Konten dari Pengguna

Dari Ural Hingga Carpathian: Pendirian Kerajaan Hungaria

Ghilman Rusyda Makin
Mahasiswa Ilmu Sejarah - FISIP UNNES
27 November 2024 9:20 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ghilman Rusyda Makin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi patung Santo Stephen, yang dikenang sebagai pendiri Hungaria (Foto: Shutterstock).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi patung Santo Stephen, yang dikenang sebagai pendiri Hungaria (Foto: Shutterstock).
ADVERTISEMENT
Ketika kita melihat kondisi Eropa pada Periode Migrasi dan Abad Pertengahan, terlihat adanya perubahan kekuasaan dan batas wilayah atas gejolak yang menghantam pada saat itu. Sebelumnya, kekuatan besar seperti Romawi adalah pemegang kendali yang sulit untuk ditandingi dan menjadi elemen yang ada untuk melawan suku-suku “Barbar” yang mengancamnya. Tetapi, citranya meredup dan kekuatannya semakin hari semakin lemah, menyebabkannya terbagi menjadi dua. Walaupun begitu, Romawi Timur masih berdaya untuk mempertahankan diri hingga ratusan tahun kemudian. Sementara Barat memiliki nasib yang berbeda; serangkaian perpecahan dan konflik internal, begitu juga dengan serangan dari luar, menyebabkan kejatuhannya setelah ibukota Roma mereka dijarah.
ADVERTISEMENT
Kekosongan kekuasaan memberikan ruang baru untuk berbagai suku yang bermigrasi dan menetap di wilayah-wilayah yang sebelumnya dibawah administrasi Romawi. Dalam hal ini, provinsi timurnya yaitu Pannonia (Walaupun perbatasannya hanya mencakup sepertiga dari batas Hungaria sekarang) juga terkena serangan. Suku-suku yang berdatangan seperti Hun dan Avar terlebih dahulu sampai, terutama di Cekungan Carpathian dan membentuk entitas politik, menandingi kekuatan besar yang tersisa seperti Kekaisaran Bizantium dan kekuatan barat yang sedang tumbuh, yaitu Kerajaan Frankia. Kedatangannya tidak hanya menumbuhkan politik baru, tetapi juga mendatangkan penduduk dari luar wilayah. Situasi yang berkembang adalah hasil dari serangkaian peristiwa di Eropa sebelum kedatangan suku-suku Hungaria dari arah timur menuju Carpathian. Namun pada saat itu, apa yang dilakukan mereka? Dimana mereka tinggal?
ADVERTISEMENT
Secara asal, masih tidak diketahui secara pasti dari mana mereka menetap sebelum migrasi menuju barat. Namun, secara hipotesa menggunakan pendekatan linguistik dan bukti penemuan arkeologi, dikatakan bahwa mereka berasal dari Selatan Ural antara wilayah Bashkiria masa kini atau dekat dengan Volga. Penuturan bahasa Uralia dengan cabangnya Finno-Ugric seperti Finlandia dan Estonia membuatnya berbeda dengan kelompok bahasa lain (Indo-Eropa, Altai, dan Semit). Beberapa kata dari bahasa Turki juga ditemukan sebagai kosakata dalam kehidupan bangsa Hungaria atau Magyar, gaya hidup mereka juga mengadopsi kehidupan berkuda dan nomaden. Sehingga banyak sumber dan penulis pada awal abad pertengahan mengira mereka memiliki keterkaitan atau justru merupakan cabang dari bangsa Turki itu sendiri melihat dari kemiripan kehidupan mereka.
ADVERTISEMENT
Sebelum menuju Carpathian, suku-suku Hungaria melakukan perjalanan dari Ural menuju Kaukasus dan menetap di Levedia dibawah Kekaisaran Khazaria yang menguasai dataran luas dari Don hingga wilayah stepa. Adapun mereka melanjutkannya hingga sampai di Etelköz yang memiliki arti “Diantara sungai-sungai”; letak pastinya tidak diketahui, tetapi sumber sezaman menyebutkannya di antara Volga dan Don atau bahkan di bawah Danube sekitar tahun 850, pada saat itu mereka tidak lagi berada dinaungan Khazaria. Kehidupan mereka mulai terganggu sekitar tahun 895 ketika tempat bermukimnya diserang oleh bangsa Pecheneg yang melarikan diri dari invasi suku stepa yang lain. Ancaman yang muncul mengakibatkan suku-suku Hungaria mengungsi dan berjalan melewati Carpathian. Tahun 900, mereka selesai menduduki di dataran luas yang memiliki akses mudah terhadap air dan pasokan makanan. Kondisi politik yang kacau disekitarnya menjadi alasan mengapa suku-suku Hungaria dengan mudah menduduki Cekungan Carpathian dan aksi terkenalnya di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Setelah menetap, suku-suku Hungaria mulai mengarahkan pandangannya menuju urusan lain. Mereka berkuda dan menjarah dari satu tempat ke tempat yang lain. Bisa dikatakan yang dilakukannya tidak main-main, cerita sezaman dari tanah Moravia, Itali, Burgundi, bahkan hingga Spanyol menjadi bukti kesaksian akan kengerian mereka. Jumlahnya yang tidak begitu banyak dapat melancarkan aksinya tanpa perlawanan yang serius. Meskipun begitu, tidak sepenuhnya mereka melakukan penjarahan setiap saat, ada juga waktu mereka dipanggil untuk membantu salah satu pihak dalam konflik. Contoh nyatanya seperti Kekaisaran Bizantium yang lebih memilih tidak melawan dan beraliansi dengan orang-orang Hungaria melawan Bulgaria, tetapi hubungan keduanya seringkali tidak akur.

Arah Baru Hungaria di Carpathian

Aksi penjarahan terhadap Eropa Barat mulai berkurang drastis setelah mengalami pukulan telak pada Pertempuran Augsburg tahun 955. Keberhasilan Raja Otto dalam meredam pemberontakan dan serangan orang-orang Magyar mengukuhkan prestasi dan kekuasaannya sebagai Raja Jerman dan nantinya tahta Kekaisaran Romawi Suci. Di sisi lain, para penunggang kuda dari Carpathian yang kalah kehilangan pemimpinnya, Bulscu ditangkap dan dieksekusi di Augsburg. Tahun-tahun berikutnya, mereka berdamai dengan para penguasa barat.
ADVERTISEMENT
Sebagai bangsa yang datang dari timur, mereka memiliki perbedaan di antara tetangganya, baik dari segi budaya maupun agama. Pasang surut interaksi yang dijalin oleh bangsa Hungaria memberi sebuah jalan untuk perubahan. Hal ini terjadi pada tahun 972, ketika pemimpin tertinggi bangsa tersebut baru diangkat. Ia bernama Géza, dari Dinasti Árpád. Pemerintahannya ditandai dengan usaha konversi dari Gereja Orthodoks (Hal ini dilakukan untuk menjaga hubungan baik dengan Bizantium), feudalisasi, dan sentralisasi kekuasaan. Namun, perkembangan Orthodoks tidak berkembang pesat karena kedatangan Uskup Bruno, utusan dari Kaisar Otto Kedua di awal pemerintahan Géza. Ini menjadi tanda perubahan darinya yang memutuskan untuk mendekat kepada Gereja Roma dan Kekaisaran Romawi Suci.
Kebijakannya menimbulkan banyak pertentangan dari para pangeran dan orang-orangnya. Konflik yang memanas ini didasari atas keputusan Géza yang bersifat politik dan metodenya yang keras. Paksaan konversi menyebabkan mereka yang pagan tidak terima. Selain itu, kekuasaannya sebagai seorang pemimpin juga mendapatkan banyak perlawanan. Usaha untuk mengamankan pemerintahannya terus dilakukan, sekaligus menyiapkan sang pewaris berikutnya siap untuk naik menggantikannya. Putranya yang bernama Stephen (Sebelumnya bernama Vajk), menikah pada tahun 996 dengan Gizella, putri Henry, penguasa Bavaria. Ini adalah pertama kalinya ikatan pernikahan antara bangsawan Hungaria dengan keluarga bangsawan barat. Stephen kemudian naik menggantikan ayahnya yang meninggal pada tahun 997.
ADVERTISEMENT
Seperti ayahnya, kenaikan Stephen juga menghadapi berbagai perlawanan, termasuk dari keluarganya. Ilustrasi tersebut menunjukkan Stephen (Memakai mahkota) berhasil menangkap Gyula (Dirantai), pamannya sendiri.(Foto: Chronicon Pictum, Mark dari Kalt, Abad ke-14)
Melanjutkan kekuasaan ayahnya, Stephen diwarisi dengan kerajaannya yang telah perlahan berjalan menuju perubahan. Dia juga mengalami konflik serupa di awal pemerintahannya, pemberontakan pagan dan usaha klaim untuk merebut tahtanya oleh Koppány, salah satu anggota keluarga sekaligus rivalnya. Gyula, pamannya sendiri ikut menentang otoritas sang raja. Meskipun Stephen menerima banyak penentangan, dia berhasil melawan mereka. Koppány yang kalah dalam merebut tahtanya sekaligus kematiannya menyebabkan mayatnya dipotong dan disebar. Salah satunya dikirim untuk pamannya sebagai peringatan. Nasibnya terselamatkan dari hukuman berat karena ia memilih untuk menyerah.
Meskipun pemberontakan menjadi momok yang terus mengganggu sang raja, pemerintahannya tetap berjalan dan terus melakukan reformasi besar-besaran. Di bawah Stephen telah didirikan dua keuskupan agung, delapan keuskupan, dan berbagai biara dengan penetapan wilayah luasnya beserta hak untuk memungut persepuluhan. Kedekatan dengan entitas politik dan keagamaan barat ikut memengaruhi kehidupan sosial, bahasa, dan arsitektural bangsa Hungaria. Sisa bangunan dari masanya baik bangunan baru dan yang direkonstrusi ulang seperti biara Benediktin Pannonhalma memiliki bentuk sederhana. Penulisan bahasa Latin mulai diterapkan di biara-biara, bahkan Stephen juga meninggalkan tulisan untuk penerusnya Pangeran Imre berjudul Exhortations, berisikan mengenai toleransi terhadap orang asing. Peraturan negara mulai diberlakukan dengan melindungi kepemilikan, memberikan jaminan keamanan, pembagian penduduk berdasarkan kewilayahan dan garis batas. Dia membentuk sekitar 40 kewilayahan beserta benteng pelindung dengan menunjuk gubernur yang dipercaya untuk mengurusinya. Meskipun tidak semua miliknya, hampir separuhnya dibagi antara bawahannya dan gereja, dibagi hingga 12 keuskupan di bawah otoritas uskup agung Esztergom, yang kemudian uskup di Kalocsa bergabung. Perubahan yang berlaku menancapkan stratifikasi sosial di lapisan masyarakat dengan paling atas raja dan bangsawan, kemudian para pejuang bebas, dan masyarakat umum. Tradisi lama berdasarkan hubungan darah suku mulai tergantikan dengan pola kehidupan feudal. Peningkatan di Hungaria juga menyebabkan gelombang kedatangan dari luar, banyak yang mencari kehidupan baru atau keamanan di wilayah yang baru berdiri. Kepemilikan raja membuatnya berhak untuk memungut pajak, dalam hal ini dia mengambil dua pertiga pendapatan daerah, sepertiga untuk para letnannya. Raja memerintah bersama dengan senat dan dewan beranggotakan Uskup Agung Esztergom dan Nádor sebagai para penguasa lokal.
ADVERTISEMENT
Perkembangan ini bisa dikatakan jauh dari para tetangganya, usaha Stephen sebagai raja untuk menyusul ketertinggalan dengan mulai mendekat dan meniru pola pemerintahan dan kehidupan sehari-hari bertujuan untuk bisa bertahan dan bersaing dengan yang lain. Meskipun bukan yang terdepan, perubahan yang dilakukannya dapat membawa kestabilan dan perdamaian kerajaan. Citra bangsa Hungaria tidak dipandang sebagai lagi sebagai pengembara kuda barbar yang suka menjarah melainkan masyarakat feudal yang mulai terintegrasi dengan barat. Posisinya telah menjadi perhatian dari masa ke masa, menjadi pemain penting dalam kehidupan regional dan menjadi penghubung antara barat dengan timur.

Referensi:

Molnár, M. (2001). A Concise History of Hungary. (A. Magyar, Trans.). Cambridge: Cambridge University Press.
Abulafia, D., Berend, N. (2017). Medieval Frontiers: Concepts and Practices. United Kingdom: Taylor & Francis.
ADVERTISEMENT
Engel, P. (2001). The Realm of St Stephen: A History of Medieval Hungary, 895-1526. United Kingdom: Bloomsbury Publishing.