Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Umat Manusia
1 April 2018 10:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Gerry Indradi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada tiga penemuan yang mengubah kehidupan umat manusia sejauh ini. Ketiga penemuan tersebut adalah api, roda, dan listrik. Namun ada penemuan besar berikutnya yang akan membawa dampak yang lebih besar daripada tiga penemuan tersebut di atas. Kecerdasan buatan, atau yang lebih dikenal dengan Artificial Intelligence akan merevolusi kehidupan umat manusia. Artificial Intelligence yang saat ini masih lebih banyak digunakan di dunia digital akan jauh merambah ke kehidupan sehari-hari ketika mobil, pesawat, dan kapal sudah bergerak tanpa perlu diawaki.
ADVERTISEMENT
Terminologi Artificial Intelligence pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 melalui konferensi iptek di Darthmouth, Amerika Serikat. Konferensi tersebut mengumpulkan para ahli di bidang matematika, ahli bahasa, psikologi, dan para insinyur guna mendiskusikan konsep mesin yang mampu berpikir secara mandiri tanpa campur tangan manusia.
Sejak saat itu, konsep Artificial Intelligence sudah berkembang pesat dan secara umum dipahami sebagai cabang ilmu komputer yang berkaitan dengan pengembangan sistem digital dengan kemampuan belajar dan pengambilan keputusan selayaknya manusia.
Persepsi Publik Terhadap Artificial Intelligence
Ketika ditanya mengenai dampak Artificial Intelligence terhadap kehidupan manusia, Stephen Hawking pernah menyatakan bahwa Artificial Intelligence merupakan awal dari kepunahan ras manusia. Stephen Hawking bukanlah satu-satunya yang memiliki pandangan negatif terhadap Artificial Intelligence.
ADVERTISEMENT
Elon Musk juga mengatakan bahwa Artificial Intelligence merupakan ancaman terbesar keberlangsungan ras manusia. Pendiri perusahaan Tesla itu merupakan salah satu kritikus paling keras terhadap pelanggaran privasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi yang mengandalkan Artificial Intelligence.
Namun, pihak industri tidak tinggal diam untuk membentuk persepsi positif publik terhadap Artificial Intelligence. Pada tahun 2016, Amazon, Apple, Google, IBM, dan Microsoft membetuk jaringan bernama “Partnership on AI” sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap potensi kontribusi Artificial Intelligence terhadap kehidupan manusia. Seolah mereka bersabda, suka atau tidak, perkembangan Artificial Intelligence tidak akan terhentikan.
Pengaruh Artificial Intelligence pada Umat Manusia
Seluruh aspek kehidupan manusia akan dipengaruhi oleh algoritma Artifical Intelligence dalam kurun waktu 20 tahun ke depan. Pada awalnya teknologi Artificial Intelligence lebih banyak digunakan di sektor industri teknologi informasi. Google, Facebook, Alibaba, dan Amazon tercatat sebagai pengguna terbesar teknologi Artificial Intelligence.
ADVERTISEMENT
Namun, penggunaan Artificial Intelligence sudah merambah ke sektor-sektor lainnya seperti manufaktur, keuangan, media, tambang, transportasi, kesehatan, pertahanan, dan bahkan industri hiburan. Ke depannya, tidak ada aspek kehidupan manusia yang tidak tersentuh oleh Artificial Intelligence.
Saat ini Artificial Intelligence bahkan sudah digunakan untuk memilih pelamar pekerjaan. Johnson & Johnson, Unilever, Nvidia, dan Hotel Hilton hanyalah segelintir perusahaan besar yang sudah mulai beralih kepada Artificial Intelligence untuk menyortir dan memilih para pelamar pekerjaan yang jumlahnya mencapai jutaan tiap tahunnya.
Perusahaan-perusahaan orkestra juga bahkan sudah mulai beralih kepada Artificial Intelligence untuk menentukan musisi terbaik yang akan mereka rekrut.
Artificial Intelligence bahkan sudah mulai digunakan untuk menentukan apakah nasabah mendapat pinjaman perbankan atau tidak. Ping An, sebuah perusahaan asuransi di Tiongkok, sudah menggunakan Artificial Intelligence untuk mempelajari karakter dari nasabahnya yang hendak melakukan pinjaman dana.
ADVERTISEMENT
Program komputer mereka mempelajari lima puluh ekspresi muka guna menentukan apakah mereka jujur atau tidak ketika menjawab pertanyaan seputar rencana mereka terkait dengan pengembalian pinjaman.
Contoh-contoh di atas hanyalah segelintir dari bagaiman Artificial Intelligence sudah mulai menentukan arah hidup manusia dan ke depannya, peran mereka akan semakin besar. Menurut International Data Corporation (IDC), sebuah perusahaan konsultasi Amerika Serikat, corporate market value Artificial Intelligence pada tahun 2017 adalah USD 12 miliar dan akan melonjak menjadi USD 58 miliar pada tahun 2021.
McKinsey Global Institute memiliki prediksi yang lebih fantastis. Dua puluh tahun mendatang, nilai ekonomi Artificial Intelligence mereka perkirakan berada di angka USD 2,7 triliun.
Tiongkok sudah mengantisipasi perkembangan Artificial Intelligence dengan cara membangun pusat pengembangan Artificial Intelligence mereka sendiri. Berdasarkan laporan Kantor Berita Xinhua, Pemerintah Tiongkok berencana untuk membangun kompleks industri pengembangan Artificial Intelligence senilai 13,8 miliar yuan (setara dengan USD 2,12 miliar) di bagian barat kota Beijing.
ADVERTISEMENT
Kompleks industri ini nantinya akan dihuni oleh lebih dari 400 perusahaan di bidang pengembangan Artificial Intelligence dan juga akan akan berfungsi sebagai pusat pengembangan teknologi Artificial Intelligence. Kompleks industri ini diharapkan memiliki output produksi sebesar 400 miliar yuan (atau setara dengan USD 63 miliar) pada tahun 2040.
Bagaimana dengan Indonesia?
Mari kita akui, Indonesia sudah tertinggal jauh dalam masalah pengembangan Artificial Intelligence. Infrastruktur pendukung keberadaan startups di bidang ini saja masih minim. Belum terasa kolaborasi yang kuat antara pemerintah, akademisi, dan pelaku usaha dalam pengembangan Artificial Intelligence di Indonesia.
Kalau saja kecerdasan bangsa Indonesia tidak terlalu difokuskan kepada permasalahan Pilkada, Pemilu, dan isu perpolitikan lainnya, mungkin kita mampu untuk turut serta dalam hiruk pikuk dunia mempersiapkan diri menuju dunia berbasis Artificial Intelligence. Bangsa lain sudah memikirkan bagaimana menciptakan mobil yang mampu berjalan sendiri. Kita masih dalam tahap memikirkan subsidi bensin agar mobil bermesin diesel masih mampu berjalan.
ADVERTISEMENT