Konten dari Pengguna

Integrasi Anugerah Alam Melalui Perencanaan Kota

Gina Magfirah
Perencana kota area Kalimantan Selatan. Alumni Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Brawijaya
19 Agustus 2022 14:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gina Magfirah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Credit: Unsplash (Adrian Pranata)
zoom-in-whitePerbesar
Credit: Unsplash (Adrian Pranata)
ADVERTISEMENT
Sudah sering mendengar Jakarta akan tenggelam tahun 2050? Atau tingkat polusi dan suhu panas di daerah perkotaan yang meresahkan sehingga membuat kita ingin segera masuk gedung berpendingin ruangan? Masalah perkotaan seperti berkurangnya daerah resapan air, turunnya permukaan air tanah dan efek urban heat island (UHI) lumrah namun momok bagi kota besar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Masalah ini juga perlu dilakukan antisipasi bagi seluruh daerah perkotaan lain, mengingat peran besar baik secara langsung maupun tidak langsung dari perubahan iklim yang terjadi beberapa dekade belakangan. Perubahan iklim seringkali diasosiasikan sebagai peristiwa global yang berdampak secara lokal.
Menurut Worldbank, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat urbanisasi tertinggi di Asia Tenggara dengan prediksi 40% masyarakat akan tinggal di daerah perkotaan pada tahun 2045. Maka, perlu adanya pendekatan melalui regenerasi kota dan perencanaan kota berorientasi masa depan di Indonesia untuk meningkatkan ketahanan iklim kota di Indonesia.
Kerentanan terhadap efek perubahan iklim pada perkotaan mengalami eskalasi karena adanya kenaikan populasi dan pembangunan infrastruktur secara masif. Pembahasan untuk meningkatkan ketahanan iklim kota sendiri sudah banyak dibicarakan di tingkat internasional, seperti dalam agenda tahunan COP26 UK dan yang teranyar G20 Indonesia 2022.
ADVERTISEMENT
Dengan segala kompleksitas pendekatan ketahanan kota terhadap perubahan iklim, harapan yang harus dicapai adalah terbukanya potensi perencanaan kota dalam NDC Indonesia (walaupun NDC Indonesia masih belum masuk kategori ambisius).

Solusi Berbasis Alam: Alat Untuk Kota yang Berkelanjutan dan Berketahanan Terhadap Iklim

Salah satu ide besar dari perencanaan kota berorientasi masa depan adalah memanfaatkan Solusi Berbasis Alam (SBA) ke perkotaan yang banyak akan grey infrastructure melalui: menjaga; manajemen dan; restorasi ekosistem lingkungan. Alam dapat jadi sebuah alat untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan proses seperti:
Credit by Land: NBS’ positive effects diagram
Pendekatan SBA sangat bergantung kepada konteks lokal dan keunikan setiap daerah. Menurut Vox, masyarakat adat dan lokal memegang peran penting dalam menjaga dan melestarikan 21% alam di bumi melebihi peranan taman nasional dan/atau hutan lindung. SBA sejalan dengan prinsip inklusif kepada masyarakat lokal dalam pengambilan kebijakan dan manajemen sumber daya alam.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks perkotaan, masyarakat lokal dapat berperan aktif dalam penanganan masalah iklim melalui implementasi SBA seperti urban agriculture, green space atau sistem air bersih. Tentunya pemanfaatan SBA harus termuat dalam rencana dan kebijakan perkotaan secara komprehensif dan sistematis.
Penerapan SBA yang bergantung kepada keunikan setiap kota akan menciptakan kota yang ramah melalui peningkatan interaksi sosial, munculnya lokasi rekreasi dan hiburan, dan berkontribusi dalam kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan masyarakatnya.
Meskipun SBA mungkin hanya mampu berkontribusi 30% dalam pengurangan emisi karbon, SBA merupakan alat yang dekat dengan kita dan relatif mudah untuk diimplementasikan mengingat alam selalu ada di sekitar kita. Apalagi dengan adanya ide energi terbarukan perencana kota dapat membuka potensi besar melalui SBA untuk meningkatkan energi terbarukan.
ADVERTISEMENT

Bagaimana Hubungan SBA dengan Perencanaan Kota di Indonesia?

Apakah ini pendekatan yang baru? Tidak ada yang baru dari pendekatan SBA. Namun, dengan efek perubahan iklim yang terus terjadi secara lokal, Indonesia dapat memanfaatkan SBA dengan sebaik-baiknya dan sepenuh-penuhnya sesuai dengan identitas Indonesia: sumber daya alam yang melimpah.
Sayangnya, pendekatan SBA masih jauh dari kata ‘mainstream’ di perencanaan kota dan upaya pengurangan risiko bencana di Indonesia baik secara penelitian maupun secara praktis. Selain itu, kerangka legislatif untuk SBA masih belum ada di Indonesia.
Padahal tanpa adanya definisi standar dari SBA untuk perencanaan kota, akan sulit untuk mengembangkan metode implementasi dan teknik evaluasi. Kebijakan SBA harus fleksibel dengan menyesuaikan keunikan dan potensi lokal.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan amanat dunia untuk terus ambisius dalam penanganan perubahan iklim, apapun metode, alat dan pendekatan yang berpotensi dalam NDC Indonesia harus terus diupayakan sekecil apapun dampaknya. Karena setiap aksi kecil, tetaplah sebuah aksi.