Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Dampak Negatif yang Ditimbulkan Akibat Tingginya Kasus Perceraian Terhadap Anak
8 Mei 2024 15:11 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ghivari Abrar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi Dampak Negatif Perceraian Terhadap Anak. Sumber: Freepik.com](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01hxbhmpd9fcstqhdjkhd79xe8.jpg)
ADVERTISEMENT
Manusia mana yang tidak ingin menjalani hidupnya dengan bahagia dan riang gembira? Mungkin bagi sebagian orang perceraian adalah jalan keluar termudah untuk menyelesaikan sebuah masalah didalam rumah tangga, namun nyatanya perceraian itu sendiri memiliki dampak yang sangat besar khususnya terhadap anak, yang dimana kasus perceraian itu sendiri menimbulkan berbagai stigma negatif di lingkungan masyarakat. Perceraian adalah proses yang tidak hanya melibatkan pasangan yang bercerai, tetapi juga berdampak besar pada anak-anak mereka. Tingginya kasus perceraian dapat menyebabkan dampak psikologis, emosional, dan bahkan sosial pada anak-anak yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Jumlah kasus perceraian di Indonesia menurut laporan data Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ada 408.347 kasus perceraian yang terjadi sepanjang 2023. Yang dimana angka dari data perceraian tersebut mengalami penurunan 10,20% dibanding tahun 2022 (year-on-year/yoy) yang dimana terdapat 516.344 kasus perceraian.
Pada awalnya setiap pasangan yang ingin melangsungkan sebuah hubungan pernikahan pastinya tidak pernah terbesit didalam pikirannya untuk memutuskan hubungan pernikahan tersebut, namun menurut data yang dihimpun oleh BPS mengenai kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2023 mengapa masih berada di angka yang tinggi. Lantas timbul berbagai macam pertanyaan, diantaranya adalah " Mengapa pasangan suami istri harus bercerai? Faktor apa yang melatarbelakangi kasus perceraian tersebut?". Perselisihan dan pertengkaran masih menjadi penyebab utama tingginya perceraian di Indonesia, dengan jumlah 251.828 kasus atau 61,67% dari total kasus perceraian dalam negeri. Presentase pihak yang melakukan gugatan perceraian ke pengadilan lebih banyak diajukan dari pihak istri dibandingkan dari pihak suami.
ADVERTISEMENT
Ada banyak juga perceraian yang disebabkan masalah ekonomi (108.488 kasus), ada salah satu pihak yang meninggalkan pasangannya (34.322 kasus), kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT (5.174 kasus), dan mabuk (1.752 kasus). Kemudian ada masalah judi (1.572 kasus), murtad atau keluar dari agama (1.415 kasus), dihukum penjara (1.271 kasus), dan zina (780 kasus). Ada pula perceraian yang dipicu poligami (738 kasus), madat (384 kasus), kawin paksa (314 kasus), dan cacat badan atau disabilitas (209 kasus).
Dan berdasarkan letak persebaran wilayah terjadinya kasus perceraian sendiri pada 2023 paling banyak berada di Jawa Barat yakni (48.812 kasus), Jawa Tengah (36.618 kasus), dan Jawa Timur (35.940 kasus). Sementara, perceraian paling sedikit di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan 471 kasus sepanjang 2023. Seluruh data perceraian ini diperoleh dari jumlah akta cerai yang tercetak per 6 Februari 2024 (Nabilah, 2024).
Tingginya kasus perceraian dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang begitu signifikan terhadap anak. Beberapa efek negatif yang dapat dialami anak akibat perceraian orang tua antara lain:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya adalah, orang tua merupakan bagian terpenting dari proses tumbuh kembang anak, dan adanya orang tua juga sangat memberi dampak yang besar terhadap sifat dan tingkah laku anak, apabila sampai terjadi perceraian, itu akan sangat berdampak negatif bagi kesehatan mental anak tersebut. Misal, kurangnya interaksi antara anak dan kedua orang tua yang dimana itu dapat membuat anak cenderung memiliki sifat minder, dan anak juga kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya sehingga anak mencoba berbagai hal- hal negatif agar menarik perhatian dari kedua orang tuanya. Selain itu, perceraian juga dapat menghambat perkembangan psikologis anak.
Maka dari itu, orang tua memiliki posisi yang sangat vital bagi tumbuh kembang anak, dan apabila orang tua berselisih paham dengan pasangannya ada baiknya jangan sampai anak mengetahui hal tersebut, apalagi sampai ada yang namanya KDRT di hadapan anak, yang dimana takut menjadikan contoh kepada pasangan dari anak itu kelak.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
WARNING..! Inilah Dampak Buruk Perceraian Pada Anak. 2024, Pa-muarateweh.go.id, viewed 7 May 2024, <https://www.pa-muarateweh.go.id/berita/berita-pa-muara-teweh/1152-warning-inilah-dampak-buruk-perceraian-pada-anak#:~:text=Anak%20Jadi%20Paranoid,berkembang%20menjadi%20pribadi%20yang%20paranoid>.
Muhamad, N 2024, Perselisihan hingga Kawin Paksa, Ini Alasan Perceraian di Indonesia pada 2023, Katadata.co.id, Databoks, viewed 7 May 2024, <https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/02/28/perselisihan-hingga-kawin-paksa-ini-alasan-perceraian-di-indonesia-pada-2023>.