Upaya Indonesia dalam Menghadapi Krisis Myanmar

Gevania Salma
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta
Konten dari Pengguna
6 Desember 2022 23:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gevania Salma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Demonstrasi akibat kudeta militer di Myanmar (shutterstock.com)
zoom-in-whitePerbesar
Demonstrasi akibat kudeta militer di Myanmar (shutterstock.com)
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian dari wilayah Asia Tenggara, Indonesia memiliki peran yang aktif di kawasan. Peran aktif tersebut ditunjukkan melalui respons, posisi, dan kebijakan luar negeri yang diambil terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara. Salah satu peristiwa yang menjadi fokus perhatian yaitu krisis akibat kudeta di Myanmar.
ADVERTISEMENT
Negeri seribu pagoda telah mengalami krisis akibat kudeta sejak 1 Februari 2021. Kudeta tersebut dilatarbelakangi oleh militer Myanmar (Tatmadaw) yang menolak hasil pemilihan umum dengan dalih terdapat kecurangan. Dalam pemilihan umum tersebut, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi memenangkan 83 persen kursi parlemen dan Tatmadaw hanya memenangkan 6 persen kursi parlemen.
Tatmadaw menahan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa pimpinan dari partai penguasa. Kemudian, Tatmadaw menyatakan keadaan darurat dan menyerahkan kekuasaan kepada Panglima Militer Min Aung Hlaing. Sejak saat itu, rezim militer kembali menguasai pemerintahan Myanmar.
Kudeta mengakibatkan gelombang demonstrasi, kekerasan, hingga peperangan antara kubu militer, pemberontak sipil, dan Pasukan Pertahanan Rakyat. Pada Januari 2022, situasi krisis di Myanmar telah menyebabkan 12.000 warga sipil ditangkap secara paksa, 1.500 orang tewas, 14,4 juta orang terjebak dalam kemiskinan, dan pengungsi mencapai 230.000 orang. Kekacauan itu bertambah seiring dengan meluasnya pandemi Covid-19 di Myanmar.
ADVERTISEMENT
Meskipun dampak krisis akibat kudeta telah jelas merugikan bagi rakyat Myanmar, tetapi respons yang diberikan dalam lingkup regional berbeda-beda. Di satu sisi, Vietnam, Filipina, Kamboja, Thailand, dan Laos menganggap kudeta sebagai masalah dalam negeri Myanmar. Di sisi lain, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam menyampaikan keprihatinan mendalam dan menyerukan kepada pihak-pihak terkait di Myanmar untuk menjunjung prinsip demokrasi.
Pada 1 Februari 2021, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia memberikan respons resmi sebagai berikut:
“Indonesia Meminta Semua Pihak di Myanmar untuk Melakukan Pengendalian Diri”
1. Indonesia sangat prihatin atas perkembangan politik terkini di Myanmar.
2. Indonesia menyerukan agar prinsip-prinsip Piagam ASEAN dipatuhi, di antaranya ketaatan pada hukum, pemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi, dan pemerintahan yang konstitusional.
ADVERTISEMENT
3. Indonesia menggarisbawahi bahwa perselisihan terkait hasil pemilihan umum kiranya dapat diselesaikan dengan mekanisme hukum yang tersedia.
4. Indonesia mendesak semua pihak di Myanmar untuk menahan diri dan mengedepankan pendekatan dialog dalam mencari solusi atas permasalahan agar tidak memperburuk kondisi.
Pada 28 Februari 2021, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia memberikan respons lebih lanjut sebagai berikut:
“Pernyataan tentang Perkembangan Situasi di Myanmar”
1. Indonesia sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Myanmar yang menimbulkan korban luka dan korban jiwa.
2. Indonesia menyampaikan belasungkawa terdalam kepada para korban dan keluarga mereka.
3. Indonesia mendesak aparat keamanan untuk menahan diri dari penggunaan kekerasan untuk menghindari korban lebih lanjut dan mencegah situasi memburuk.
Berdasarkan respons tersebut, Indonesia berada pada posisi yang selalu mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar. Indonesia mendorong penyelesaian masalah dan peralihan demokrasi secara inklusif, dialogis, serta menghindari kekerasan dan jatuhnya korban. Indonesia mengharapkan agar prinsip-prinsip dalam Piagam ASEAN selalu dijunjung, serta menekankan pentingnya pemberian akses kemanusiaan dan kunjungan kepada semua tahanan.
ADVERTISEMENT
Upaya dan kontribusi Indonesia dalam menghadapi krisis telah terlihat sejak awal terjadinya kudeta. Presiden Indonesia Joko Widodo dan mantan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin menyerukan perlunya untuk mengadakan pertemuan antara Menteri Luar Negeri ASEAN. Melalui pertemuan tersebut, para Menteri Luar Negeri diharapkan untuk membahas penyelesaian krisis politik di Myanmar.
Indonesia juga melakukan shuttle diplomacy sebagai upaya dalam berdiskusi dan berkontribusi mencari solusi terbaik untuk mengatasi situasi terkini di Myanmar. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengunjungi Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand. Pembicaraan dalam kunjungan tersebut bertujuan untuk membangun konsensus di ASEAN tentang krisis politik yang sedang berlangsung di Myanmar.
Dalam ASEAN Leaders Meeting (ALM) yang diselenggarakan pada 24 April 2021 di Jakarta, Indonesia berhasil membuat negara-negara ASEAN menyepakati Five-Point Consensus (5PC) yang menjadi pegangan bagi ASEAN dalam membantu menyelesaikan krisis akibat kudeta di Myanmar. Lima poin konsensus itu terdiri atas:
ADVERTISEMENT
1. Kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya.
2. Pentingnya dialog konstruktif di antara semua pihak terkait guna mencari solusi damai untuk kepentingan rakyat.
3. Utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN.
4. ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui ASEAN Coordinating Centre For Humanitarian Assistance (AHA Centre).
5. Utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait.
Indonesia selalu melibatkan, berkomunikasi, dan berkonsultasi dengan semua pihak sebagai upaya mengatasi krisis akibat kudeta di Myanmar. Namun, krisis masih terus berlanjut dan penerapan Five-Point Consensus (5PC) masih kurang efektif. Hal itu menjadi salah satu tantangan bagi Indonesia yang menjabat sebagai Ketua ASEAN 2023.
ADVERTISEMENT
Indonesia diharapkan dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dalam mengkoordinasikan anggota ASEAN untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan Krisis Myanmar dan mendorong penerapan Five-Point Consensus (5PC) yang lebih efektif. Meskipun tidak berwenang mencampuri urusan domestik, Indonesia bisa mengambil peran untuk membantu dalam mengarahkan Myanmar menuju cara-cara damai untuk menghentikan kekerasan dan eksodus pengungsi. Dengan begitu, Indonesia dapat menunjukkan peran aktifnya dalam memperkuat stabilitas dan perdamaian kawasan.