Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pendidikan dalam Kacamata Tan Malaka
19 Agustus 2024 15:02 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari gmnifkipunej tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tan Malaka, atau Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka, lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Minangkabau, Sumatera Barat pada 2 Juni 1897 dan meninggal di Jawa Timur pada 21 Februari 1949 pada usia 51 tahun. Berasal dari kalangan bangsawan lokal, Ibrahim mewarisi gelar Datuk Tan Malaka sesuai garis matriarkat. Pendidikan dasarnya yang luar biasa membuatnya melanjutkan ke sekolah Guru Pribumi di Bukittinggi dan kemudian ke Kweekschool di Haarlem, Belanda, berkat bantuan gurunya, G.H. Horensma. Meski terganggu oleh sakit dan gagal memperoleh ijazah guru kepala, pengalaman hidup di Belanda memperkuat keyakinannya terhadap demokrasi dan kemerdekaan. Tan Malaka aktif dalam organisasi pelajar dan mahasiswa Indonesia di Belanda, menyuarakan sosialisme dan komunisme. Pada tahun 1920, dia mengajar di Maskapai Senembah di Sumatra Timur sebelum pindah ke Jawa pada 1921, mendirikan sekolah- sekolah proletar di Semarang untuk mengajarkan dasar-dasar komunisme.
ADVERTISEMENT
Konsep pendidikan Tan Malaka menekankan pentingnya mendidik bangsa Indonesia untuk mencapai kemajuan dan melepaskan diri dari belenggu imperialisme dan kolonialisme. Menurut Tan Malaka, pendidikan haruslah menuntun segala kekuatan kodrat pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan tidak memaksa tetapi membimbing dan mengembangkan potensi anak sesuai kodratnya. Tan Malaka memandang bahwa pendidikan adalah dasar untuk melepaskan bangsa dari keterbelakangan dan kebodohan serta belenggu imperialisme. Pemikirannya mengenai pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian utama: pertama, memberikan keterampilan dasar seperti berhitung, membaca, menulis, dan pengetahuan umum; kedua, memberikan hak kepada murid melalui pergaulan dan aktivitas sosial; ketiga, menunjukkan kewajiban terhadap rakyat jelata. Tan Malaka juga mengkritik kaum terpelajar Indonesia yang tidak peduli pada nasib rakyat jelata dan menekankan pendidikan yang humanis dan membebaskan.
ADVERTISEMENT
Tan Malaka mendirikan Sekolah Rakyat yang ditujukan untuk seluruh lapisan masyarakat. Sekolah ini mengajarkan pelajaran dasar dan mendorong siswa untuk mengerti nasib kaum melarat dan berjuang membela mereka. Pemikiran pendidikan Tan Malaka disebut sebagai pedagogik transformatif, yaitu proses memanusiakan manusia untuk membentuk masyarakat baru yang lebih adil. Tan Malaka berharap sekolah yang didirikannya dapat menyiapkan pemimpin yang visioner dan revolusioner, berpikir rasional, serta anti-kolonialisme, sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang Pancasilais. Ia juga mengajarkan keterampilan yang diperlukan untuk bertahan hidup di dunia yang semakin maju, serta menekankan tanggung jawab sosial dan kemanusiaan.
Tan Malaka mengkritik metode hafalan yang digunakan di Belanda saat ia menuntut ilmu di sana. Ia menganggap metode tersebut hanya cocok untuk pengetahuan umum yang menarik, tetapi tidak untuk pengetahuan yang lebih kompleks seperti biologi. Ia lebih menyukai metode yang lebih praktis dan aplikatif, seperti metode perumpamaan dan dialog. Metode perumpamaan
ADVERTISEMENT
digunakan untuk memudahkan murid memahami materi yang disampaikan dengan menggunakan benda atau sesuatu yang mudah ditemui oleh murid. Metode dialog memungkinkan Tan Malaka untuk mengetahui keadaan siswa secara mendetail dan membenahi pengetahuan mereka selama dialog berlangsung. Pemikiran pendidikan kritis yang digagas oleh Tan Malaka pada masa pra- kemerdekaan selayaknya menjadi inspirasi dan landasan pendidikan nasional yang berkarakter Pancasila sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia, jauh dari praktik-praktik pendidikan liberalis dan kapitalis.