ORANG TUA MENGELUH SOAL PJJ, MAHASISWA IKUT MENCARI SOLUSI

Gita Ramadia
Mahasiswa PGSD Universitas Pendidikan Indonesia yang memiliki ketertarikan tinggi dalam dunia kepenulisan
Konten dari Pengguna
21 Juli 2020 12:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gita Ramadia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Google
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Google
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PANDEMI COVID-19 sukses mengubah tatanan hidup masyarakat Dunia, termasuk masyarakat Indonesia. Pemerintah dan masyarakat sama-sama dipusingkan mencari cara terbaik memutus mata rantai COVID-19. Pemerintah pusing mencari cara agar masyarakat bisa tetap di rumah saja, di sisi lain masyarakat pusing bagaimana cara bertahan hidup kalau hanya di rumah saja. Sehingga pada akhirnya pemerintah memilih untuk ‘berdamai’ dengan COVID-19 dan hidup berdampingan dengannya. Namun demikian, bukan berarti pemerintah membebaskan kembali masyarakat untuk beraktivitas seperti biasa. Terdapat beberapa kebijakan yang mengiringi tag line Adaptasi Kebiasaan Baru. Walau tidak semua kebijakan dapat diaplikasikan masyarakat dengan mudah.
ADVERTISEMENT
Salah satu kebijakan pemerintah yang membuat sebagian masyarakat ketar-ketir, terutama ibu-ibu, adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak dikeluarkannya Kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) oleh Kemendikbud melalui Surat Edaran Nomor 33/SE/2020 telah menetapkan bahwa kegiatan pembelajaran di sekolah dilakukan di rumah masing-masing.
PJJ ini dapat menjadikan anak semakin sering beinteraksi dengan keluarga dan orang tua pun dapat melihat secara langsung perkembangan akademis yang telah dicapai oleh anak. Hal terpenting adalah tidak ada kekhawatiran terinfeksi COVID-19 jika belajar di rumah saja. Memang kebijakan ini sangat relevan untuk diterapkan pada saat ini, hanya saja tidak semua orang tua dapat beradaptasi dengan kebijakan tersebut, khususnya mereka yang tinggal di perkampungan.
ADVERTISEMENT
Banyak orang tua yang mengeluhkan kebijakan PJJ, terlebih untuk orang tua yang anaknya bersekolah di tingkat Sekolah Dasar. Kesibukan bekerja dan mengurus rumah menjadi alasan paling banyak mengapa para orang tua ini mengeluhkan kebijakan PJJ, mereka tidak bisa selalu berada disamping anak untuk memantau dan memandu anak saat belajar, rendahnya pendidikan yang dienyam menjadi alasan selanjutnya mengapa mereka tidak bisa membersamai anak dalam belajar.
“Aduh repot juga sekarang, anak jadi full belajar di rumah, makin males aja dia.” Keluh salah satu tetangga.
“Anak belajar di rumah jadi pusing, mana saya ga ngerti tugas-tugasnya, belum lagi cucian yang numpuk.” Timpal tetangga yang lain.
Harapan agar orang tua turut memandu anak dalam belajar ternyata tidak semudah kedengarannya. Kita tidak bisa memukul rata bahwa setiap orang tua dapat menjadi guru kedua saat dirumah. Pakem yang mengatakan bahwa ayah adalah pencari nafkah dan ibu adalah pengurus rumah tangga tidak dapat diubah dalam beberapa minggu, paling tidak itu yang saya dan teman-teman sesama mahasiswa rasakan dari hidup di perkampungan.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari keadaan di perkampungan tersebut, salah satu mahasiswa jurusan pendidikan yang juga Ketua BEM UPI Kampus Cibiru, Agi Junaedi, menginisiasi sebuah solusi yang dapat meringankan beban para orang tua di kampung dalam membersamai anak saat belajar. Ia menawarkan diri untuk menjadi pembimbing anak selama belajar di rumah dengan membentuk kelompok belajar di sekitar rumah tinggalnya. Tentunya dengan mengindahkan protokol kesehatan.
ILUSTRASI masa belajar di rumah bagi pelajar. HANDRI HANDRIANSYAH/PR
“awalnya saya beritikad untuk membuka perpustakaan di rumah, namun melihat respon masyarakat sangat mendukung, sehingga saya buka untuk bimbingan belajar selama COVID-19 dan mensosialisasikan tentang bahayanya COVID-19 untuk siswa-siswi SD di sekitar rumah menjadi suatu kelompok belajar” ujar mahasiswa dari Cimanggung, Kabupaten Sumedang itu.
Karakteristik siswa SD yang cenderung cepat bosan dan susah belajar mandiri dapat teratasi dengan adanya kelompok belajar ini, mereka lebih aktif dan giat ketika mendapat pembimbing dan teman belajar. Belakangan, metode tersebut diikuti oleh teman-teman mahasiswa yang lain termasuk saya sendiri.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga salah satu bentuk masukkan untuk pemerintah dalam memberdayakan mahasiswa di daerah-daerah, khususnya di daerah perkampungan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dalam menjalankan pendidikan untuk anak-anaknya saat pandemi.
Seperti yang dikatakan oleh Bapak Hasan Basri, MM (Tenaga Ahli Komisi X DPR RI), “Solusi tersebut sangat bagus dilakukan dan menjadi masukkan juga untuk pemerintah karena pemerintah pun tidak mungkin dapat langsung menanggulangi hambatan kebijakan PJJ ke daerah-daerah.” dikutip dalam diskusi online, Menyikapi Masa New Normal Bagi Pendidikan Indonesia.
Pendidikan tetap harus berjalan sebagai mestinya, meski di tengah krisis sekalipun. Untuk itu mari saling bekerja sama antara pemerintah, guru, orang tua, dan mahasiswa. Semoga dalam kondisi seperti ini pendidikan di Indonesia tetap meningkat sehingga terus melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas.
ADVERTISEMENT