Konten dari Pengguna

Kredit atau Cicil Emas: Begini Hukumnya dalam Islam

Bayu Setiawan
Mahasiswa Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
11 Desember 2022 17:28 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bayu Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi emas batangan yang biasanya disimpan untuk investasi. Sumber: shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi emas batangan yang biasanya disimpan untuk investasi. Sumber: shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Emas adalah logam mulia yang nilainya selalu stabil dari zaman dulu hingga sekarang. Hal itu juga yang menyebabkan banyak orang lebih memilih untuk menyimpan hartanya dalam bentuk emas daripada menyimpannya dalam bentuk uang tunai, karena nilai suatu mata uang bisa turun sewaktu-waktu tidak seperti emas.
ADVERTISEMENT
Emas juga sangat ideal untuk dijadikan media investasi jangka panjang. Oleh karena itu, Banyak Lembaga Keuangan yang sudah berinovasi dalam produk investasi emas dengan menyediakan layanan kredit/cicil emas. Lembaga Keuangan seperti Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia menyediakan produk cicilan emas di mana masyarakat bisa membeli emas batangan secara kredit atau cicilan yang sangat memudahkan masyarakat untuk berinvestasi melalui kepemilikan emas. Tetapi, bagaimana hukum kredit atau cicil emas tersebut dalam Islam?
Ternyata Ulama madzhab yaitu Ulama Hanafiah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah sudah sepakat bahwa jual beli emas secara kredit adalah haram. Hal itu dikarenakan jual beli emas secara kredit tidak memenuhi syarat-syarat jual beli emas sebagai barang ribawi di mana harus ada pembayaran secara tunai atau kontan. Namun, pendapat Ulama madzhab itu bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
ADVERTISEMENT
Melalui fatwa No: 77/DSN-MUI/V/2010 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengemukakan bahwa hukum transaksi jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah, adalah boleh (mubah, jaiz) selama emas tidak menjadi alat tukar/mata uang yang resmi.
Adanya pengharaman jual beli emas secara tidak tunai oleh para Ulama madzhab dikarenakan pada masa itu emas bukan hanya sekedar komoditas, melainkan juga berfungsi sebagai alat tukar/mata uang yang resmi. Hal itu tentu berbeda dengan masa sekarang di mana emas tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar/mata uang yang resmi. Maka, hukum yang mengharamkan kredit emas tidak berlaku lagi.
DSN-MUI juga banyak merujuk pada pendapat para Ulama Kontemporer seperti Syaikh 'Ali Jumu'ah, Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaily, Dr. Khalid Mushlih, Syaikh 'Abd al-Hamid Syauqiy al-Jibaliy, dan Ulama kontemporer lain di mana semuanya berpendapat bahwa jual beli emas secara tidak tunai diperbolehkan karena melihat dari perkembangan zaman yang membuat emas itu tidak lagi menjadi alat tukar, tetapi sebagai barang yang dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti menjadi perhiasan berbentuk gelang, kalung, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Beriringan dengan diperbolehkannya kredit/cicil emas ini, DSN-MUI memberikan batasan dan ketentuan, yaitu: 1) Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo, 2) Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan (rahn), dan 3) Emas yang dijadikan jaminan sebagaimana yang dimaksud di atas tidak boleh diperjualbelikan atau dijadikan objek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan.