Bung Hatta: Republikanisme dan Demokrasi

Gustamin Abjan
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
5 Juli 2023 18:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gustamin Abjan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bung Hatta. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Bung Hatta. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Diktum yang pernah populer “pemikir pejuang, pejuang pemikir” sangat relevan jika disematkan pada sosok Bung Hatta. Ia merupakan cerminan intelektual organik yang dimiliki Indonesia pada masanya. Aneka pemikiran dan kiprah pergerakan telah membuktikan bahwa Hatta merupakan sosok yang layak diteladani oleh lintas generasi.
ADVERTISEMENT
Tidak heran, sampai detik ini ia masih terus diingat dalam memori generasi anak muda. Bahkan mayoritas elemen nyaris menjuluki Hatta dengan ragam predikat: sang proklamator, ekonom, bapak koperasi, tokoh anti korupsi dan lain-lain yang mencerminkan kiprahnya dalam pentas pemikiran dan pergolakan politik tanah air. Hal ini membuat kita yang mempelajarinya seperti menimbah air di sumur yang paling dalam: tidak akan surut dan tidak lekang oleh zaman.
Sang proklamotor kelahiran Bukit Tinggi, 12 Agustus 1902 tersebut mempunyai sumbangsi besar dalam menata perdaban bangsa Indonesia. Segudang gagasan yang dimiliki mempunyai pengaruh yang sangat luas pada eranya. Pemikiran tentang ekonomi, demokrasi, politik dan lain-lain membentuk Hatta menjadi sosok yang dikenang sebagai pejuang sekaligus pemikir.
ADVERTISEMENT
Tabungan pengetahuan yang ia miliki tidak sekadar bersemayam di dalam kepala dan melantun dalam tuturan tetapi ia wujudkan dalam aksi nyata. Ia benar-benar meresapi dan menghayati apa yang pernah ia tulis tentang Sokrates. Bahwa pengetahuan mula-mula adalah kerangka etis. Pengetahuan bukan sekadar teori atau doktrin tetapi sikap hidup (Kladen, 2020).

Ide Republikanisme

Apakah Hatta seorang republikan? pertanyaan ini mesti diajukan kendati polemis. Karena Hatta adalah pengusung federalis sementara republik identik dengan negara kesatuan. Sehingga kadang kala orang salah kaprah dalam memahami Hatta sebagai penolak ide republik. Hatta tidak menolak republik, justru ia merupakan aktor utama yang mengusung republikanisme sebagai basis utama dalam menata masa depan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Republik yang dipahami Hatta tidak sekadar bentuk negara. Tetapi ia merupakan rahim yang menelurkan semangat kedaulatan rakyat. Gagasan Res publica res populi (republik diarahkan untuk rakyat) yang diusung oleh Cicero rupanya diilhami oleh Hatta . Lebih jauh republikanisme Hatta bersandar pada perspektif Machiavelli yang sekurang-kurangnya dipotret dalam beberapa argumen.
Pertama, Indonesia merdeka haruslah republik yang bersendi kepada pemerintahan rakyat. Di sini Hatta dengan serius meletakkan republik secara prinspil sebagai antitesis dari kekuasaan kolonial. Dengan demikian, republik bagi Hatta adalah bentuk konkrit dari self-government, yaitu bangsa yang merdeka (Robet, 2021:158). Argumen ini serupa dengan Machiavelli yang sejak awal mengkonsepsikan republik sebagai bentuk kebebasan atas segala dominasi. Selain itu, bagi Hatta, kedaulatan rakyat dalam sistem republik merupakan tonggak awal pendirian Indonesia merdeka.
ADVERTISEMENT
Kedua, Hatta meletakkan supremasi politik (yang publik) diatas lebih tinggi dari kepentingan ekonomi (yang privat). Baginya, politik mesti dipisahkan secara tegas dari kepentingan privat. Hal ini seirama dengan pikiran Machiavelli tentang idealitas sebuah republik. Bahwa republik akan luntur jika dicemari oleh kepentingan privat (korupsi dan lain-lain).
Tidak sekadar berpangkal pada Machiavelli tetapi pemikiran Hatta selangkah lebih maju dengan menekankan prinsip unversalisme dalam konsep republik. Hal itu ditelisik dari pandangannya bahwa penegakkan republik berarti menimalisir identitas primordial. Artinya, di dalam sebuah republik, solidaritas sosial terbentuk tidak didasarkan pada kesamaan suku, agama atau golongan tetapi solidaritas sosial lahir dari kesamaan kedudukan sebagai warga negara.

Pemikiran Demokrasi

Hatta memahami betul ide-ide demokrasi yang tumbuh berkembang di Barat. Ia pembaca serius sekaligus pengkritik Jean Jacques Rousseau. Ide demokrasi yang lahir dari rahim revolusi Perancis ia pelajari secara tuntas. Menurutnya, misi suci yang diperjuangkan oleh revolusi Perancis pada tahun 1789 “kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan” masih mempunyai banyak kekurangan.
ADVERTISEMENT
Demokrasi barat hanyalah demokrasi politik bukan demokrasi ekonomi. Kealpaan demokrasi ekonomi itulah kelak menciptakan ketimpangan. Sumber daya alam dan aneka kekayaan negara hanya dikuasai oleh segilintir. Pucuk kekuasaan hanya dikendalikan oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kekayaan ekonomi. Yang kaya semakin berjaya sementara yang miskin makin tersingkir dan melarat.
I exploitation de I’homme par I’home, pemerasan manusia oleh manusia. Selain itu demokrasi barat cenderung menglegitimasi semangat individualisme. Hal ini bertentangan dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang berbasis pada spirit solidaritas dan kolektivisme. Polemik itu yang diantisipasi oleh Hatta sehingga ia menelurkan konsep demokrasi Indonesia (sosial) sebagai sintesa dari demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
ADVERTISEMENT
Konsep demokrasi Indonesia diperjuangkan oleh Hatta dengan keteguhan moral yang tinggi. Hatta menyatakan “kedaulatan rakyat meliputi kedua-duanya: demokrasi politik dan demokrasi ekonomi”. Ia berungkali menyatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak mengandung penyakit individualisme tetapi bersendi pada kolektivisme. Atas dasar ini ia membangun demokrasi asli Indonesia yang bersumber dari semangat hidup masyarakat desa.
Desa merupakan entitas yang melahirkan demokrasi. Potret atas kehidupan desa ini lebih lanjut diulas oleh Hatta dengan meletakkan beberapa sifat yakni, pertama mengambil keputusan dengan musyawarah adalah dasar dari demokrasi politik.
ADVERTISEMENT
Kedua, tolong menolong dan gotong royong merupakan sendi yang bagus untuk menegakkan demokrasi ekonomi. Demokrasi yang paripurna simestinya mempunyai lima anasir yaitu: rapat, mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes dan menyingkirkan segala bentuk kekuasaan raja.