Menyoal Potensi Munculnya NATO “kecil” di Indo Pasifik

Giftson Ramos Daniel
Alumnus Hubungan Internasional Universitas Brawijaya dan Magister Sains Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
23 Oktober 2020 21:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Giftson Ramos Daniel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Quadrilateral Security Dialogue atau Quad (sumber :ETH Zurich)

Quadrilateral Security Dialogue atau Quad, tengah aktif bergerak untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara di ASEAN. Organisasi informal yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), Jepang, India dan Australia ini semakin aktif di kawasan Indo Pasifik, sejak proyek BRI Tiongkok semakin berpengaruh di kawasan tersebut. Ketegangan antara Tiongkok dan AS pun semakin memanas di Laut China Selatan.

ADVERTISEMENT
Amerika Serikat sudah menerjunkan pesawat tempurnya untuk melakukan pengintaian terhadap aktivitas Tiongkok di Laut Cina Selatan. Melihat hal ini, Presiden Tiongkok, Xi Jinping, sudah menyerukan kepada militer Tiongkok khususnya angkatan laut, agar bersiap untuk kemungkinan terjadinya perang. Situasi yang kian memanas antara dua negara adidaya, akhirnya menyeret sejumlah aktor lain baik negara maupun non-negara. AS, melalui organisasi Quad, sudah menjajaki negara-negara ASEAN untuk menjauhi Tiongkok. Salah satu anggota Quad, yaitu Jepang sudah mulai bekerja sama dengan Vietnam terkait perjanjian untuk melakukan ekspor senjata ke Vietnam.
Selain upaya eksternal, negara-negara yang tergabung di dalam Quad, juga semakin memperkuat sektor militer dengan melakukan kerjasama bilateral maupun trilateral antar sesama negara yang tergabung di dalam Quad. India dan Australia, sudah merealisasikan pakta kerjasama Mutual Logistic Support Arrangement and the Defence Science and Technology. Perjanjian ini berorientasi pada adanya kemudahan untuk mengakses pangkalan militer antara satu negara dengan negara lain. Selain itu perjanjian ini juga membahas tentang adanya latihan militer bersama antar kedua negara. Bahkan, India juga mengizinkan bila Australia bersedia mengikuti latihan militer tahunan, yang rutin dilakukan antara India, AS dan Jepang di Samudera Hindia dan Pasifik.
ADVERTISEMENT
Meski terus memperkuat diri dengan melakukan kerjasama antara negara-negara Quad, bukan berarti AS bersama sekutunya di dalam organisasi Quad akan mudah mengimbangi kekuatan Tiongkok di Laut Cina Selatan. Mengingat, pengaruh Tiongkok kepada sejumlah negara-negara di Asia Tenggara cukup besar terutama dalam sektor ekonomi. Seperti yang terlansir dari survey yang dilakukan oleh Center of Strategic and International Studies (CSIS) terhadap sejumlah responden dari berbagai negara Asia Tenggara, 94,5% responden menjawab Tiongkok merupakan negara yang paling berpengaruh di kawasan Asia Tenggara. Sementara 92% responden menjawab AS, merupakan negara yang paling berpengaruh. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi AS karena Asia Tenggara merupakan kawasan penting dalam fenomena Laut Cina Selatan.
Strategi Balance of Power
ADVERTISEMENT
AS tidak bisa sendiri menghadapi dominasi Tiongkok di kawasan Asia Tenggara, sehingga penguatan organisasi Quad, menjadi salah satu upaya untuk mengimbangi dominasi Tiongkok. Negara-negara yang merasa terancam dengan dominasi dari Tiongkok berkumpul untuk membentuk kekuatan penyeimbang atau Balance of Power, sehingga terjadi keseimbangan kekuatan. Mekanisme Balance of Power inilah yang terealisasi melalui Quad, untuk mengimbangi kekuatan dan pengaruh Tiongkok, di Indo Pasifik. Maka, negara-negara Quad juga mengusung proyek Indo Pasifik yang Bebas dan Terbuka (FOIP) untuk mengimbangi proyek Sabuk dan Jalan (BRI) yang diusung oleh Tiongkok. Proyek FOIP yang dibawa oleh negara-negara Quad, menonjolkan aspek perdamaian kawasan serta supremasi hukum dalam navigasi perairan. Proyek ini diusung untuk menandingi proyek BRI milik Tiongkok yang mengklaim Laut Cina Selatan melalui 9 garis putus-putus serta dinilai tidak sesuai dengan aturan hukum internasional dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau UNCLOS 1982.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, proyek Belt Road and Initiative yang diusung oleh Tiongkok juga sudah menyasar ke beberapa negara, seperti Malaysia, Filipina dan Indonesia. Tiongkok sudah memberikan bantuan untuk pembangunan infrastruktur di negara-negara tersebut. Meski negara-negara tersebut mendapatkan bantuan dari Tiongkok, namun bukan berarti tidak ada gesekan atau gejolak. Permasalahan yang tercipta yaitu adanya lilitan utang negara-negara ASEAN atas pembangunan infrastruktur oleh Tiongkok serta gesekan terkait isu sengketa Laut Cina Selatan, dalam hal ini yaitu Filipina. Sementara itu, untuk proyek Indo Pasifik yang Bebas dan Terbuka, usungan negara-negara yang tergabung di dalam Quad, sudah mendapatkan respon positif dari negara-negara “Mekong” yang meliputi Thailand, Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja. Maka, persaingan antara blok barat yang dianalogikan oleh Quad serta blok timur, yang dianalogikan oleh Tiongkok, saat ini dalam posisi seimbang bila melihat hadirnya negara-negara berkekuatan besar yang menopang sejumlah negara-negara ASEAN yang perlahan mulai terganggu oleh Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, sebuah keseimbangan atau equilibrium of power yang menekankan bahwa tidak boleh ada satu negara yang mendominasi negara-negara lain bisa tercapai. Namun, keseimbangan yang terjadi di kawasan khususnya Indo Pasifik, tidak menjamin terciptanya suatu perdamaian yang sifatnya permanen, karena pada hakikatnya, upaya untuk menyeimbangkan kekuatan dalam perspektif realisme yaitu menjunjung penuh kekuasaan, yakni aspek yang paling penting dalam dinamika politik internasional.
Potensi Aliansi Militer Baru
Quadrilateral Security Dialogue atau Quad di Indo Pasifik, kerap disamakan dengan Pakta Atlantik Utara (NATO). Anggapan ini tidak lepas dari penegasan dari Stephen Biegun, Deputi Sekretaris Negara AS, yaitu ingin membentuk aliansi di Indo Pasifik dengan mengajak negara-negara lain, termasuk ASEAN, untuk menentang dominasi Tiongkok. Quad menentang proyek BRI Tiongkok yang mengklaim Laut Cina Selatan berdasarkan 9 garis putus-putus, dengan menawarkan proyek Indo Pasifik yang Bebas dan Terbuka. Melalui promosi perdamaian kawasan serta supremasi hukum di Indo Pasifik, AS berharap mampu menekan dominasi Tiongkok serta mengajak negara-negara ASEAN untuk terlibat.
ADVERTISEMENT
Membawa misi perdamaian dengan jalur pendekatan militeristik sebenarnya mulai terlihat dari kerjasama ekspor persenjataan antara Jepang dan Vietnam. Kesepakatan ini menjadi pertanda bahwa potensi perang bisa saja terjadi sehingga negara-negara ASEAN seperti Vietnam, perlu diperkuat persenjataannya. Tindakan ini, serupa dengan upaya NATO dalam menyelesaikan persoalan untuk mencapai perdamaian. Cara-cara yang sifatnya militeristik digunakan bila kesepakatan damai tidak bisa tercapai. Upaya menciptakan perdamaian dengan cara ini bisa memancing intervensi yang lebih dalam, dan hal ini sudah terlihat dari sejumlah intervensi NATO ke negara-negara yang tengah berkonflik, seperti Libya dan Kosovo. Intervensi NATO di negara-negara tersebut justru menimbulkan kehancuran karena dampak dari upaya mencapai perdamaian dengan menggunakan pendekatan miiteristik.
Upaya ini berbanding terbalik dengan cara negara-negara ASEAN untuk menyelesaikan konflik yang menjauhi agresi militer. ASEAN lebih memilih cara-cara damai yaitu melalui kesepakatan Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) yang mengatur tentang penyelesaian konflik secara damai. Selain itu, ASEAN juga lebih memilih solusi damai tanpa memancing konflik, untuk menyelesaikan sengketa perairan Laut Cina Selatan dengan Tiongkok, yaitu dengan adanya Declaration on Conduct of the Parties in the South China Sea (DOC). Kesepakatan ini bertujuan sebagai pedoman bagi negara-negara ASEAN dan RRT dalam menjaga perdamaian di kawasan. Hal ini menunjukkan bahwa, ASEAN sangat menghindari terjadinya konflik bersenjata di kawasan, khususnya Indo Pasifik.
ADVERTISEMENT
Melihat situasi ini, Quad akan kesulitan untuk menarik negara-negara ASEAN untuk bergabung di dalam aliansi informal tersebut. Demikian pula, bila AS melalui Quad terus menyeret negara-negara ASEAN dalam rivalitas dengan Tiongkok, maka tujuan damai yang diusung AS melalui Quad akan semakin menjauh sementara potensi konflik yang lebih meluas bisa terjadi di kawasan Indo Pasifik.