Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Korupsi di Indonesia: Fakta, Data, dan Tantangan Pemberantasan
31 Januari 2025 17:26 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Baginda Sinaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Korupsi: Penyakit Kronis yang Menggerogoti Negara
ADVERTISEMENT
Korupsi merupakan penyakit kronis yang setiap hari mengikis hak-hak yang diterima masyarakat. Lemahnya penegak hukum, dan faktor budaya hampir tidak memberikan efek jera bagi koruptor. Kerugian dari tindakan korupsi yang tercatat sangat besar. Salah satu kasus yang terjadi ialah Kasus Badan Penyehatan Lembaga Keuangan (BLBI). Program BLBI yang awalnya ditujukan untuk menyelamatkan bank-bank pada saat krisis moneter pada tahun 1997-1998 disalahgunakan yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp138,4 triliun.
ADVERTISEMENT
Permasalahan tentang korupsi yang seharusnya serius lambat laun dinormalisasikan oleh masyarakat. Untuk melihat dari sisi masyarakat, kondisi korupsi dapat dijelaskan melalui survei Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK). Nilai IPAK yang kian menurun selama 2 tahun terakhir dari tahun 2022 sampai tahun 2024. Pada 2024 nilai IPAK mencapai 3,85, nilai ini lebih rendah 0,07 poin dibandingkan pada tahun 2023 dengan poin 3,92. Menurunnya nilai IPAK menunjukkan pandangan masyarakat yang menurun dalam melihat kasus korupsi. Untuk melihat dari sisi kasus yang terjadi, Publikasi Statistik Kriminal digunakan dalam melihat kondisi korupsi melalui banyaknya kasus yang terjadi.
Pentingnya Statistik Kriminal dalam Perencanaan Nasional
Publikasi Statistik Kriminal merupakan upaya untuk menyediakan data kriminal secara berkala dan berkesinambungan. Data ini berperan penting sebagai dasar dalam perencanaan pembangunan sektoral di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, serta mendukung perencanaan pembangunan nasional demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Data tersebut juga dibutuhkan pada tingkat internasional, termasuk untuk memenuhi United Nations Surveys on Crime Trends and Operations of Criminal Justice Systems (UN-CTS) untuk United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), dan mendukung indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), khususnya Tujuan 16 terkait dengan perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh dalam rangka menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan.
ADVERTISEMENT
Statistik kriminal dihimpun dari tiga sumber utama, yaitu data registrasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), dan Pendataan Potensi Desa (Podes). Statistik ini menjadi salah satu elemen penting dalam keberhasilan pembangunan nasional. Keamanan yang terjaga menciptakan suasana kondusif bagi masyarakat untuk beraktivitas, termasuk dalam sektor ekonomi dan pariwisata. Oleh karena itu, statistik kriminal yang akurat, andal, dan berkesinambungan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Kondisi Korupsi di Indonesia
Salah satu jenis kejahatan yang dicatat dalam statistik kriminal adalah kasus penipuan, penggelapan, dan korupsi. Data menunjukkan bahwa jumlah kejadian terkait ketiga jenis kejahatan ini di Polri sempat menurun selama periode 2018–2021, dari 43.852 kasus pada tahun 2018 menjadi 35.093 kasus pada tahun 2021. Namun, tren ini berbalik pada tahun 2022, dengan lonjakan mencapai 46.538 kasus, jumlah tertinggi dalam lima tahun terakhir. Angka ini terus meningkat drastis hingga 76.499 kasus pada tahun 2023.
ADVERTISEMENT
Menurut Statistik Kriminal 2024 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Polda Metro Jaya, yang meliputi wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, mencatat jumlah kasus tertinggi terkait penipuan, penggelapan, dan korupsi pada tahun 2023, dengan total 22.729 insiden. Polda Sumatera Utara dan Polda Jawa Barat menempati posisi berikutnya, meskipun dengan angka yang jauh lebih rendah, masing-masing 8.007 dan 7.037 insiden. Sebaliknya, wilayah dengan jumlah kasus terendah pada tahun yang sama adalah Polda Kepulauan Bangka-Belitung, Polda Maluku Utara, dan Polda Kalimantan Utara, dengan masing-masing mencatat 146, 139, dan 126 insiden.
Kondisi serupa juga terlihat pada tahun 2022, di mana Polda Metro Jaya tetap menjadi wilayah dengan jumlah kejadian tertinggi, yakni 9.729 kasus. Polda Sumatera Utara dan Polda Jawa Barat berada di peringkat kedua dan ketiga dengan jumlah 5.376 dan 5.258 kasus. Adapun wilayah dengan kasus terendah pada tahun tersebut adalah Polda Kalimantan Utara, Polda Maluku Utara, dan Polda Kepulauan Bangka Belitung, masing-masing mencatat 84, 88, dan 121 insiden.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, data menunjukkan bahwa jumlah dan persentase desa/kelurahan yang mengalami kejadian korupsi di Indonesia menurun dari 369 desa/kelurahan (0,44%) pada 2021 menjadi 222 desa/kelurahan (0,26%) pada 2024, mencerminkan kemungkinan perbaikan tata kelola pemerintahan desa/kelurahan. Beberapa provinsi mengalami penurunan signifikan, seperti Jawa Timur (27 menjadi 15 desa/kelurahan), DKI Jakarta (27 menjadi 2 desa/kelurahan), dan Sulawesi Selatan (13 menjadi 7 desa/kelurahan), sedangkan beberapa wilayah, seperti Papua Tengah masih cukup tinggi di angka 4,00% pada 2024 dan Jawa Tengah mengalami kenaikan dari 8 desa/kelurahan pada 2021 menjadi 15 desa/kelurahan pada 2024 sehingga menghadapi tantangan besar dalam pencegahan korupsi. Secara keseluruhan, tren ini menunjukkan dampak positif dari upaya pemberantasan korupsi, meskipun daerah dengan angka kejadian tinggi tetap memerlukan perhatian lebih dalam penguatan transparansi dan pengawasan.
ADVERTISEMENT
Peran Data dalam Kebijakan yang Lebih Efektif
Dengan melihat tren yang berkembang dalam statistik kriminal, termasuk kasus penipuan, penggelapan, dan korupsi, serta penyebaran kejadian korupsi di tingkat desa/kelurahan, menjadi jelas bahwa tantangan dalam pemberantasan kejahatan masih memerlukan perhatian serius. Meskipun terdapat penurunan insiden korupsi di beberapa daerah, lonjakan kasus kejahatan lainnya menunjukkan bahwa sistem hukum dan pengawasan masih perlu diperkuat. Oleh karena itu, upaya kolaboratif antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman, transparan, dan berkeadilan. Dengan dukungan data yang akurat dan berkelanjutan, kebijakan yang diambil diharapkan dapat semakin efektif dalam membangun sistem yang lebih tangguh, tidak hanya dalam menekan angka kriminalitas tetapi juga dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT