Menguak Rahasia AQUA Bisa Memonopoli Bisnis AMDK di Indonesia (2)

Gie Wahyudi
Menulis merangsang pemikiran, jadi saat Anda tidak bisa memikirkan sesuatu untuk ditulis, tetaplah mencoba untuk menulis.
Konten dari Pengguna
7 September 2022 10:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gie Wahyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selain menguasai market share AMDK di Indonesia, AQUA juga menjual produknya dengan harga lebih mahal dibanding kompetitornya. Begitu kuatnya AQUA di pasar AMDK dibarengi dengan anggaran public relations yang sangat besar.
Banyaknya kasus pemalsuan produk sampai sekarang belum menggeser kedigdayaan AQUA. Baru-baru ini ada kasus pemalsuan produk galon AQUA di mana isinya palsu tetapi polisi menemukan tutupnya asli. Konsumen seharusnya waspada namun kasus ini menguap begitu saja berkat kerja public relations yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Sebagai pioner dan penguasa pasar, AQUA ternyata pernah terbukti memonopoli jalur distribusi dengan menguasai outlet-outlet retail besar. Tidak hanya itu, di segmen galon ada Aqua Home Service yang menyulitkan kompetitor yang ingin menjual produknya.
Tahun 2017 lalu, AQUA telah terbukti melakukan tindakan praktek monopoli dengan melarang pedagang menjual barang dagangan kompetitor lainnya. AQUA terbukti mengancam mengurangi keuntungan toko hingga menghentikan suplai barang jika ketahuan menjual produk kompetitornya.
Dalam berita terakhir tahun 2019 lalu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tak kunjung menagih denda Rp 13,5 miliar atas praktik monopoli yang dilakukan AQUA. Praktek monopoli ini bukan tidak mungkin masih terjadi hingga saat ini.
Sebagai produsen air minum dalam kemasan sekali pakai terbesar di seluruh kategori air minum, AQUA menjadi "produsen" sampah terbesar di Indonesia dalam berbagai laporan dan audit. Sungai Watch menganalisis 15 kantong sampah sebagai sampel dari Oktober 2020 hingga Desember 2021. Dari 227.842 unit sampah yang diteliti, Danone AQUA menempati posisi pertama dengan temuan 25.486 unit sampah.
ADVERTISEMENT
AQUA juga menjadi sumber utama polutan sampah terbesar di laut maupun sungai karena rasio penjualan kemasan sekali pakai untuk ukuran kemasan kecil seperti cup dan 250 ml jauh lebih besar dibandingkan produsen air mineral lainnya. Bahkan AQUA masih menyertakan sedotan sekali pakai di wilayah yang telah melarang penggunaannya.
Di tengah tekanan publik yang semakin peduli akan pentingnya menjaga lingkungan, AQUA melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi persoalan-persoalan sampah yang muncul. Tekanan praktek-praktek greenwashing atau pencitraan dari kalangan idealis namun sangat sedikit jumlahnya. Tekanan itu terasa tidak seberapa dibanding kerja public relations yang dilakukan secara massif di berbagai media.
Terakhir, AQUA berhasil melakukan upaya greenwashing dalam peluncuran kemasan berukuran kecil 220ml yang jelas-jelas bertentangan dengan Permen KLHK soal peta jalan pengurangan sampah karena berukuran di bawah 1L. Kemasan berukuran kecil memiliki target pasar yang paling besar dan menggiurkan sehingga terlalu sayang untuk dilewatkan oleh produsen.
ADVERTISEMENT
Persoalan utama dari kemasan kecil adalah mereka akan terbuang dan tidak akan masuk siklus daur ulang, sehingga walaupun tidak menggunakan sleeve badannya yang terbuat dari PET yang mudah didaur ulang pun pada akhirnya akan hilang tercecer di laut, sungai, dan tempat-tempat lainnya.
Di segmen galon, terdapat dua bahan yang digunakan, yaitu galon berbahan PC yang diperkuat dengan BPA dan galon PET yang terbuat dari bahan yang digunakan sama persis pada AQUA botol dan minuman lainnya. Menargetkan masyarakat ekspatriat yang sadar akan kesehatan, kemasan galon PET Aqua dirilis secara terbatas di Kota Bali, Manado, dan akan dilanjutkan di kota-kota lainnya.
Walaupun masih terbatas, kemasan galon AQUA PET telah menjadi pemimpin pasar di segmen ini. Berbagai produsen kemasan galon PET lainnya, seperti Cleo, Crystalline, Amidis, dan yang terakhir Le Minerale secara penjualan masih tertinggal jauh di belakang galon PET AQUA.
ADVERTISEMENT
Munculnya brand Le Minerale menimbulkan ancaman bagi AQUA. Praktek monopoli AQUA terbongkar diawali dengan somasi dari PT Tirta Fresindo Jaya, produsen AMDK Le Minerale. Dari sisi produk, Le Minerale menantang dengan memunculkan inovasi-inovasi yang menutupi kekurangan-kekurangan dari galon yang ada saat ini.
Tidak seperti produsen lainnya yang mengambil celah harga AQUA yang mahal, Le Minerale berbeda dan menjadi ancaman bagi AQUA. Galon Le Minerale yang telah sejalan dengan Permen KLHK tentang pengurangan sampah karena berukuran di atas 1 L malah diserang dengan narasi menghancurkan lingkungan karena sekali pakai dan berukuran besar.
Materi komunikasi dengan label nyata-nyata iklan hindari kemasan sekali pakai dengan siluet galon Le Minerale pun bermunculan. Sebegitu mengancamnya Le Minerale sampai kampanye buruk itu dilakukan? Bahkan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN) Rachmat Hidayat ikut "menyerang" Le Minerale dengan mengatakan akan ada 70 ribu ton sampah plastik per tahun dari galon sekali pakai.
ADVERTISEMENT
Menariknya, selain menjabat Ketua Umum ASPADIN, Rachmat Hidayat juga merupakan Government and External Scientific Affairs Director Danone Indonesia. Wajar saja ASPADIN getol menolak draft Peraturan BPOM tentang wajib label potensi bahaya Bisfenol A (BPA) pada AMDK (Air Minum Dalam Kemasan).
Sebenarnya ASPADIN mengakui bahwa ukuran galon sekali pakai PET memiliki nilai daur ulang tinggi, mudah dikumpulkan, dan akan lebih menarik minat para pendaur ulang. Namun hal ini menimbulkan kehawatiran jika pendaur ulang beralih dari kemasan kecil ke kemasan besar, persoalan utama sampah air kemasan yang kecil akan semakin tidak tertangani.