Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Trilema Energi Surya
27 Februari 2022 19:10 WIB
Tulisan dari Ghina Suci Ramadhanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Listrik merupakan energi yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan adanya listrik, aktivitas manusia dapat dilakukan pada malam hari. Listrik yang kita pakai kebanyakan didapatkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). PLTU ini menggunakan batu bara sebagai bahan utama. Namun, dalam penggunaannya menghasilkan emisi karbon yang dapat merusak lapisan ozon. Maka dari itu, dewasa ini sumber energi di Indonesia perlahan bergerak merubah energi yang lebih ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Terdapat trilema energi yang merupakan 3 hal yang paling krusial dan penting dalam mendeskripsikan keseimbangan energi yang dihasilkan dari pencapaian 3 dimensi. Ketiga dimensi itu adalah keamanan energi (energy security), ekuitas energi (energy equity) dan keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability). Keamanan energi merupakan terjaminnya pasokan energi sehinngga kebutuhan energi hingga anak cucu kita terpenuhi. Selanjutrnya ada ekuitas energi yang mengharuskan energi yang dapat diakses dan terjangkau untuk kebutuhan masyarakat. Terakhir, ada keberlanjutan lingkungan yang menciptakan energi secara bersi dan ramah lingkungan. Terkadang, jika membuat suatu energi terbarukan, maka ketiga aspek ini harus diperhatikan. Penerapan trilema energi ini bisa dicapai dengan penambahan kapasitas pembangkit, meratanya distribusi listrik, bertambahnya pasokan listrik dan dapat diterima oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
PLTS atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya merupakan pembangkit yang tergolong ramah lingkungan. Potensi surya di Indonesia sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa ini juga menguntungkan. Kekayaan potensi energi yang dihasilkan matahari atau surya di Indonesia sebesar 207,8 GW. Angka ini merupakan angka yang paling besar dibandingkan dengan energi yang dihasilkan dari sumber daya angin, air (75 GW), sumber daya bioenergi (32.6%), sumber daya panas bumi (23.9 GW) dan sumber daya samudera (17.9 GW). Hal ini mendukung bahwa PLTS memiliki keamanan energi dengan pasokan yang sebesar itu.
Lalu, bagaimana dengan stigma masyarakat tentang harga PLTS yang cenderung mahal? Kita tahu bahwa pemakaian batu bara sebagai sumber daya yang akan menghasilkan listrik tetap dilakukan. Padahal, proses pembakaran batu bara menjadi energi listrik akan menghasilkan emisi karbon. Hal ini dikarenakan harga dari batu bara yang cenderung murah. Lalu, apakah PLTS masih dapat disandingkan dengan batu bara? Jawabannya adalah bisa jika PLTS sebagai “investasi” masa depan. Dengan memasang PLTS, pengguna bisa menghemat penggunaan listrik yang dipakai.
ADVERTISEMENT
PLTS yang bisa dipasang oleh masyarakat atau pengguna PLN adalah PLTS atap. Sistem PLTS atap ini akan terhubung ke jaringan PLN dengan solar inverter. Saat daya PLTS ini kurang dari beban, maka kekurangan daya akan diberikan oleh jaringan PLN. Begitu pula sebaliknya jika daya lebih dari beban, kelebihan daya akan dikirim ke jaringan PLN. Kelebihan listrik ini akan dibayarkan oleh PLN dengan sistem Net Metering, yang nantinya akan menyimpan energi pada bulan selanjutnya. Sehingga, masyarakat harusnya tidak khawatir akan kelebihan daya yang dihasilkan PLTS. Tren harga untuk instalasi PLTS atap juga semakin menurun. Pada tahun 2021, nilai LCOE (Levelized Cost of Electricity) atau nilai yang digunakan untuk membandingkan biaya antar teknologi yang berbeda ini untuk rata-rata pemasangan PLTS atap di jakarta sebesar Rp. 1.600,00 / kWh. Bahkan, sistem pemasangan PLTS atap di Jakarta yang tidak menggunakan baterai diperkirakan akan lebih murah dibandingkan tarif listrik PLN pada tahun 2024. Jadi, ekuitas energi yang dihasilkan dari PLTS sudah tidak diragukan lagi.
ADVERTISEMENT
Terakhir, terdapat keberlanjutan lingkungan yang mengharuskan energi itu ramah lingkungan. PLTS sendiri merupakan energi yang dihasilkan dari enegi matahari yang kemudian akan dikonversi menjadi listrik. Proses konversi ini tidak menghasilkan emisi karbon atau gas efek rumah kaca. Seperti yang kita ketahui bahwa emisi karbon bisa berdampak pada kenaiknan suhu secara global yang akan mengakibatkan terganggunya ekosistem. Ditambah lagi, energi yang dihasilkan PLTS tidak menghasilkan limbah. Maka dari itu, PLTS atap bisa menghasilkan energi yang ramah lingkungan.
Oleh karena itu, bedasarkan trilema energi surya sangatlah penting untuk ketahanan energi, keberlanjutan lingkungan. Nantinya, diharapkan PLTS ini dapat diterima dengan baik di masyarakat dan menghasilkan transisi energi. Transisi energi ini juga akan mendukung net zero emission pada tahun 2060. Net zero emission ini diartikan bahwa emisi yang dihasilkan akan setara dengan penyerapan emisi. Nantinya, akan menghasilkan lingkungan yang lestari didukung juga dengan perkembangan industri yang ditandai dengan pemasok energi. Untuk mendukung net zero emission dapat dimulai dari skala kecil, yaitu dari diri sendiri. Dengan sadar bahwa dunia tidak baik-baik saja, maka kita harus mulai untuk merubah gaya hidup lebih hijau. Dengan perubahan pemikiran yang lebih hijau secara masif, maka akan merubah dunia. Jadi, energi dan lingkungan dapat beriringan untuk masa depan yang lebih baik, untuk anak cucu kita kelak. Jadi, masih ragu untuk memasang PLTS atap?
ADVERTISEMENT