Merdeka Belajar Masih 'Tanggung' Bebaskan Saja Belajar Siswa!

Gita Ramadia
Mahasiswa PGSD Universitas Pendidikan Indonesia yang memiliki ketertarikan tinggi dalam dunia kepenulisan
Konten dari Pengguna
29 November 2020 12:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gita Ramadia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PEMIKIRAN ini merupakan gagasan murni dari seorang mahasiswi dalam bidang pendidikan. Pemikiran ini merupakan harapan dan cita-cita dari pemuda agent of change dalam dunia pendidikan. Pendidikan saat ini dikatakan saja ‘merdeka’ dalam konsepnya. Padahal di dalam pelaksanaan masih banyak peserta didik yang tertekan dalam menjalankan pendidikannya. Nah, hal ini meupakan PR bagi semua element warga negara dalam memperbaiki hal ini. Lalu sistem merdeka belajar yang sekarang sedang dilaksanakan apakah sudah dapat berjalan dengan berhasil atau tidak, kita semua harus melihat fakta dari kurikulum merdeka belajar itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Bapak menteri pendidikan Indonesia, Nadiem Makarim mencanangkan sistem merdeka belajar di dalam pelaksanaan kurikulum salah satunya adalah digantikannya UN 2021. Di dalam faktanya memang benar UN merupakan salah satu tekanan untuk siswa dalam pendidikan. Dengan dihapuskannya UN siswa akan lebih berkembang lagi bukan hanya mengejar akademik saja. Memang merdeka belajar saat ini sedang dilakukan. Namun pandangan penulis kurikulum merdeka belajar tersebut masih tanggung dalam pelaksanaannya.
Dikatakan saja merdeka namun pada kenyataannya masih saja ada anak yang stres dalam belajar. Banyak siswa yang mengeluh dan menjadi malas saat belajar. Sungguh miris kenyataannya, hanya dalam nama sistemnya saja merdeka belajar namun dalam pelaksanaannya berbanding terbalik.
Penulis menggagas sebuah pemikiran futuristik perihal kurikulum pendidikan Indonesia yaitu merdeka belajar menuju kebebasan belajar. Makna gagasan ini berarti sebuah kurikulum untuk menciptakan insan yang bebas dalam berpikir, berkarya, dan bebas dari kungkungan dan tekanan dari tugas-tugas guru yang tidak sesuai dengan potensi anak.
Sumber: Google, Ilustrasi siswa belajar yang antusias, bebas dan merdeka
Menuju kebebasan dalam belajar, siswa pada saat masuk Sekolah Dasar guru mengenali setiap siswa apakah potensi yang dimilikinya. Dengan mengetahui hal tersebut guru langsung mengarahkan belajar sesuai pada potensinya. Siswa tetap belajar mata pelajaran umum, namun tidak terlalu ditekankan pada nilai yang harus selalu tinggi. Jika siswa difokuskan pada pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakatnya maka ilmu yang didapatkannya akan lebih bermakna dan mendalam. Lebih baik satu produktif daripada banyak tapi tidak satu pun yang terkuasai.
ADVERTISEMENT
Lalu, penilaiannya yang lebih disoroti itu dari pelajaran yang memang sesuai potensinya. Tidak hanya guru yang harus melakukan hal seperti ini, melainkan orang tua pun jangan hanya menyoroti nilai anak yang kurang bagus, tapi ubahlah lihat nilai anak yang tertingginya apa, hal tersebut menandakan potensi anak berada disana.
Pada sistem ujian akhir pun pada sistem menuju kebebasan belajar, ujiannya itu buhan ujian biasa. Namun ujian yang sangat mendorong anak untuk bereksplorasi dan menghasilkan karya yang berguna untuk orang lain. Jika dilihat, di kalangan SD masih sulit tetapi dengan tidak mengubah dari sekarang mau kapan lagi, pendidikan yang datar-datar saja dan tidak menantang. Sebagai contoh, siswa senang menggambar, kenapa tidak jika ujian untuk siswa tersebut yaitu harus melaksanakan kegiatan pameran dengan karya-karyanya yang telah dilakukan pada proses pembelajarannya. Selain bermanfaat untuk masyarakat, siswa tersebut pun dapat mengapresiasikan dirinya lewat pameran. Atau mungkin bahkan hal itu akan menjadi nilai ekonomi.
ADVERTISEMENT
Menuju kebebasan belajar bukan berarti siswa dibebaskan begitu saja dalam pembelajaran, bukan berarti siswa malas belajar guru atau orang tua hanya diam saja. Kebebasan belajar merupakan sebuah gagasan yang berorientasi pada masa depan. Kurikulum kebebasan belajar ini memfokuskan siswa pada pelajaran yang sesuai dengan minat/bakat atau potensi yang dimiliki oleh siswa itu sendiri. Jika siswa dibebaskan dan difokuskan pada pelajaran yang ia suka maka akan meninjadikan belajar yang lebih bermakna dan produktif. Tidak ada lagi labelling siswa bodoh karena tidak mahir matematika, atau tidak ada lagi perkataan “kamu harus les setelah sekolah agar nilai matematika kamu tinggi”. Dengan gagasan ini akan membrantas hal-hal yang berbau menjatuhkan psikologis anak dan nilai-nilai kemanusiaan. Semoga gagasan ini dapat terealisasi di masa depan bahkan saat ini pun sudah mulai dibentuk. Hidup Pendidikan Indonesia!
ADVERTISEMENT