Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kesenjangan Sosial dan Perjuangan dalam Naskah Drama Kapai-Kapai
6 Agustus 2024 16:53 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Ghina Aufa Maulida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Karya sastra adalah cermin kehidupan yang diukir dengan pena, merefleksikan segala suka dan duka manusia dalam untaian kata yang indah. Ia adalah jembatan yang menghubungkan realitas dengan mimpi, mengajak kita menjelajahi berbagai sudut pandang dan pengalaman yang mungkin belum pernah kita alami sendiri.
ADVERTISEMENT
Dari puisi yang lembut menggetarkan jiwa hingga novel epik yang membawa kita melintasi ruang dan waktu, karya sastra hadir dalam berbagai bentuk dan rupa. Namun satu hal yang mempersatukan mereka semua yaitu kekuatan untuk menggerakkan emosi, membangkitkan pemikiran, menimbulkan ide, dan memperkaya batin.
René Wellek berkata, "Sastra terbatas pada sastra imajinatif.'' Oleh karena itu, sastra berfokus pada epik, lirik, dan drama, karena di sini sifat imajinasi menunjukkan dunia mimpi dan fantasi dan ketiga hal ini mewakili dunia mimpi. Sastra merupakan hasil kreativitas sastrawan dan muncul langsung dari kehidupan orang melalui fiksi dan media bahasa. Gambaran dalam karya sastra berfungsi untuk memberikan gambaran yang hidup, menciptakan suasana khusus, serta menggambarkan imajinasi yang kuat. Selain itu juga, karya sastra berfungsi untuk menarik perhatian dan menyampaikan kesan pesan atau gambaran visual penyair.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa pengertian sastra secara umum adalah suatu cabang seni yang muncul atas dasar gagasan, perasaan, dan pemikiran yang mempunyai hubungan kreatif dengan unsur budaya yang diungkapkan melalui bahasa. Oleh karena itu, sastra diciptakan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, maka diharapkan dapat diungkapkan baik secara tersirat maupun tersurat melalui perwujudan sistem adat istiadat budaya, dan hasilnya dapat dinikmati masyarakat.
Arifin C. Noer nama lengkapnya adalah Arifin Chairin Noer. Dia dramawan, penyair, penulis skenario, serta sutradara film dan sinetron. Dia lahir di kota Cirebon, Jawa Barat, 10 Maret 1941 dan meninggal di Jakarta, 28 Mei 1995. Dia mulai menulis sejak duduk di bangku SMA di kota Solo akhir tahun 1950. Karya-karyanya tersebar di berbagai penerbitan, surat kabar, dan majalah, antara lain Indonesia, Sastra, Gelora, Basis, Suara Muhammadiyah, dan Horison. Tulisannya yang pertama berupa sajak, yang menggambarkan curahan perasaan cintanya kepada seorang gadis, Nurul Aini (1963), yang kemudian ternyata menjadi istrinya.
ADVERTISEMENT
Objek kajian artikel ini adalah naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer yang terbit pada tahun 1970 yang mengacu pada nilai pertentangan sosial dan perjuangan yang digambarkan dalam naskah. Kedua aspek ini adalah dua konsep penting dalam ilmu sosial dan filosofi kehidupan. Pertentangan sosial atau juga dikenal sebagai konflik sosial adalah situasi di mana terjadi perselisihan atau ketidaksesuaian antara individu atau suatu kelompok terkait konflik antar kelas sosial. Sedangkan perjuangan merupakan prinsip atau keyakinan yang mendorong seseorang atau kelompok untuk terus berusaha mencapai tujuan mereka meskipun menghadapi kesulitan. Aspek- aspek ini tak terhindarkan dalam dinamika sosial dan dapat muncul karena berbagai alasan.
Naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin mengungkapkan perjuangan hidup tokoh bernama Abu yang berusaha mencari kebahagiaan sejati. Selama ia hidup, ia tidak pernah menyerah dan terus mencari kebahagiaan, selama itu juga ia menemukan hal-hal menakjubkan yang terjadi di dalam kehidupan. Kapai-kapai merupakan sebuah karya Arifin C. Noer yang berkisah tentang perjuangan hidup Abu, seorang tokoh manusia yang terpinggirkan dari kehidupan nyata. Ia terperosok dalam kemiskinan materi, moral, dan spiritual. Satu-satunya hal yang membuatnya bertahan adalah harapan. Harapan yang seringkali didorong oleh keinginan untuk bahagia.
ADVERTISEMENT
Dia akhirnya mendapati dirinya terombang-ambing dalam situasi batas antara realitas terbatas dan imajinasi tanpa batas. Demi mencapai kebahagiaan yang diinginkan, Abu selalu mencari cermin tipu daya. Sebuah cermin yang hanya bisa didapatkan di toko Nabi Sulaiman di ujung dunia. Manusia harus mengenali dirinya dan tau kemana arah dan tujuan hidupnya. Drama Kapai-Kapai diisi oleh beberapa pemeran. Tokoh utamanya adalah Abu, seorang buruh yang selalu berjuang untuk bisa memenuhi segala kesenjangan sosial baik dari segi finansial maupun moralitas dan hak-haknya yang seharusnya ia dapatkan. Kemudian, Abu mempunyai seorang istrinya yang bernama Iyem, dan juga beberapa tokoh lain seperti Emak, Yang Kelam, Bulan, Majikan, Kakek, Jin, Putri, Pangeran, Bel, Pasukan yang Kelam, Kelompok Kakek, Seribu Bulan yang Goyang-Goyang, Gelandangan, dan Tanjidor.
ADVERTISEMENT
Teks drama ini terbagi menjadi lima babak dan setiap bagiannya itu memiliki judul bagian yang berbeda.
Abu: "bagaimana keduanya senantiasa selamat?"
Emak: "berkat sermin tipu daya"
Abu: "berkat cermin tipu daya, mak?"
Emak: "semuanya berkat cermin tipu daya"
Abu: "cuma berkat itu?"
Emak: "cuma berkat itu."
Emak: "nanti kau sendiri pasti tahu, nanti, pasti."
Abu: "pasti bahagia mak?"
ADVERTISEMENT
Emak: "pasti bahagia."
Sosok Emak yang memberikan pengetahuan kepada Abu, bahwasanya cermin tipu daya ini yang harus diraih oleh anaknya sekarang agar mendapatkan sumber kebahagiaan yang berarti dalam kehidupannya. Dalam kutipan " ... di mana cermin itu dapat diperoleh, mak?", " di mana cermin itu dapat dibel mak?" merupakan sebuah nilai perjuangan Abu untuk berusaha mencari tahu dan segera untuk bisa menemukan sumber kebahagiaanya itu dan Abu seseorang yang selalu meyakinkan kepada Emaknya apakah ia dapat merasakan kebahagiaan itu atau tidak.
Seribu Majikan memerintah Abu.
Seribu Majikan menjerat leher Abu.
Abu menjerit.
Seribu tangan Majikan di kepala Abu.
Abu menangis.
Kutipan di atas menggambarkan sosok Abu berada di bawah kendali banyak orang yang berkuasa atasnya, Abu yang dalam keadaan tercekik atau tertekan, Abu menunjukkan rasa sakit atas penderitaan yang diberikan oleh Majikannya, mental Abu yang sebagai seorang pesuruh ambruk tak kuasa ketika di depan majikannya, "Abu menangis" mengekspresikan kesedihan dan keputusasaan Abu. Hal ini menjadi sebuah kesenjangan sosial antara Abu dengan seorang majikannya. Di balik makna kehidupaan bahwa semua makhluk hidup ketika berada di hadapan-Nya itu semua sama, adil, dan tidak ada yang berbeda. Di samping itu, Abu yang selalu dipanggil oleh majikannya yang enggan memberikan apresiasi kepadanya sebagai seorang buruh pekerja keras, bahkan majikannya selalu bersikap tidak adil akan konflik perbedaan kelas sosial. Majikannya yang menganggap ia hanya seorang buruh miskin yang tidak mempunyai apa-apa.
ADVERTISEMENT
Majikan: "Abu!"
Abu: "Hamba Tuan."
Majikan: "Bangsat kamu! kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu daripada kerbau! (Keluar)"
Kutipan di atas menggambarkan perbedaan potret kelas bawah dan atas nampak jelas. Di mana seorang majikan yang selalu membedakan kedudukan kelas sosial. Ketika Abu menjawab panggilan majikannya yang santun, ternyata sama sekali tidak mendapatkan feedback yang baik dari seorang majikannya. Sebagai pesuruh Abu merasakan kesedihan yang mendalam setelah mendapatkan ocehan yang kurang baik dari majikannya. Tetapi, sosok Ibu yang selalu memotivasi agar Abu bisa bangkit dan bisa kembali ceria seperti semula. Emak " Anak yang ganteng tidak boleh menangis. Apakah kamu tidak malu kepada Sang Putri Rupawan?" .
ADVERTISEMENT
Rupanya dalam cerita pun diberitahukan bahwa Iyem sedang mengandung anak dari Abu. Abu adalah seorang lelaki penyayang yang selalu memberikan perhatian kepada Iyem istrinya. Abu juga yang selalu berjuang untuk memberikan keluarganya hak penuh yang semestinya didapatkan. Dalam kutipan berikut:
Iyem: "kau masih cinta pada Iyem?"
Abu: "selalu cinta. Selalu cinta."
Iyem: "kau masih sayang pada Iyem?"
Abu: "selalu sayang. Selalu sayang."
"Di manakah ujung dunia?" sebuah ungkapan yang menunjukkan nilai perjuangan tokoh Abu untuk mencari di mana ujung dunia dalam arti, sekali pun cermin tipu daya sebagai simbol kebahagiaan itu berada di ujung dunia, Abu rela menjelajahinya demi meraih sebuah kebahagiaan yang selama ini diinginkannya.
ADVERTISEMENT
Kakek: "begitulah. Ketika kau mati kau akan sampai di sana"
Abu: "harus sampai ke batas mati untuk sampai ke sana."
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa Abu telah menemukan kisi-kisi untuk menemukan ujung dunia yaitu kematiaan. Pada titik kematianlah Abu akan sampai di ujung dunia dan mendapatkan cermin tipu daya.
Majikan: "Abu!"
Abu: (diam)
Majikan: "Anjing!"
Abu: "Ya Tuan"
Majikan: "ini pesangonmu! Keluar! Hancur perusahaan!"
Kutipan di atas menunjukkan seorang majikan sedang memarahi Abu yang bekerja kurang maksimal. Tetapi, terjadi kesenjangan antara Majikan dan pesuruh yaitu Abu, di mana Abu yang selalu berusaha sebaik mungkin dalam bekerja selalu dilihat tidak baik di mata majikannya. Abu pun dipecat oleh sang majikan dari kerjaannya yang sekarang.
ADVERTISEMENT
Majikan II: "jadi kau adalah..."
Abu: "Ya Tuan"
Majikan II: "kau jangan lupa, kau adalah.."
Abu: "Ya Tuan"
Terlihat dari kutipan, Abu seorang buruh yang dipecat dan dikeluarkan oleh majikan pertamanya ternyata berpindah. Sekarang Abu bekerja sebagai buruh di kantor dengan pemeran baru majikan keduanya Abu. "Cukup besok kau mulai bekerja", Ujar Majikan II. Ditinjau dari kutipan di atas bahwa majikan kedua Abu seperti bersikap ramah dan menghargai Abu sebagai pesuruh baru di kantornya. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan sosial potret kelas bawah itu mulai memudar.
ADVERTISEMENT
Iyem: "kita bunuh saja."
Abu: "orok kita"
Iyem: "kita harus tahan. Setidaknya satu hari lagi. Anggap saja puasa."
Kutipan di atas mencerminkan perjuangan Abu dalam mempertahankan kehamilan istrinya yang sedang mengandung anak kandung dari Abu, walaupun dalam keadaan ekonomi yang minim. Abu selalu memperjuangkan agar anaknya tidak lahir dengan selamat dan tidak dibunuh oleh Ibu kandungnya sendiri. Abu yang berusaha agar cermin kebahagiaan itu segera didapatkannya, ia juga yang selalu bertanya akan keberadaan cermin tipu daya.
Abu: Saya Tuan.
Majikan: Dengan ini saya menyatakan penghargaan atas anda yang telah dengan setia bekerja di sini. Dengan ini kami semua berterima kasih atas bantua anda selama anda bekerja di sini. Bersama ini kami menyatakan bahwa anda mendapatkan hak pensiun.
ADVERTISEMENT
Serentak Majikan dan Yang kelam beserta pasukannya bertepuk tangan memberikan apresiasi kepada Abu yang telah bekerja keras selama ini. Kini Abu mendapatkan haknya sebagai pensiun dan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Berkat segala perjuangannya ternyata Abu seorang buruh itu tidak sia-sia dalam menjalani kehidupan yang sesungguhnya.
Abu: "derasnya air hujan"
Iyem: "anginnya, anginnya"
Abu:" tapi kita harus tetap melangkah"
Iyem: " ke mana?"
Abu: " ke ujung dunia"
Sosok Abu yang tidak akan pernah menyerah untuk menemukan cermin tipu daya itu, ia yang selalu meyakinkan kepada dunia bahwa ia bisa menemukan cermin kebahagiaan itu. Walaupun dalam keadaan badai, derasnya hujan, Abu akan selalu siap melalui dan menghadapinya sekali pun cermin itu berada di ujung dunia.
ADVERTISEMENT
Iyem: "aku cape .aku cape."
Abu: "kita harus menjambak rambut Sang Surya"
Iyem: "aku cape. aku cape."
Seperti perjuangan yang habis di ujung tombak. Iyem sebagai istri sudah merasa kelelahan dan menyerah akan kehidupan yang selama ini ia lalui, semuanya terasa begitu saja dan tidak ada peningkatan. Berikut menggambarkan suatu kesenjangan sosial antara suami dan istri bbaik dari segi finansial maupun spiritual.
Berakhir sudah perjuangan Abu, ketika ia berusaha dan telah menemukan cermin tipu daya sebagai simbol kebahagiaanya itu, ternyata Abu harus mati dengan ditembak oleh Sang Ibu kandungnya sendiri. Perjuangan yang semua telah Abu usahakan untuk ia dapatkan ternyata hanyut dengan mudah sekali.
ADVERTISEMENT
Emak membawa pistol
Yang Kelam: "enam putaran lagi, mak"
Bulan datang bawa tali gantungan
A: Mari kita mengheningkan cipta bagi pahlawan kita yang telah gugur di medan juang.
Mengheningkan cipta mulai.
Semua serentak menyanyikan lagu mengheningkan cipta dengan lantang. Kini masanya sudah berakhir ternyata kebahagiaan yang selama ini Abu yaitu kematian. Kebahagiaan yang akan ia hadapi dengan kekal dan tidak ada satu orang pun yang dapat mengganggu kehidupannya lagi.
Mengenai dialog dalam naskah drama karya Pak Arifin C.Noer, dibuat dengan berbagai perspektif dari sudut pandang etika, estetika, dan teoretis. Naskah drama ini membuka kesempatan untuk mengeksplorasi lebih jauh dari berbagai sudut pandang yang menarik. Banyak kasus konflik kelas sosial, di antaranya merupakan konflik antara perusahaan dengan karyawan yang tergabung, terkadang para karyawan terutama seorang buruh tidak diberikan haknya. Para pekerja dipaksa keluar dari pekerjaannya, namun mereka tidak menerima upah yang adil. Banyak sekali kesenjangan sosial sehingga banyak menimbulkan konflik dan terpecah belah menjadi kelas atas dan kelas bawah. Naskah drama Kapai- kapai mensajikan teks yang relatif dan mencakup realita kehidupan sekarang, sehingga aknanya perlu dijadikan pelajaran dan dipahami aspeknya agar bisa diimplementasikan dengan kehidupan yang baik kedepannya.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
C.Noer, Arifin. (2020). Kapai-Kapai. PT Dunia Pustaka Jaya.