Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Gerilya: Sebuah Perang dari KESDM dan Kemendikbudristek
24 Februari 2022 16:01 WIB
Tulisan dari Ghina Suci Ramadhanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jenderal Sudirman menjalani Perang dengan taktik Gerilya dengan membentuk kelompok kecil dan dilakukan dengan diam-diam, cepat, dan fokus. Taktik ini akan menghasilkan pencapaian tujuan yang diinginkan dengan efektif. Gerilya juga dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dan Kementerian Pendidikan, Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Gerilya atau Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya ini merupakan magang yang disiapkan oleh kedua kementerian tersebut yang dituangkan pada Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
ADVERTISEMENT
Gerilya ini merupakan program magang bersertifikat selama kurang lebih 6 bulan yang nantinya akan dikonversi SKS bagi mahasiswa yang mengikutinya. Dimulai dengan pendaftaran di laman Kampus Merdeka, lalu adanya seleksi lanjutan bagi peserta yang lolos administrasi lalu ditutup dengan seleksi wawancara. Dari 1228 pendaftar, 67 mahasiswa diterima. Kelompok kecil inilah yang akan melakukan “Gerilya” untuk Indonesia.
Mahasiswa terpilih sebagai generasi muda yang akan terjun langsung membantu KESDM dalam mendukung pencapaian minimal target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 dan 31% pada tahun 2050. Hal ini beriringan dengan penurunan minyak bumi yang memiliki persentase paling banyak 25% pada tahun 2025 dan paling banyak 20% pada tahun 2050. Kelompok kecil ini akan bergerak dalam memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap pada bangunan-bangunan di seluruh Indonesia dengan potensi sebesar 32.5 GW. PLTS atap ini bisa dipasang pada sektor rumah tangga, industri, bisnis dan bangunan lainnya. Saat ini sudah 4000 pelanggan yang memasang PLTS atap, hal ini meningkat 1000 persen dibandingkan dengan awal tahun 2018 hanya 350 pelanggan.
ADVERTISEMENT
Kelompok kecil ini akan dilatih selama 2 bulan course dan 4 bulan terjun langsung ke lapangan. Kegiatan ini akan didukung langsung demi mempercepat transisi energi. Deden Kusdiana – Dirjen EBTKE menjelaskan bahwa energi surya di Indonesia memiliki potensi lebih dari 200 GW, dan pemanfaatannya hingga tahun 2020 masih pada 153 GW. Sehingga, dibutuhkan transisi energi dan percepatan pada sektor PLTS skala besar, PLTS atap dan PLTS terapung. Transisi energi ini juga didukung secara Internasional seperti Presidensi G20 dan SDGs. G20 merupakan sekumpulan Negara yang menyumbangkan energi pada level global. Seperti paparan Hari Prabowo – Kemlu-Bir PELH menjelaskan bahwa 3 prioritas G20 itu adalah strenghtning global health architecture, digital transformation dan energy transition. Beliau juga menjelaskan pentingnya pendekatan multistakeholder dalam energi baru terbarukan melalui pendekatan pemerintah, sektor swasta, akademisi dan komunitas publik. Transisi energi juga menjadi agenda dalam Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu affordable and clean energy serta climate action. Hal ini selaras dengan pembangunan berkelanjutan yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
ADVERTISEMENT
Lalu, pertanyaannya adalah apakah hanya “kelompok kecil” ini saja yang berperang dengan taktik gerilya demi mewujudkan pencapaian bauran target Energi Baru Terbarukan? Tentu tidak! Sebagai pembaca juga dapat secara tidak langsung membantu pencapaian Net Zero Emission. Net zero emission sendiri bukanlah kita tidak sama sekali menghasilkan emisi, namun arti net zero ini adalah emisi karbon yang dihasilkan dapat diserap. Dengan mengurangi emisi karbon juga bisa membantu Net Zero Emission (NET), loh! Dengan mengurangi pemakaian listrik, menggunakan transportasi umum, mengurangi memakan daging. Karena hal besar dimulai dari diri sendiri.