Konten dari Pengguna

Pakaian Terbuka: Itu Bukan Bagian dari Budaya Indonesia?

Gina Fahira Febriyanti
Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran.
8 Mei 2022 11:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gina Fahira Febriyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konstruksi yang didasarkan pada sistem patriarki yang membudaya di dalam masyarakat Indonesia, kerap kali memunculkan berbagai stigma dan stereotipe, utamanya kepada perempuan yang diaggap sebagai “warga kelas dua” atau “second class citizen”.
ADVERTISEMENT
Salah satu stigma dan stereotipe yang berkembang adalah anggapan masyarakat Indonesia atas tubuh wanita yang dianggap memalukan dan penuh nafsu. Hal ini kemudian mengarahkan pada penyalahan korban kekerasan seksual karena tidak ‘menutup’ dirinya. Padahal, kasus kekerasan seksual dapat terjadi kepada para perempuan yang mengenakan pakaian tertutup, tak terkecuali hijab.
Para perempuan Indonesia yang mengenakan pakaian terbuka pun dianggap tidak bermoral dan tidak bersifat “ke-Indonesiaan”. Lebih jauh lagi, media kerap melakukan penyensoran pada beberapa bagian tubuh wanita terlepas dari konteks non-seksual atau non-eksplisit. Argumen umum yang menentang wanita mengenakan pakaian ‘terbuka’ adalah bahwa “itu buka bagian dari budaya kita” atau bahwa “individu tersebut telah dipengaruhi oleh budaya Barat”.
Terlepas dari ide dan pemahaman yang berkembang, akar mengenai kedua argumen tersebut sebenarnya dapat ditelusuri kembali ke norma agama daripada norma budaya. Pada kenyataannya, penggunaan pakaian ‘terbuka’ telah menjadi bagian dari budaya Indonesia jauh sebelum kolonisasi oleh Bangsa Barat.
ADVERTISEMENT
1. Kemben
Perempuan warga Desa Tenganan, Bali. (Sumber: KumparanTravel)
Kemben adalah kain tradisional penutup tubuh wanita yang secara historis dapat ditemui pada masyarakat tradisional suku Jawa dan Bali. Jenis kain dan aksesoris yang digunakan saat mengenakan kemben, menggambarkan status sosial seseorang pada masa itu.
2. Rok Rumbai
Rok Rumbai, Papua (Sumber: pixabay.com)
Rok Rumbai adalah pakaian unisex yang terbuat dari daun sagu kering, dikenakan oleh perempuan Papua dari suku Yapen, Enjros, dan Nafri. Meskipun digunakan sebagai rok disertai dengan ‘baju kurung’, rok rumbai juga dapat dikenakan sebagai gaun.
3. Telanjang Dada
Atasan tanpa busana, (Sumber: Kumparan.com/potongan-nostalgia)
Atasan tanpa busana atau telanjang dada merupakan hal biasa di kalangan orang Jawa, Dayak, Bali, dan suku lainnya di Indonesia hingga abad ke-20. Telanjang dada menjadi suatu yang normal ketika bekerja dan bersitirahat. Sementara, penggunaan pakaian baru menjadi normal setelah penjajahan Barat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan historisnya, terbukti bahwa nenek moyang pada berbagai suku bangsa di Indonesia mengenakan pakaian yang terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa argumen mengenai budaya menentang pakaian terbuka adalah salah secara historis. Premis atas agama sama dengan budaya juga merupakan hal yang salah sebab kedua hal tersebut merupakan hal yang berbeda.
Perkembangan yang mendominasi pemikiran saat ini merupakan penyebab dari faktor eksternal non-budaya, seperti halnya ideologi agama. Jikalau terdapat argumen yang menyatakan bahwa etika Islam telah mengakarkan diri pada budaya Indonesia, perlu dipahami bahwasanya budaya Islam dan budaya Indonesia bukanlah hal yang sama. Klaim bahwa budaya Indonesia bersifat tertutup dan konservatif, mengartikan bahwa adanya pengabaian pada bagian-bagian tertentu dari sejarah Indonesia, di mana banyak pakaian etnik yang memikat dan terbuka.
ADVERTISEMENT