Konten dari Pengguna

Kaum Muda (Islam) Jernih

Ghozin Ghazali
Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Orwilsus Bogor Periode 2017-2022, Petani Mandiri, Penulis Rilis Press untuk personal atau organisasi seperti anggota DPR RI, Himpunan Alumni (HA) IPB, dan lain-lain.
4 Oktober 2023 8:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ghozin Ghazali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bagi yang pernah berkecimpung dalam dunia kaum muda (Islam), ada kegelisahan yang mendalam terhadap perkembangan keumatan sekarang. Berkecimpung ini bukan sekadar pernah menempelkan pamflet misalkan untuk suatu kegiatan training. Namun pernah “berkeringat”—terlibat aktif, berpikir dan bergiat bersama dalam gerakan kaum muda (Islam) tersebut.
ADVERTISEMENT
Kegelisahan itu adalah susah lepasnya umat (Islam) dalam jeratan kapitalisme. Bahkan sebagian umat (Islam), keseharian hidup dalam roda kapitalisme dan kemudian seakan “menikmatinya”. Sebagian umat (Islam) yang lainnya sepertinya akan melawan kapitalisme.
Namun dikhawatirkan hanya sekadar memanfaatkan umat (Islam), karena toh bergandengan tangan dengan kapitalis. Dan strategi marketingnya dengan menjual kepapaan umat (Islam). Dan kaum (Islam) papa ini—selain jadi jualan, juga sesungguhnya korban kapitalisme—inilah sebagian besar dari umat (Islam).
Bagi umat (Islam) yang hidup dalam roda kapitalisme itu, banyak kalangan mengira karena pemahamannya yang salah, sedangkan ajarannya benar. Namun pernyataan itu ternyata salah.
Dengan tool pengantar matematika hal ini dapat dijelaskan. Hubungan antara ajaran dan pemahaman adalah implikasi. Ajaran memberikan implikasi (terhadap) pemahaman. Secara logika matematika bisa dituliskan sebagai berikut. Misal p = ajaran sementara q = pemahaman, maka p ~> q.
ADVERTISEMENT
Dalam logika matematika, pernyataan p ~> q, hanya dikatakan salah apabila p = benar dan q = salah. Berarti pernyataan: yang salah itu adalah pemahamannya (q = salah) dan ajarannya benar (p = benar), terbukti adalah pernyataan yang salah.
Jadi jangan-jangan ajarannya yang salah. Atau meminjam istilah Cak Nur, ajarannya sudah mengalami doctrinal bankruptcy—kebangkrutan ajaran. Suatu ajaran jika sudah tidak memberikan efek apapun terhadap tatanan sosial (kemashalatan bersama) maka ajaran itu sudah bangkrut. Dan perlu pembaruan.
Atau salah baca! Menurutnya bahwa ajarannya itu berisikan kapitalisme. Ataukah terkecoh.
Kapitalis itu suka mengecoh. Kecohan sederhana misal merasa (dibuat) ikhlas untuk terus menerus dihisap bangsa asing—juga bangsa sendiri. Dan umat (Islam) ikhlas dimanfaatkan dan sebagian besar jadi korban. Dan merasa biasa saja.
ADVERTISEMENT
Kecohan yang kompleks, (dibuat) diadudombakan antar umat (Islam) sendiri. Terutama terjadi ketika kapitalis akan mengincar—menguasai kekayaan alam. Siasat adu domba ini kemudian dalam bentuk tragisnya (primitif) berujung pada pembantaian.
Kecohan yang lebih kompleks, terkecoh oleh diri kita sendiri. Jangan-jangan kapitalisme itu berakar dari syahwat primordial manusia itu sendiri. Hingga manusia tunduk (berserah diri) hanya kepada syahwat primordial itu. Dan berikrar bahwa: "Tiada ketundukan, selain tunduk pada syahwat primordial!"
Oleh karena itu, haruslah ada kaum muda (Islam) yang jernih, meskipun sedikit. Dan berani mendeklarasikan diri sebagai “kaum muda (Islam) jernih”. Jernih untuk tidak mau salah baca. Jernih untuk tidak mau terkecoh, apa pun selalu dipikirkan dalam-dalam.
Setelah itu berjuang keras menyambut gayung (ajakan) Cak Nur untuk pembaruan dengan jalan i’tibar (menyeberang). Berani menyeberang dalam artian mencari jalan keluar—solusi, merumuskan jalan lain, yang sesungguhnya Islam itu sendiri. Bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, percobaan kapitalisme berabad-abad sudah gagal.
ADVERTISEMENT
“Mari rumuskan bersama jalan lain!”