Konten dari Pengguna

Geliat Inovasi di Masa Pandemi

Ganis Garnisa
Diplomat Indonesia. Peserta Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (SESDILU) 72
20 Mei 2022 13:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ganis Garnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi inovasi. Foto: freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi inovasi. Foto: freepik
ADVERTISEMENT
Pandemi covid-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 lalu telah mengubah seluruh tatanan kehidupan kita. Hampir semua sektor dan lini terkena imbasnya. Beberapa sektor ekonomi penting jatuh terpuruk. Banyak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tidak mampu bertahan, hingga akhirnya terpaksa gulung tikar.
ADVERTISEMENT
Imbas pandemi covid-19 terhadap industri kreatif juga tidak kalah masif. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno menyebut bahwa lebih dari 80 per sen pelaku usaha kreatif ikut merasakan dampaknya. Ada yang harus mengurangi jumlah pekerja, mengurangi jam kerja, bahkan terpaksa berhenti beroperasi sepenuhnya.
Dampak pandemi terhadap dunia pendidikan juga sangat serius. Untuk mencegah penularan lebih luas, pemerintah mengambil kebijakan untuk menutup sekolah-sekolah dalam waktu yang cukup lama. Artinya, dalam periode tersebut anak-anak telah kehilangan kesempatan belajar; dan ini berpotensi membuat capaian pendidikan Indonesia menjadi semakin jauh tertinggal. Pada skor Program for International Student Assessment (PISA) yang diukur oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2018, Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara dalam kompetensi membaca; peringkat 72 dari 78 untuk matematika, dan peringkat 70 dari 78 negara dalam kompetensi sains. Menurut pakar pendidikan, ditutupnya sekolah selama 3 bulan saja bisa menimbulkan dampak learning loss yang setara dengan 1 tahun, bahkan lebih.
ADVERTISEMENT
Sebagai upaya untuk beradaptasi, sekolah dan para guru mulai menerapkan pembelajaran jarak jauh. Ruang kelas berpindah ke rumah-rumah. Interaksi guru dan murid hanya bisa dilakukan lewat gawai. Ini pun masih ada kekurangannya. Pertama, tidak semua murid memiliki komputer pribadi atau ponsel pintar dengan akses internet yang memadai. Kedua, saat pembelajaran dilakukan secara daring, perhatian anak-anak cenderung lebih mudah teralihkan. Umumnya mereka mudah bosan, kurang semangat mengikuti pelajaran, dan mengeluhkan zoom fatigue.
Sebenarnya pandemi tidak selamanya berdampak negatif. Lihat saja di sekeliling kita, banyak juga bisnis-bisnis baru yang bermunculan. Sama halnya dengan dunia pendidikan. Di tengah berbagai keterbatasan, ternyata banyak juga sekolah yang mampu membuat kegiatan belajar mengajar berlangsung efektif, bahkan terlihat lebih maju dengan berbagai inovasi yang mereka terapkan. Kuncinya memang hanya satu: kemampuan untuk berpikir kreatif disertai daya juang yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini adalah catatan pribadi penulis yang ikut mengamati bagaimana masyarakat kita beradaptasi dengan “new normal”; dan bagaimana Indonesia berinovasi dan memanfaatkan peluang-peluang di masa pandemi.
Pandemi menumbuhkan semangat merintis bisnis
Salah satu fenomena paling menarik yang penulis amati sejak awal pandemi adalah kemunculan usaha-usaha mikro baru. Jenis usaha yang paling terlihat menjamur saat itu adalah bisnis kuliner lokal rumahan. Di daerah tempat tinggal penulis di kawasan Tangerang Selatan, satu dari lima rumah menjalankan usaha mikro di bidang kuliner. Awalnya, penulis berpikir mereka pasti hanya ikut-ikutan karena punya waktu lebih banyak di rumah. Tapi, ternyata banyak juga dari mereka yang serius ingin merintis usaha dan mendaftarkan usaha mikro mereka melalui One Stop Service (OSS).
ADVERTISEMENT
Antusiasme tinggi ini menunjukkan bahwa setidaknya di daerah tempat tinggal penulis, warga masyarakat setempat cukup sigap menangkap peluang. Mereka paham bahwa meskipun dalam kondisi pandemi, kebutuhan akan makanan tidak akan berkurang. Ketika mengunjungi situs Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), penulis melihat bahwa ternyata pada bulan Oktober 2020 memang telah terjadi lonjakan pendaftar Nomor Ijin Berusaha (NIB) di sektor usaha mikro. Jumlahnya mencapai 353.478 pemohon, atau 91,3% lebih banyak dibandingkan bulan sebelumnya.
Pelaku bisnis yang relatif sudah lebih mapan melihat pandemi sebagai kesempatan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan lebih baik, dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Sangat menarik mengamati kegigihan pengusaha kuliner Indonesia berlomba-lomba mengembangkan produk masing-masing. Penulis melihat banyak dari mereka yang memanfaatkan tren meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi makanan sehat dengan menawarkan paket menu dengan gizi lebih seimbang. Tidak mau ketinggalan, penjual jamu pun ikut meraup keuntungan dengan menjual minuman kesehatan empon-empon. Penjual ramen yang sebelumnya hanya melayani makan di tempat, kini memiliki varian ramen beku yang bisa konsumen beli untuk dimasak di rumah. Tidak berhenti disitu, para pelaku usaha kuliner ini juga mengemas produk mereka dengan cara yang unik dan kreatif sehingga produk mereka bernilai tambah dan lebih berdaya saing di mata konsumen.
Ilustrasi pelaku UMKM. Foto: freepik
Mobilitas masyarakat yang serba terbatas juga dilihat sebagai peluang. Banyak pelaku usaha kuliner yang kemudian mengemas produknya sebagai hantaran yang dapat dipesan dan diantar ke rumah teman maupun saudara yang sedang isolasi mandiri. Beberapa bahkan terlihat berkolaborasi dengan pengerajin masker kain untuk melengkapi paket hantaran mereka. Tren ini terus meningkat seiring dengan tibanya hari raya. Sebagian besar UMKM kuliner yang penulis amati saat itu juga sudah mulai memanfaatkan platform e-commerce untuk memperluas jangkauan pasar. Ini juga merupakan jurus jitu untuk bertahan di masa pandemi.
ADVERTISEMENT
Industri kreatif yang adaptif
Sektor ekonomi lainnya di Indonesia yang juga banyak mendapat sorotan adalah industri kreatif. Pandemi membuat industri perfilman mandek akibat terhentinya proses produksi dan penutupan bioskop. Industri pertunjukan dan konser musik juga terhenti untuk sementara. Namun di luar itu, sub-industri ekonomi kreatif lainnya seperti industri fashion, kriya, dan digital terbilang paling cepat bangkit. Tentunya, hal ini tidak terlepas dari kreativitas dan kecepatan industri tersebut untuk beradaptasi dengan situasi yang ada.
Gara-gara pandemi, timbul ide para pelaku industri fashion untuk memproduksi masker kain dan aksesorisnya. Artinya, ada peluang baru yang secara langsung mereka manfaatkan. Ketika pelaku industri fashion kehilangan kesempatan untuk memasarkan produk mereka di toko retail, mereka dengan sigap beralih ke berbagai platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, Lazada dan Blibli.com. Ketika berpromosi lewat fashion show tidak dimungkinkan, mereka bisa membuat acara fashion show sendiri secara virtual atau memanfaatkan media sosial seperti Instagram, Facebook dan Tik Tok.
ADVERTISEMENT
Di kala pandemi, masyarakat terpaksa menghabiskan sebagian besar waktu di rumah. Kondisi ini dilihat sebagai peluang oleh para pembuat game atau game developer Indonesia untuk berkreasi, menjual, sekaligus mempopulerkan game online buatan mereka melalui kanal-kanal media sosial. Industri game Indonesia yang semula diperkirakan ikut melambat atau menurun akibat pandemi ternyata mampu bertahan, bahkan terus bertumbuh. Meskipun terseok-seok, industri film Indonesia juga masih bisa bertahan dengan adanya aplikasi-aplikasi streaming film berbayar yang bisa membawa film-film yang sedang tayang di bioskop ke penonton di rumah tanpa kehilangan pendapatan.
Inovasi para penyelenggara pertunjukan musik melalui penyelenggaraan konser musik virtual dan konsep drive-in concert juga hadir untuk memenuhi keinginan masyarakat untuk menikmati konser musik dengan aman. Inovasi ini juga telah menjadi solusi bagi para musisi yang kehilangan panggung di masa pandemi.
ADVERTISEMENT
Perubahan kebiasaan masyarakat di era "new normal" juga menjadi peluang bisnis bagi para pelaku industri kriya. Ketika kita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, kita jadi lebih termotivasi untuk mendekorasi rumah agar lebih nyaman dan terlihat lebih estetis. Inovasi dari segi produk pun dilakukan untuk beradaptasi dengan meningkatnya permintaan pasar akan produk mebel interior dan eksterior, serta pernak-pernik dekorasi rumah. Sebagaimana pelaku usaha lain, inovasi dari segi promosi dan pemasaran juga dilakukan oleh pelaku industri kriya dengan membuka galeri virtual di berbagai media promosi digital.
Mungkin selama ini kita cenderung pesimis karena kita terlalu berfokus pada terpuruknya sektor pariwisata Bali. Padahal, ekonomi masyarakat di Bali masih bisa ditopang oleh banyaknya seniman kriya yang hebat dalam mengkreasi segala produk budaya.
ADVERTISEMENT
Belajar berinovasi dan berinovasi dalam mengajar
Geliat inovasi juga terlihat di dunia pendidikan Indonesia. Untuk menyiasati keterbatasan pemilikan dan penguasaan teknologi, para guru di berbagai daerah di Indonesia mulai melakukan inovasi dalam cara mereka mengajar. Sebagian guru meluangkan waktu untuk mendatangi rumah-rumah siswa yang tidak bisa ikut kegiatan belajar secara daring karena tidak memiliki gawai. Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara tatap muka di rumah siswa dengan mematuhi protokol kesehatan.
Dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, para guru berbagi cerita seputar inovasi belajar yang mereka terapkan pada peserta didik mereka. Guru-guru yang lebih muda dan lebih akrab dengan teknologi dan media sosial terlihat mampu beradaptasi dan berinovasi dengan lebih cepat. Banyak diantara mereka yang memadukan materi ajar dengan permainan, video, proyek-proyek sains dan sosial, sambil sesekali membuat kuis lewat aplikasi interaktif seperti Kahoot!, Quizizz, Mindoo, dan lain-lain. Para siswa juga diberi kesempatan untuk memamerkan proyek yang mereka garap di media sosial seperti YouTube dan Instagram.
ADVERTISEMENT
Pihak sekolah juga turut berinovasi dengan menyelenggarakan kunjungan virtual ke tempat-tempat wisata dan museum. Di dalamnya terdapat fitur dan sesi interaktif dimana para siswa bisa menyampaikan pertanyaan atau komentar mereka. Berbagai inovasi yang dilakukan oleh para guru dan sekolah tersebut mendapat respons cukup baik dari peserta ajar. Para siswa merasa kegiatan belajar menjadi lebih kondusif, minat belajar dan keinginan untuk lebih aktif di kelas juga meningkat. Selain itu, para siswa juga menjadi lebih termotivasi untuk berkompetisi.
Satu hal yang sangat menarik sekaligus mengagumkan bagi penulis adalah inisiatif para guru untuk merancang media pembelajaran berbasis android dengan menggunakan aplikasi seperti iSpring dan Smat Apps Creator, seperti yang dilakukan oleh seorang guru kimia di SMAN 7 Palangkaraya. Guru tersebut berhasil mengembangkan media belajar yang dapat diakses dengan gawai di tangan siswa di mana saja meskipun tanpa jaringan internet.
ADVERTISEMENT
Memang benar bahwa pandemi adalah disrupsi. Namun, jangan sampai kita lupa bahwa daya juang masyarakat Indonesia yang tinggi telah melahirkan berbagai inovasi yang menjadi solusi tidak hanya untuk permasalahan saat ini, tapi juga untuk berbagai tantangan di masa depan.