Konten dari Pengguna

UAS Numpuk, tapi Kok Jadi Burnout? Coba Latihan dan Terapin Mindfulness deh!

Gika Nassyanda
Mahasiswa S1 Sosiologi Universitas Brawijaya
9 Desember 2024 13:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gika Nassyanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Akhir semester UAS numpuk, tapi kok jadi burnout? Coba latihan dan terapin mindfulness deh!
Sumber: Canva
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Canva
Gak kerasa ya udah akhir semester aja. Biasanya nih mahasiswa UB, terutama FISIP, lagi padet banget jadwalnya. Ada yang sibuk banget LPJ-an di organisasi, ada juga yang deadlinenya padet gara-gara project UAS yang makin numpuk dan membludak. Belum lagi udah mendekati agenda liburan akhir tahun, aduh rasanya pikiran tuh numpuk banget gitu. Mikir “beli tiket pulang kapan ya”, “project artikel kapan di-submit ya”, “bingung harus ngerjain UAS yang mana dulu”, dan pikiran lain yang bikin kepala kita penuh.
ADVERTISEMENT
Banyaknya pikiran di kepala kita tuh rasanya sumpek dan penat banget. Kalo terus-terusan didiemin, rasanya jadi stress. Ngomong-ngomong soal stress, pasti kalian udah gak asing sama “burnout” karena akhir-akhir ini lagi cukup ramai banget dibahas. Tapi, kalian tau nggak sih burnout itu apa? Menurut Freudenberger, burnout itu merupakan kondisi di mana individu merasa kelelahan dan kejengkelan yang disebabkan oleh dedikasi individu terhadap suatu tujuan atau cara hidup yang gagal memenuhi harapannya. Burnout juga pertama kali digunakan untuk memberikan gambaran terkait disfungsi khususnya yang terlihat di antara pekerjaan manusia (Freudenberger, 1974). Kalau menurut Schaufeli dan Greenglas (2001), burnout dideskripsikan sebagai kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh keterlibatan dalam jangka panjang dalam situasi kerja yang menuntut secara emosional.
ADVERTISEMENT
Jadi, burnout merupakan kondisi yang dapat terjadi sebagai respons dari stress yang berkepanjangan, di mana kondisi ini bisa ditandai melalui tiga dimensi, diantaranya kelelahan, depersonalisasi, dan berkurangnya efikasi diri (Ayele & Barchard, 2024). Nah, kelelahan di sini itu mengacu pada kondisi di mana perasaan terkuras secara emosional dan mental serta kewalahan oleh pekerjaan. Kalo depersonalisasi sendiri itu mengacu pada perasaan sinisme terkait pekerjaan dan pandangan negatif secara umum tentang pekerjaan. Dan yang terakhir, berkurangnya efikasi diri itu mengacu pada perasaan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan.
Seperti yang udah kita ketahui soal pengertian burnout di atas, burnout juga bisa berdampak ke individu, baik fisik maupun mental. Dalam konteks ini, mindfulness muncul sebagai salah satu pendekatan efektif untuk mengatasi dampak dari burnout.
ADVERTISEMENT
Terus kalo mindfulness sendiri itu apa?
Menurut Kabat-Zinn (1992), mindfulness merupakan hadir utuh saat ini dengan tidak menghakimi keadaan seseorang saat ini. Mindfulness juga dapat dipahami sebagai kapasitas manusia dalam mengambil perhatian penuh atas tindakan, dengan mengambil alih kendali atas reaksi kita terhadap lingkungan sekitar dan merespon secara positif ketika dihadapkan oleh peristiwa yang penuh tekanan melalui latihan keterampilan individu dan interpersonal serta pengaturan diri secara psikologis (Suleiman-Martos et al., 2020).
Lalu gimana sih penerapan mindfulness? Nah, pertama coba luangin waktu selama 10-15 menit setiap harinya. Luangin waktu di sini tuh kita bisa duduk dan fokus sama pernapasan kita. Latihan ini tujuannya untuk membantu kita mengenali pikiran-pikiran yang muncul tanpa harus terjebak di dalamnya. Selanjutnya kita juga bisa menerapkan mindfulness dalam kegiatan sehari-hari. Misalnya ketika kita lagi ngerjain UAS, kita fokus aja sama UAS-nya. Ga perlu mikirin jemuran yang belum diangkat, nanti malem mau makan apa, dan pikiran lainnya yang bikin kita ga fokus ke UAS yang lagi dikerjain. Latihan ini biar apa sih? Biar kita bisa latihan supaya lebih fokus, hadir, dan sadar saat ini sesuai dengan konsep mindfulness yang udah dijelasin sebelumnya. Selain itu, kita juga bisa bikin to-do-list apa aja yang harus dikerjakan dan diselesaikan dalam waktu dekat. To-do-list ini tujuannya supaya kita bisa lebih terstruktur dan kita juga nggak kelabakan karena banyak tugas.
ADVERTISEMENT
Penerapan mindfulness dalam menghadapi burnout ini perlu dilakukan secara konsisten dan dalam jangka waktu panjang. Gak bisa tuh kita berharap latihan mindfulness 5 menit tapi pengennya bisa lebih mindful dan gak gampang burnout. Dengan penerapan mindfulness secara rutin, diharapkan kita bisa lebih sadar, hadir, dan utuh saat ini supaya kita tidak terus terjebak di dalam kekhawatiran. Dengan begitu, gak hanya burnout yang dapat dikurangi, tetapi juga kualitas hidup kita secara keseluruhan juga akan meningkat.
Referensi
Ayele, F. A., & Barchard, K. A. (2024). Positive reappraisal and catastrophizing mediate the relationship between mindfulness and job burnout. Discover Psychology, 4(1). https://doi.org/10.1007/s44202-024-00229-z
Di Benedetto, M., & Swadling, M. (2014). Burnout in Australian psychologists: Correlations with work-setting, mindfulness and self-care behaviours. Psychology, Health and Medicine, 19(6), 705–715. https://doi.org/10.1080/13548506.2013.861602
ADVERTISEMENT
Freudenberger, H.J. (1974). Staff burn-out. Journal of Social Issues, 30, 159–165. doi:10.1111/ j.1540-4560.1974.tb00706.x
Kabat-Zinn, J., Massion, A. O., Kristeller, J., Peterson, L. G., et al. (1992). Effectiveness of a meditation-based stress reduction program in the treatment of anxiety disorders. The American Journal of Psychiatry, 149, 936–943.
Schaufeli, W.B., & Greenglass, E.R. (2001). Introduction to special issue on burnout and health. Psychology & Health, 16, 501–510.
Suleiman-Martos, N., Gomez-Urquiza, J. L., Aguayo-Estremera, R., Cañadas-De La Fuente, G. A., De La Fuente-Solana, E. I., & Albendín-García, L. (2020). The effect of mindfulness training on burnout syndrome in nursing: A systematic review and meta-analysis. Journal of Advanced Nursing, 76(5), 1124–1140. https://doi.org/10.1111/jan.14318
ADVERTISEMENT