: shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sepakbola Pragmatisme yang dimainkan Real Madrid sukses mengantarkan mereka kepada gelar ke-14 (Aporla) Liga Champions sepanjang sejarah klub setelah mengalahkan Liverpool. Carlo Ancelotti, pelatih yang sering disebut sebagai pelatih yang miskin taktik, sukses menjawab kritik tersebut dengan mengantarkan Real Madrid menjuarai Liga Champions sebanyak 2 kali di bawah komandonya setelah gelar pertama didapat pada musim 2013/2014 sekaligus gelar ke-10 (Undecima).
ADVERTISEMENT
Dalam pertandingan yang digelar di Paris tersebut, Liverpool sebenarnya berhasil mendominasi permainan sejak menit awal peluit dibunyikan. Dalam statistik akhir pertandingan bahkan jumlah attempts Liverpool berada di angka 24 sementara Real Madrid hanya berhasil melancarkan 4 attempts. Namun, pepatah bahwa "proses tidak akan mengkhianati hasil" nampaknya tidak berlaku pada Liverpool. Liverpool tetap kalah dari Real Madrid melalui gol tunggal yang dicetak oleh Vinicius Jr pada menit ke-58.
Dalam pertandingan ini dua mazhab permainan sepakbola dipertunjukkan oleh kedua tim. Permainan menyerang total atau akrab diistilahkan dengan gegenpressing dimainkan oleh Liverpool sementara permainan pragmatisme yang mengedepankan hasil dibandingkan permainan yang menyerang dan menghibur dimainkan oleh Real Madrid. Hal ini tergambar dengan nyata melalui permainan menyerang yang diperagakan Liverpool sementara Real Madrid lebih menunggu, bermain bertahan, serta menunggu momentum untuk mendapatkan kesempatan melakukan serangan balik.
ADVERTISEMENT
Permainan Real Madrid ini lekat dengan istilah pragmatisme. Dalam aliran filsafat anglo-saxon, pragmatisme dirintis oleh filsuf seperti William James. Pragmatisme memfokuskan kepada bukti serta hasil empiris sebuah teori kepada kehidupan manusia. William James juga mengungkapkan hubungan pragmatisme dengan agama melalui sebuah ajuan pertanyaan, “apakah hasilnya kalau agama menjadi pedoman hidup saya?”.
Dalam konteks sepakbola, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa sepakbola pragmatisme cenderung mengedepankan hasil dibandingkan menyajikan permainan indah, ciamik, dan menghibur. Sepabola pragmatisme lebih sering selinear dengan permainan bertahan, menunggu momen, dan memaksimalkan momen yang sedikit tersebut.
Dalam pertandingan final Liga Champions antara Liverpool dan Real Madrid, Real Madrid hanya mendapatkan 4 kali attempts namun 2 dari 4 attempts tersebut berbuah gol serta berasal dari skema permainan counter attack, walaupun gol pertama Real Madrid yang dicetak Karim Benzema dianulir wasit karena berbau offside. Namun, hal ini menggambarkan efektivitas permainan Real Madrid yang tidak membutuhkan banyak peluang namun dapat memanfaatkan sedikit peluang yang didapatkan.
ADVERTISEMENT
Peluang yang didapatkan Real Madrid pun semuanya berasal dari skema counter attacks, berbanding terbalik dengan Liverpool yang mendapatkan banyak peluang melalui skema build up. Liverpool dengan permainan menyerang memang mendapatkan banyak sekali peluang, termasuk beberapa peluang emas yang jika dikalkulasikan melalui expected goals (XG) membuktikan bahwa peluang tersebut sangat dekat untuk dikonversikan menjadi sebuah gol. Namun, Thibaut Courtouis masih terlalu tangguh untuk dapat dibobol.
Melalui permainan dengan pendekatan pragmatisme tersebut, Real Madrid sukses mengunci gelar Aporla atau gelar Liga Champions ke-14. Namun menjadi menarik untuk mendiskusikan gaya permainan dengan pendekatan pragmatisme itu sendiri.
Banyak pandit sepakbola yang memandang sebelah mata sepakbola pragmatis dengan alasan bahwa sepakbola pragmatis tidak mampu menyajikan permainan yang menghibur. Tidak ada jual beli serangan jika salah satu tim bermain pragmatis dan akhirnya pertandingan didominasi hanya oleh satu tim saja.
ADVERTISEMENT
Sepakbola pragmatis pun mendapatkan kritik dengan diistilahkan sebagai permainan yang "miskin taktik" karena dianggap tidak didasarkan kepada taktik permainan yang terstruktur dan sistematis. Istilah miskin taktik ini sendiri menjadi populer setelah sering dilontarkan oleh Justinus Lhaksana, atau akrab disapa Coach Justin. Dirinya menganggap tim atau pelatih yang hanya mengandalkan satu taktik permainan sebagai tim atau pelatih yang miskin taktik. Beliau pun sangat sering menyindir beberapa tim atau pelatih kenamaan di Eropa sebagai tim atau pelatih yang miskin taktik. Sindiran ini sering disampaikan Coach Justin dalam beberapa talkshow sepakbola yang berada di berbagai channel Youtube.
Tim seperti AC Milan yang dijuluki sebagai tim yang bermain dengan "grasa-grusu" dan hanya mengandalkan fighting spirit tanpa taktik yang jelas. Ataupun Carlo Ancelotti dan Jose Mourinho yang sering disebut sebagai pelatih miskin taktik karena hampir selalu menggunakan taktik dan line-up yang sama dalam setiap pertandingan.
ADVERTISEMENT
Walaupu begitu, tim serta pelatih yang disebut miskin taktik ini mampu meraih gelar juara seperti AC Milan yang sukses meraih scudetto pertamanya dalam 11 tahun, Carlo Ancelotti yang sukses mempersembahkan gelar Aporla kepada Real Madrid, serta Jose Mourinho yang mengantarkan AS Roma menjadi juara pertama dalam gelaran UEFA Conference League.
Hal ini menjadi bukti bahwa sepakbola pragmatis bukan berarti berjalan berlawanan dengan kemampuan sebuah tim dalam merengkuh gelar juara. Sepakbola pragamtis yang identik dengan permainan bertahan yang cenderung membosankan juga dapat mengantarkan sebuah tim menjadi kampiun dalam gelaran turnamen sepakbola.
Mengutip kalimat legendaris Sir Alex Ferguson "permainan menyerang membuatmu memenangkan pertandingan namun bermain bertahan membuatmu memenangkan trofi."
Sekali lagi selamat untuk para tim miskin taktik namun kaya trofi!
ADVERTISEMENT