Konten dari Pengguna

Ketika Wanita yang Selalu Disalahkan dalam Pelecehan Seksual

Ghita Devina
Mahasiswa Universitas Pembangunan Jaya (Pelajar)
25 Juni 2023 19:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ghita Devina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi gambar sumber dari: istock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi gambar sumber dari: istock
ADVERTISEMENT
Ketika kita berbicara tentang kasus pelecehan seksual di Indonesia pasti sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia yang memang tidak ada habisnya terjadi. Pelecehan seksual hari demi hari sangat marak sekali terlaksana di lingkungan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual itu adalah tindakan yang tidak dapat diterima dan sangat serius. Pemaksaan aktivitas seksual yang tidak diinginkan merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan termasuk penggunaan kekerasan, intimidasi atau penyalahgunaan wewenang. Pelecehan seksual dapat terlaksana dalam berbagai bentuk, termasuk pelecehan verbal, pelecehan fisik, pemerkosaan, dan pelecehan seksual.
Penting untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari pelecehan seksual dengan mendidik individu tentang hak-hak mereka, mempromosikan kesetaraan gender dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya persetujuan yang jelas dalam hubungan seksual. Penting juga untuk mendukung korban pelecehan seksual melalui layanan dukungan, perlindungan hukum dan penegakan hukum yang adil.
Pelecehan seksual merupakan masalah yang kompleks dan sulit untuk diberantas. Namun melalui kerja sama individu, komunitas, lembaga pemerintah, dan organisasi non-pemerintah, kita dapat bekerja menuju masyarakat yang lebih aman yang menghormati hak semua orang, tanpa kecuali.
ADVERTISEMENT

Lalu, mengapa wanita selalu disalahkan ketika mendapat pelecehan?

ilustrasi gambar sumber dari: istock
Adanya budaya patriarki. Di banyak masyarakat, struktur sosial dibentuk oleh norma-norma patriarki yang merugikan perempuan atau merusak peran mereka. Dalam konteks ini, seringkali ada kecenderungan untuk menyalahkan korban pelecehan seksual dengan stereotip yang merendahkan perempuan, atau memandang mereka sebagai pelaku pelecehan.
Pola pikir yang terserap. Beberapa kesalahan persepsi dan pola pikir yang tertanam dalam masyarakat dapat menyebabkan pelecehan atau menyalahkan korban. Misalnya, persepsi bahwa pakaian atau perilaku seseorang “mengundang” atau “mendorong” pelecehan seksual. Ini adalah kesalahpahaman karena tidak ada alasan atau tindakan yang dapat membenarkan atau membenarkan pelecehan.
Ketidakpercayaan dan penyalahgunaan kekuasaan. Terkadang penyalahgunaan kekuasaan terlaksana di institusi seperti pengadilan, tempat kerja atau sekolah, yang berarti otoritas yang menangani pelecehan seksual mungkin bias atau tidak mendukung korban. Hal ini dapat menyebabkan menyalahkan korban alih-alih meminta pertanggungjawaban pelaku.
ADVERTISEMENT
Ketakutan dan stigma. Wanita yang mengalami pelecehan seksual seringkali menghadapi ketakutan yang lebih besar akan penilaian sosial, stigma, atau ancaman terhadap keselamatan mereka. Karena itu, beberapa korban mungkin enggan untuk melaporkan kejadian tersebut atau berbicara secara terbuka tentang pengalaman mereka, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang prevalensi pelecehan.
Perlu dicatat bahwa tidak semua orang menyalahkan korban pelecehan seksual dan banyak individu dan organisasi merasa sulit untuk mendukung korban dan meminta pertanggungjawaban pelaku. Namun, penting untuk lebih menekankan pentingnya mengubah pendapat dan sikap masyarakat tentang pelecehan seksual, menghilangkan stigma yang ada dan memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak mereka dapatkan.
Melibatkan diri dalam perubahan sikap dan perilaku diri sendiri merupakan langkah awal yang penting. Dengan bersama-sama, kita dapat menciptakan masyarakat yang bebas dari pelecehan seksual dan menghormati hak setiap individu tanpa memandang gender.
ADVERTISEMENT