Mengunjungi Panti Membagi Hati

Gideon Budiyanto
Sarjana Teologia (S.Th.) di bidang pastoral/konseling. Profesi : Karyawan Swasta dan Penulis. Anggota Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) Tangerang Selatan dan ISP NULIS
Konten dari Pengguna
12 Desember 2023 18:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gideon Budiyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Foto : Dok. Pribadi
Natal sebentar lagi akan tiba, umat Kristiani di seluruh penjuru dunia sedang bersiap-siap untuk menyambut hari kelahiran Yesus Kristus itu dengan berbagai macam kegiatan, baik itu ibadah bersama, pertemuan hangat dengan anggota keluarga yang biasanya jarang terjadi sampai kegiatan-kegiatan sosial di lingkungan serta daerah tempat tinggal.
ADVERTISEMENT
Kami menyambut Natal tahun ini dengan mengadakan kegiatan bakti sosial ke Panti Asuhan Kristen yang bernama Beriku Hati di daerah Cisauk. Tujuannya tidak lain adalah untuk memberikan kehangatan serta perhatian bagi anak-anak yang telah menjadi yatim piatu itu supaya mereka juga bisa merasakan kasih dan sukacita menjelang hari lahirnya Sang Juruselamat Dunia.
Anak-anak panti begitu bersuka cita menyambut kehadiran kami. Semua bisa lebur menjadi satu. Tidak ada pemisah antara penghuni panti maupun pengunjung. Kami bernyanyi, tertawa, serta bermain bersama diiringi lagu-lagu pujian untuk Sang Pencipta.
Beberapa dari kami mulai berkomunikasi dengan hangat dengan beberapa anak. Mereka bisa bercerita tanpa rasa malu, mungkin karena sudah terbiasa dengan kehadiran orang asing dalam hidup keseharian yang mereka jalani.
ADVERTISEMENT
Ada satu anak laki-laki kecil yang cukup menarik perhatian kami. Anak itu berumur enam tahun, bernama Christian Ronaldo, mirip dengan nama seorang pesebakbola terkenal dunia dan memang, ketika ditanya apa cita-citanya, anak itu menjawab dengan lantang dan keras, ingin menjadi seorang pesebakbola.
Kami tersenyum mendengar jawaban anak laki-laki itu lalu berpesan kepadanya agar tetap berdoa kepada Tuhan supaya apa yang dicita-citakan dapat terlaksana.
Anak itu mengangguk lalu kembali bermain dan bernyanyi bersama teman-temannya.
Dunia anak memang identik dengan ribuan cita-cita yang indah, megah dan luar biasa. Tidak ada yang salah dengan itu malah kita sebagai orang dewasa selalu menasihati anak-anak untuk memiliki cita-cita setinggi bintang di langit.
Dengan begitu, anak-anak akan memiliki semangat dan termotivasi untuk menggapainya.
ADVERTISEMENT
Tapi, terkadang kita lupa memberikan ruang yang aman untuk anak-anak itu berekspresi tanpa takut terintimidasi oleh lingkungan dimana mereka sedang bertumbuh. Lingkungan dimana mereka sedang belajar memaknai kehidupan ini sampai kelak apa yang mereka cita-citakan dapat tergapai.
Kita berkata cita-cita harus setinggi bintang di langit tetapi ketika mereka bertanya macam-macam, kita marahi. Ketika mereka bermain lupa waktu sebentar saja, kita maki-maki. Ketika mereka bersedih dan ingin dihibur, kita menghardik. Sungguhkah dunia itu yang ingin kita perlihatkan kepada mereka? Sama seperti dunia yang dulu pernah kita alami?
Jangan lupa bahwa kita semua tidak sempurna. Tidak ada yang namanya orang tua yang sempura atau anak yang sempurna. Bahkan hidup juga tidak sempurna. Jadi mengapa saat anak-anak memperlihatkan ketidak-sempurnaannya kita bisa menjadi jengkel setengah mati?
ADVERTISEMENT
Kami meninggalkan panti dengan hati yang penuh tanda tanya sebagai bahan renungan saat kami nanti kembali kepada kehidupan masing-masing.
Bisakah kami menjadikan setiap ketidak-sempurnaan menjadi alat untuk memperkaya kehidupan agar orang-orang yang terhubung dengan kami, langsung maupun tidak langsung, bisa meraih cita-citanya, semustahil apapun cita-citanya itu?