Konten dari Pengguna

Kampanye Digital Politik yang Cerdas

Ghozin Ghazali
Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Orwilsus Bogor Periode 2017-2022, Petani Mandiri, Penulis Rilis Press untuk personal atau organisasi seperti anggota DPR RI, Himpunan Alumni (HA) IPB, dan lain-lain.
24 Agustus 2022 18:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ghozin Ghazali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kampanye Digital (Sumber Foto: pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kampanye Digital (Sumber Foto: pixabay.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jokowi dalam Pidato Kenegaraannya (16/8/2022) mengingatkan jangan ada lagi politik identitas, yakni mempolitisasi agama sehingga menyebabkan polarisasi sosial. Pernyataan Jokowi ini bisa menjadi kenyataan bisa tergantung dari bagaimana melakukan kampanye digital politik oleh para pelaku politik, baik politisi maupun partai politik. Karena itu, perlu kampanye digital politik yang cerdas yang dilakukan oleh para pelaku politik itu.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Kampanye Digital Politik
Di zaman kini adalah era serba digital. Terlebih lagi, serba digital ini dirasakan di saat masa pandemi Covid-19. Di saat semua orang diimbau untuk di rumah saja, kita masih bisa bekerja atau bersekolah dari rumah itu. Kita bisa terhubung dengan yang lain berkat jaringan internet. Kita pun bisa berbelanja dari rumah itu tanpa perlu pergi langsung ke toko. Cukup mengunjungi toko online melalui internet. Dan banyak lagi aktivitas lainnya yang bisa dilakukan melalui internet. Tak terkecuali kampanye politik.
Sebelum masa pandemi Covid-19, kampanye digital politik sudah berlangsung dan yang paling terasa adalah saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta tahun 2017 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019. Dua peristiwa politik itu yang menunjukkan berpengaruhnya kampanye digital politik terhadap terjadinya politik identitas.
ADVERTISEMENT
Dikatakan berpengaruh itu karena narasi-narasi politik identitas itu dimulai dari kampanye digital politik yang kemudian menjadi perbincangan sengit warga internet (netizen). Lalu pada akhirnya terjadi perseteruan sengit pula di lapangan yang bisa berujung pada polarisasi sosial itu. Inilah yang dikhawatirkan oleh Jokowi itu.
Dan kini kampanye digital politik itu semakin masif jelang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Walaupun pemilu masih dua tahun lagi, namun kampanye digital politik sudah gencar dimulai.
Keunggulan Kampanye Digital Politik
Kampanye digital politik adalah komunikasi politik kepada pemilih berupa konten digital yang disebarluaskan melalui sarana internet (platform digital). Konten digital bisa berupa rilis (narasi) media online, narasi untuk media sosial, foto, dan video. Dan platform digital yang banyak digunakan adalah layanan pesan mobile seperti aplikasi WhatsApp dan media sosial seperti aplikasi Facebook dan Instagram.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan kampanye konvensional politik, kampanye digital politik memiliki beberapa keunggulan. Pertama, konten digital politik bisa tersebar kepada banyak potensi pemilih dan langsung ke tangan para pemilih itu. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2022) terdapat sebanyak 210.026.769 jiwa penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan internet. Atau sebesar 77,02 persen dari total penduduk Indonesia yang menjadi pengguna internet. Dan berdasarkan laporan APJII (2022) itu menyebutkan sebesar 89,03 persen dari pengguna internet terkoneksi dengan internet itu melalui Handphone.
Kedua, besarnya peluang tersampaikannya konten digital politik kepada potensi pemilih. Karena pengguna internet sering mengakses internet melalui media sosial sebanyak 89,15 persen dan chatting online sebanyak 73,86 persen (APJII, 2022). Dengan rata-rata harian pengguna internet mengakses internet masing-masing untuk media sosial selama 3 jam 17 menit dan untuk membaca media online selama 1 jam 47 menit (We Are Social, 2022).
ADVERTISEMENT
Ketiga, penyebarluasan konten digital politik bisa sesuai target baik dengan menggunakan layanan pesan mobile maupun media sosial. Melalui WhatsApp, konten digital politik bisa disebarkan kepada personal ataupun grup WhatsApp tertentu. Semakin banyak memiliki data personal ataupun grup WhatsApp, semakin banyak pula konten digital politik yang bisa disebarkan. Sementara itu, melalui Facebook dan Instagram, pihak dari dua aplikasi media sosial itu menyediakan jasa menyebarluaskan konten digital politik dengan target berdasarkan wilayah, gender, usia, dan minat.
Keempat, kampanye digital politik memiliki keleluasaan dalam melakukan kampanye politik. Jika kampanye konvensional politik harus sesuai jadwal kampanye yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sedangkan kampanye digital politik bisa dilaksanakan kapan saja. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, walau belum ada jadwal kampanye politik dari KPU, sekarang para pelaku politik sudah mulai gencar melakukan kampanye digital politik itu. Memang tidak menyebutkan langsung itu sebuah kampanye karena bisa dibungkus pesan kampanye itu dalam konten digital.
ADVERTISEMENT
Kampanye Digital Politik yang Cerdas
Karena bisa sangat efektifnya kampanye digital politik dalam memengaruhi sebagian besar penduduk Indonesia dan bisa dilakukan sekarang juga, maka dimungkinkan sekali itulah yang dikhawatirkan oleh Jokowi, yakni memanfaatkan kampanye digital politik untuk melakukan politik identitas.
Bagi para pemikir kampanye digital politik, mari melakukan kampanye digital politik yang cerdas. Pertama, jangan membuat konten drama politik yang sengaja dilakukan untuk menyulut emosi massa (netizen). Biasanya konten itu dibuat seolah-olah telah terjadi pelecehan atau penistaan agama.
Kedua, jadikan dunia digital politik sebagai arena bertarung gagasan. Gagasan untuk menjawab kekhawatiran Jokowi lainnya, yakni krisis. Akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan krisis. Dalam pidato kenegaraannya (16/8/2022), Jokowi menyebutkan terdapat 107 negara terdampak krisis. Diperkirakan sebanyak 553 juta jiwa penduduk dunia terancam kemiskinan ekstrem dan 345 juta jiwa di antaranya terancam kekurangan pangan dan kelaparan.
ADVERTISEMENT