Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Membincang Ulang 10 Tahun UU Pengelolaan Zakat
12 Maret 2021 16:41 WIB
Tulisan dari Abdul Ghofur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Regulasi zakat di Indonesia hadir dengan semangat legitimasi praktik zakat sebagai syiar agama Islam menjadi praktik yang sah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
ADVERTISEMENT
Pengaturan zakat sebagai bagian regulasi perundang-undangan juga dimaksudkan karena zakat sebagai satu ibadah sosial. Praktik ibadah zakat sebagai syariat agama Islam berkaitan erat dengan pihak lain dari sisi muzaki, mustahik maupun amil.
Fungsi negara hadir dalam pengaturan regulasi zakat mutlak diperlukan. Perjuangan regulasi zakat dalam perundang-undangan baru hadir setalah era Reformasi dengan lahirnya UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam sejarahnya, praktik zakat hadir di Nusantara bersama dengan masuknya Islam di negeri ini. Pengaturan zakat dalam sebuah peraturan resmi dimulai pada 1951. Departemen Agama saat itu mengeluarkan Edaran Nomor A/VII/17367 tanggal 8 Desember 1951 tentang pelaksanaan zakat fitrah.
Lalu pada 1964, Departemen Agama menyusun RUU pelaksanaan zakat serta pembentukan Baitul Maal. Namun dua peraturan ini urung diajukan ke Presiden dan DPR.
ADVERTISEMENT
Usaha kembali dilakukan pada 1967. Menteri Agama menyiapkan RUU Zakat untuk diajukan kepada DPR dengan nomor surat MA/095/1967.
Usaha menerbitkan regulasi zakat kembali gagal. Sebab, menteri keuangan saat itu menyebut peraturan zakat tidak perlu sampai dalam bentuk Undang-Undang. Cukup diatur dengan Peraturan Menteri Agama.
Merespons hal tersebut, dilahirkan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Mal (balai Harta Kekayaan) ditingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kotamadya.
Semangat itu diteruskan oleh Presiden Soeharto dengan menyatakan siap sebagai Amil Zakat Tingkat Nasional. Setelah itu lahirnya Badan Amil Zakat di tingkat propinsi.
Perjuangan menghadirkan regulasi zakat dalam bentuk UU sempat vakum lama. Baru pada era reformasi, terbit Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. UU ini mengatur pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah serta Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikukuhkan oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kehadiran LAZ yang sudah eksis sebelum UU No 38 Tahun 1999 ini membuat eksistensi LAZ menjadi bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan zakat di Tanah Air.
Penyempurnaan regulasi zakat kembali dilakukan dengan revisi UU No 38 Tahun 1999 dengan lahirnya UU Nomor 23 Tahun 2011.
UU ini mengatur bahwa kelembagaan pengelola zakat harus terintegrasi dengan BAZNAS sebagai koordinator seluruh pengelola zakat, baik BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota maupun LAZ.
Dinamika regulasi hadir meski setelah UU No 23 Tahun 2011disahkan. UU ini dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dan dalam putusan MK Nomor 86/PUU-X/2012 ada beberapa pasal yang diputuskan bertentangan dengan UUD yaitu Pasal 18 Ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, serta frasa "setiap orang" dalam Pasal 38 dan Pasal 41, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
ADVERTISEMENT
Pasal-pasal yang dikabulkan MK dalam uji materi mengatur tentang relasi LAZ dan BAZ terkait perizinan termasuk izin terhadap amil zakat tradisional.
Bergerak Lebih Maju
Usai hadirnya UU No 23 Tahun 2011 dan hasil uji materi MK, relasi LAZ dan BAZ terus menghadirkan dinamika. Dinamika ini bisa kita maknai positif sebagai sebuah proses teknis dalam penerapan UU Zakat. Proses ini bisa menjadi catatan sebagai bahan perbaikan dalam proses perbaikan regulasi setelah berlaku 10 tahun.
Selain itu, regulasi perundangan harus bisa memotret perkembangan terkini yang terjadi di publik. Regulasi menghadirkan kepastian dalam situasi terbaru yang tidak dapat terpotret dalam regulasi sebelumnya.
Melihat perkembangan waktu, hadir beberapa hal baru dalam pengelolaan zakat, infak dan sedekah. Salah satunya hadirnya digital fundraising dalam dunia zakat, infak, sedekah dan wakaf.
ADVERTISEMENT
Dinamika yang masih terus terjadi dan hadirnya perkembangan terkini membuka peluang dalam pembahasan revisi UU No 23 Tahun 2011. Pembahasan revisi UU 23 Tahun 2011 harus dilandasi pada sebuah semangat untuk bergerak lebih maju.
Relasi antara LAZ dan BAZ harus selesai dan mulai menuju sebuah hubungan yang kolaboratif. Peran BAZ dan LAZ sebagai operator zakat telah menampakkan hasil yang positif. Sebab itu, penguatan pada fungsi operator bagi BAZ dan LAZ harus lebih diperkuat.
Sementara fungsi regulator bisa dimaksimalkan oleh Kementerian Agama sebagai pengayom yang adil bagi BAZ dan LAZ.
Semangat pembahasan revisi UU Zakat harus dimulai dari tujuan yang sama. Bagaimana menghadirkan regulasi agar potensi zakat di Indonesia benar-benar terwujud dalam realisasi pengumpulan zakat nasional. Sehingga pada masa mendatang, gap antara potensi zakat dan realisasi pengumpulan tidak selalu menjadi pembuka pidato-pidato tentang pentingnya zakat bagi terciptanya kemakmuran bangsa.
ADVERTISEMENT
Oleh Abdul Ghofur
Professional Islamic Philanthropist
Direktur PPPA Daarul Qur'an