Konten dari Pengguna

Merasa Tidak Berhak Atas Pencapaiannya? Kenali Ciri-Ciri Impostor Syndrome

Ghazan Athar Krisna
Mahasiswa Psikologi Universitas Pembangunan Jaya.
12 Desember 2022 16:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ghazan Athar Krisna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Meragukan dirinya seorang impostor, meskipun kenyataannya bukan. Sumber : Paint.
zoom-in-whitePerbesar
Meragukan dirinya seorang impostor, meskipun kenyataannya bukan. Sumber : Paint.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pasti sudah tidak asing lagi kata “Impostor” untuk terdengar di telinga kita. Dan tentu hal itu wajar, karena setelah maraknya game “Among Us” ditahun 2020, kata-kata seperti “Impostor” sering diucapkan oleh orang-orang sekitar. Dan perlu saya ingatkan, impostor yang akan saya bahas pada hari ini bukanlah Impostor yang menyabotase peralatan dan membunuh semua rekan yang ada disuatu pesawat luar angkasa.
ADVERTISEMENT
Jadi, Impostor seperti apa sih yang kita bahas? Nah, Sesuai judul yang sudah saya berikan, hal yang akan dibahas adalah tentang Impostor Syndrome. Sesuai dengan namanya, Impostor berarti penipu, bukan bagian dari suatu kelompok. Dapat diartikan bahwa Impostor Syndrome merupakan sebuah perasaan bahwa seseorang merasa dirinya adalah seorang penipu. Impostor Syndrome, disebutkan oleh Clance dan Imes (1978), seorang penemu dari Impostor Syndrome, pada jurnal penelitian (Wulandari & Tjunding, 2007), merupakan sebuah perasaan pada seseorang dimana orang tersebut adalah seorang penipu, bahwa dirinya bukanlah dirinya yang sebenarnya, bahwa setiap kesuksesan tidak pantas didapatkan olehnya karena bukan sesuai kadar kemampuannya, dan biasanya mengalihkan hasil kesuksesan tersebut disebabkan karena faktor eksternal, seperti keberuntungan, kesalahan proses penilaian, dan bantuan dari orang lain.
ADVERTISEMENT
Jadi penasaran ga sih, ciri-cirinya Impostor Syndrome itu seperti apa? Yuk, kita simak ciri-ciri dari Impostor Syndrome!

Cemas dan Distress

Setiap orang sudah pasti pernah merasakan yang namanya kecemasan. Misal ketika kita akan melakukan interview untuk sebuah pekerjaan atau ketika kita ingin pergi ke kencan pertama, pasti kita akan merasa deg-degan karena kita takut kalau kita akan mengacaukannya sehingga menimbulkan kecemasan.
Nah, teman-teman. Ternyata Impostor Syndrome memiliki keterkaitannya dengan kecemasan loh. Apalagi kepada para mahasiswa baru yang belum mengenal lingkungan barunya. Mahasiswa baru yang masih belum mengerti apa yang harus dilakukan di lingkungan perkuliahannya baik itu secara tugas ataupun hal lainnya akan menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Dinyatakan oleh Ati dkk pada tahun 2015 pada jurnal penelitian (Rohmadani & Winarsih, 2019), bahwa Impostor Syndrome berkontribusi sebanyak 17,5% pada kecemasan secara akademik pada mahasiswa-mahasiswa baru. Ati dkk pada tahun 2015 dari penelitian jurnal (Rohmadani & Winarsih, 2019) juga menyebutkan bahwa Impostor Syndrome terjadi karena seseorang belum merasa akrab dengan posisi atau peran baru mereka. Dan itu hanyalah perasaan pada mahasiswa baru di lingkungan, bayangkan jika ternyata situasinya di dunia kerja baru atau mungkin dia sedang berpergian ke negara baru untuk mencari pekerjaan atau mencari edukasi yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Karena Impostor Syndrome dan kecemasan memiliki keterkaitan satu sama lain. Sangat mungkin jika perasaan tersebut berlanjut secara terus menerus, dapat menyebabkan seseorang untuk mengalami depresi akibat dari tekanan psikologis yang diterima seseorang yang memiliki Impostor Syndrome. Disebutkan dari jurnal komentar oleh (Chandra et al., 2019), bahwa Impostor Syndrome terasosiasi secara kuat dengan tekanan-tekanan psikologis, terutama depresi dan kecemasan, dan dapat memicu terjadinya kelelahan yang besar secara mental atau burnout.

Mulai Duluan, Selesai Terakhir

Kalian pernah tidak memulai suatu pekerjaan dan menunggu hingga waktu tenggat terakhir sebelum benar-benar mengumpulkannya? Nah, perilaku tersebut merupakan salah satu karakteristik dari Impostor Syndrome. Biasanya, orang yang punya Impostor Syndrome selalu memulai suatu tugas atau pekerjaan lebih awal.
ADVERTISEMENT
Bisa dikatakan, ketika seseorang menerima tugas tersebut, dia akan langsung memulainya. Namun, sebelum dia memulai pekerjaan tersebut, dia akan melakukan persiapan-persiapan yang mungkin bisa dikatakan berlebihan. Seperti ketika seorang mahasiswa diberi tugas membuat artikel, lalu dia membaca 3 sampai 4 jurnal sampai 10 kali. Semua karena dia cemas akan pekerjaan yang akan dia lakukan. Dan ketika dia selesai, dia biasa menunggu hingga waktu akhir sebelum mengumpulkan hasil tugas tersebut. Disebutkan oleh Clance dan Imes (1978) dari jurnal (Wulandari & Tjunding, 2007) dalam pengamatannya, bahwa perilaku yang dimunculkan oleh orang yang memiliki Impostor Syndrome adalah rajin dan pekerja keras. Perilaku ini dimunculkan dengan alasan untuk menutupi perasaan ketidak-mampuannya, dan perasaan ini pun sering muncul secara konstan. Dan akibatnya, mereka menjadi lebih sering bekerja keras dalam setiap pekerjaan yang mereka berikan, demi menutupi perasaan bahwa mereka tidak kompeten.
ADVERTISEMENT
Hal ini bisa dikatakan sebagai sebuah siklus atau cycle yang terjadi pada orang-orang yang memiliki Impostor Syndrome ini. Bayangkanlah dalam sebuah suasana perkantoran, ada seseorang yang ketika mendapatkan pekerjaan dia akan bekerja keras dan ketika mendapatkan pekerjaan lagi dia akan bekerja keras. Dan akan terus begitu sampai dia terkena batasnya. Mungkin serupa dengan hal yang sering kita dengar yaitu “kerja, kerja, kerja, tipes”. Nah, siklus ini adalah siklus yang diketahui sebagai “The Impostor Cycle”. Siklus Impostor, sebagaimana disebutkan oleh Clance (1985) dalam jurnal (Sakulku & Alexander, 2011), merupakan salah satu karakteristik terbesar dari Impostor Syndrome. Bentuk siklusnya adalah seperti berikut :
Pekerjaan yang menghasilkan -> Cemas akan kemampuan -> Over-preparation -> Keberhasilan yang melegakan -> Menolak tanggapan positif -> Persepsi akan ketidakmampuan yang membuat cemas dan ragu akan diri sendiri -> Kembali ke awal
ADVERTISEMENT
Bekerja keras tentu bukanlah hal yang buruk. Namun, juga ada yang namanya dengan “bekerja terlalu keras”. Ada baiknya kita juga beristirahat dan menenangkan diri sebelum melanjutkan suatu pekerjaan.
Untuk diperjelas lagi, hal tersebut diawali dari pekerjaan yang dilihat sebagai hal yang bermanfaat dan umumnya sulit. Dan ketika orang tersebut diberikan pekerjaan tersebut, dia akan merasa cemas dan akan mulai mempersiapkan diri secara berlebihan. Dan setelah dia berhasil melakukan pekerjaan tersebut, dia akan mulai menolak tanggapan-tanggapan positif dari rekan-rekannya seperti “Tidak, itu aku cuman beruntung” atau “Aku menerima banyak bantuan dari banyak teman”, meskipun pada faktanya itu merupakan hasil kerja kerasnya. Dan akibatnya dia mempersepsikan dirinya sebagai orang yang kurang kompeten dan tidak berhak mendapatkan prestasi tersebut dan akan berulang ketika mendapatkan pekerjaan yang sama lagi.
ADVERTISEMENT

"Nggak Kok, Hoki Doang"

Mungkin kalian mendengar kata ”ngga kok, cuman hoki doang itu” dari teman kalian setelah dia berhasil melakukan sebuah pekerjaan yang sulit. Nah, ini nih teman-teman, ciri ketiga yang sangat terlihat dari tipikal orang dengan Impostor Syndrome. Sebelum saya melanjutkan, kata “hoki” disini bukanlah hoki permainan olahraga dimana beberapa peluncur es memperebutkan satu keping layaknya permainan sepak bola. Melainkan, hoki yang berarti beruntung. Kata ini sering digunakan oleh orang-orang indonesia yang tergolong millenial dan gen Z.
Nah, berlanjut dari subjudul yang saya berikan, kata “ngga kok, hoki doang” merupakan salah satu bentuk orang dengan Impostor Syndrome mengalihkan hasil kerja kerasnya yang namun ditutupi dengan alasan beruntung. Disebutkan oleh Subani Chandra MD dan beberapa rekan penelitiannya dalam jurnal komentari (Chandra et al., 2019), bahwa meskipun beberapa orang-orang yang memiliki Impostor Syndrome merupakan orang-orang yang tergolong sukses, mereka menganggap diri mereka sebagai penipu dan mengatribusikan kesuksesan mereka ke faktor-faktor eksternal, yang salah satunya adalah “keberuntungan”, dan bukan pada kemampuan mereka. Suatu hal yang mungkin sepele, dan terkadang kita menanggapi hal tersebut sebagai sebuah bentuk candaan dan merupakan sarkas dari orang tersebut. Padahal terdapat kemungkinan bahwa memang begitulah perasaannya pada saat itu.
ADVERTISEMENT
Mesikpun kadang terlihat sepele kata-kata “ngga kok, cuman hoki doang”, hal tersebut lah yang bisa menjadi pemicu dari perasaan cemas yang timbul saat kita telah menyelesaikan pekerjaan yang jika diselesaikan merupakan sebuah prestasi. Namun, dengan berkata bahwa hasil kesuksesan tersebut hanyalah sebuah produk dari keberuntungan, justru perkataan tersebut lah yang akan menggigit kembali dan membuat kita yakin bahwa hal tersebut hanyalah keberuntungan dan kita hanyalah seorang penipu. Dapat dilihat dari “The Impostor Cycle” yang disebutkan oleh Clance, sang penemu fenomana Impostor Syndrome, pada tahun 1985 di jurnal (Chandra et al., 2019) pada subbab sebelumnya, terdapat bagian “menolak tanggapan positif” yang akan berlanjut ke “persepsi akan ketidakmampuan yang membuat cemas…”. Hal tersebut membuktikan bahwa perasaan bahwa hasil kerja kerasnya hanyalah produksi dari keberuntungan yang membuatnya cemas bahwa dirinya hanyalah seorang penipu yang tidak berhak atas pujian maupun pencapaian yang telah diraihnya.
ADVERTISEMENT
Wah, teman-teman. Serem ga sih, perasaan bahwa kita hanya berpura-pura padahal kita memang bekerja keras untuk mencapai tujuan kita? Karena pasti pikiran-pikiran pernah dong terlintas di pikiran kita dan mungkin tidak hanya satu atau dua kali saja. Nah, ada beberapa cara nih, bagaimana sih supaya kita ga ngerasa jadi penipu? Karena keliatannya capek banget jika kita harus kerja keras terus agar kita merasa bahwa kita bukanlah penipu.
Nah, ada beberapa cara nih teman-teman untuk mencegah Impostor Syndrome. Yang pertama adalah kita harus bisa mengakui perasaan kita, baik itu negatif ataupun positif . Dan yang kedua, yaitu untuk melawan pikiran negatif kita. Lalu yang ketiga, kita juga harus bicarakan perasaan kita nih teman-teman. Yang keempat, adalah untuk kita mengenali kekuatan dan kelemahan diri kita. Yang terakhir dan yang terpenting, adalah untuk kita menikmati kesuksesan kita yang dihasilkan dari kerja keras dan jerih payah kita.
ADVERTISEMENT
Demikianlah segala hal tentang Impostor Syndrome yang penting untuk kita ketahui. Semoga tulisan ini bersifat informatif kepada teman-teman sekalian dan semoga membantu kita untuk berpikir positif kepada diri kita sendiri. Terima kasih, teman-teman.