Bahaya Berpikir Positif Berlebihan dan Upaya Mengelola Emosi Negatif

Gilang Kusuma Wardana
Pengajar dan penulis buku "Wala Tai'asu", berdomisili di Berau, Kalimantan Timur
Konten dari Pengguna
24 Juli 2020 8:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gilang Kusuma Wardana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak semua orang akan nyaman ketika disodori sebuah nasihat berbunyi ‘yang sabar ya’, ‘tetap semangat’ atau malah diceramahi dengan membandingkan orang per orang dengan kalimat ‘aku dulu begini, bla, bla, bla’ saat menghadapi permasalahan yang rumit.
ADVERTISEMENT
Sadarkah Anda, ketika mengucapkan itu kepada teman Anda, bisa jadi Anda sedang menjerumuskan mereka ke dalam situasi yang lebih buruk. Karena, hal itu mengakibatkan seseorang yang dinasihati akan melakukan penolakan terhadap pengalaman emosi manusia yang otentik.
Atau misalnya, kondisi saat kita kehilangan pekerjaan, kehilangan orang terpenting dalam hidup kita, atau hanya merasa tertekan dengan situasi dan kondisi yang tidak kondusif dalam bekerja. Lalu, kita memaksakan diri untuk berpikir positif dan melakukan penolakan terhadap emosi yang tidak menyenangkan itu, bukan kebahagiaan yang ujug-ujug akan diperoleh, tetapi justru malah membuat emosi negatif semakin membesar.
Bahwasannya, berpikir positif itu menganggap bahwa segala sesuatu merupakan hal baik dan harus dipahami, meski dalam kondisi yang terburuk. Memang, tidak dipungkiri bahwa bersikap positif dalam situasi tertentu akan menjadi sebuah kekuatan.
ADVERTISEMENT
Namun, ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Dan, apabila kadar pikiran positif itu berlebihan maka akan berbahaya bagi kejiwaan seseorang dalam jangka panjang.
Semakin sering menghindari emosi negatif dan terjebak pada siklus ini, maka emosi negatif akan menjadi sebuah bom waktu, yang nantinya akan menghantam kejiwaan kita, bila sewaktu-waktu ada yang mengaktifkan pemicunya.
Padahal, berpikir positif bukan satu-satunya cara dalam menghadapi sebuah permasalahan yang kompleks dan rumit. Lantas, apakah dengan menerima emosi negatif akan menjadi jalan yang terbaik?
Setelah itu akan muncul pertanyaan-pertanyaan lanjutan di benak kita. Bagaimana bisa kita hidup dengan emosi-emosi negatif itu? Bagaimana kita bisa menemukan makna dalam hidup tanpa terlepas dari sebuah penderitaan?
Pada titik ini, kita sebaiknya mengakui dan mulai sadar bahwa emosi negatif merupakan hal natural dan normal dialami oleh siapa saja. Alih-alih diabaikan, emosi negatif perlu untuk diterima dan kemudian dikelola dengan cara yang sehat.
ADVERTISEMENT
Tetapi, sebagai manusia yang memiliki kepekaan, tidak serta merta juga untuk gegabah mengelola emosi negatif dengan asal-asalan. Karena, kita pun harus mampu memilih dan memilah emosi negatif mana yang menyehatkan kejiwaan dan mana yang tidak.
Dan bahwasannya dengan begitu, kita telah bertanggung jawab terhadap kesehatan emosional masing-masing pribadi. Hal ini pun masih terlihat rumit untuk dapat membedakan mana emosi negatif yang sehat dan mana yang tidak. Namun, dapat dengan mudah dipahami dan dipersiapkan sedini mungkin, salah satunya menggunakan ‘model ABC’ menurut pandangan Albert Ellis.
Di mana A, adalah peristiwa yang dihadapi, B adalah keyakinan, dan C adalah konsekuensi yang dipicu oleh keyakinan tentang A. Pandangan ini menyatakan bahwa, keyakinan yang ‘sehat’, akan menghasilkan emosi negatif yang sehat. Dan, keyakinan yang ‘tidak sehat’ menghasilkan emosi negatif yang tidak sehat pula.
ADVERTISEMENT
Emosi negatif yang sehat akan membantu seseorang dalam mengubah keadaan secara realistis, sesuai dengan apa yang bisa diubah, atau justru dengan menerima keadaan yang sedang terjadi dengan ikhlas lila legawa. Dengan hal tersebut, maka memungkinkan setiap individu untuk bergerak sekuat tenaga menuju sebuah titik kebahagiaan, dengan tujuan dan keinginan yang wajar.
Karena, apabila emosi negatif yang tidak sehat justru muncul, maka hal tersebut akan menghalangi kemampuan setiap individu untuk bergerak ke titik kebahagiaan tersebut. Atau bisa dikatakan jalan di tempat. Parahnya, akan membuat kemunduran bagi individu tersebut.
Bagaimana membedakan emosi negatif sehat dengan yang tidak sehat? Tentu kita harus paham dalam merasakan emosi negatif yang nantinya akan muncul di dalam diri kita. Kita boleh bersedih, tapi yang harus dihindari adalah depresi. Kita boleh kecewa, tapi yang harus dihindari adalah sakit hati. Atau, kita boleh merasa prihatin, tapi yang harus dihindari adalah perasaan cemas.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh sederhana, gaji kita kecil, tidak mempunyai tabungan, merasa gagal, lalu depresi dan stuck. Itu yang dinamakan emosi negatif yang tidak sehat. Berbeda dengan emosi negatif yang sehat, misal, gaji kita kecil, tidak mempunyai tabungan, merasa sedih, lantas kesedihan itu menggerakkan untuk meningkatkan skill dan mencari penghasilan tambahan, atau dengan menurunkan biaya hidup agar bisa menabung.
Karena emosi negatif yang sehat adalah sebuah respons alami terhadap masalah kompleks yang terjadi pada kehidupan kita. Memilih perasaan emosi negatif yang tidak sehat atau mencoba berpikir positif pada saat menghadapi masalah rumit, keduanya bisa menjadi sebuah gangguan.
Dengan menerima bahwa hidup itu kompleks dan kadang menyulitkan pada saat tertentu, maka saat itu kita akan memiliki kendali terhadap emosi negatif yang kita rasakan, dan dalam keadaan yang sulit kita mampu berpikir secara sehat, dengan perasaan menerima dan tanpa menuntut.
ADVERTISEMENT
Dengan berkeyakinan bahwa kita mampu merasakan emosi negatif yang sehat, maka persepsi kita lebih realistis dan mampu berpikir secara konstruktif. Sehingga, situasi yang rumit dan kompleks seperti apapun, otak dan pikiran kita akan mampu menghadapinya dengan sebuah pemecahan masalah yang akan ditawarkan melalui internalisasi diri.
Bersamaan dengan itu, kita harus bersikap fleksibel, terbuka kepada setiap kemungkinan-kemungkinan, bersikap logis, dan berusaha bahwa yang kita pilih adalah yang paling bermanfaat.
Berpikir positif mungkin akan membantu dalam jangka pendek, tapi itu seperti menutup dinding yang catnya terkelupas, dengan sebuah poster Marylin Monroe. Memang, kita tidak dapat melihat dinding yang telah terkelupas itu, tetapi sebenarnya kita telah membiarkan cat yang terkelupas itu tanpa ada usaha untuk memperbaikinya.
ADVERTISEMENT