Aktor Lemah Menang dalam Perang Asimetris, Mungkinkah?

Grace Inka Putri
Saya merupakan seorang mahasiswa aktif jurusan hubungan internasional dari Universitas Lampung. Saya memiliki ketertarikan akan isu internasional seperti HAM, kesetaraan gender, dan perdamaian.
Konten dari Pengguna
13 September 2022 13:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Grace Inka Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Unsplash
ADVERTISEMENT
Sanak sekalian, mungkin banyak dari kita yang masih asing dengan istilah perang asimetris. Perang asimetris secara sederhana adalah perang yang tidak seimbang dengan strategi yang timpang pula antara dua aktor yaitu aktor yang lemah dan yang kuat. Ketimpangan dalam perang asimetri berhubungan dengan kualitas kemampuan. Kajian perang asimetris serta reaksi negara terhadap ancaman asimetris diawali sejak terjadinya perisitiwa 11 September 2001 yang dilakukan kelompok teroris Al-Qaeda terhadap Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Meskipun perang asimetris dikatakan tidak seimbang, namun bukan berarti aktor lemah akan selalu kalah dan aktor kuat akan selalu menang. Andrew Mack dalam “Why Big Nations Lose Small Wars” berpendapat bahwa yang menjadi faktor keberhasilan atau kegagalan dalam perang asimetris adalah tekad dari aktor tersebut. Aktor yang memiliki tekad besar akan memenangkan perang, terlepas dari sumber daya material yang dimiliki.
Asimetri kekuasaan sangat berhubungan dengan asimetri kepentingan dimana semakin besar kesenjangan kekuasaan relatif, maka akan semakin tidak tegas dan rentan pula aktor kuat secara politik dan sebaliknya semakin tegas serta kuat aktor lemah secara politik. Kekalahan negara-negara besar dalam perang kecil dapat disebabkan oleh elit yang memaksa penarikan mundur dari kemenangan militer.
ADVERTISEMENT
Andrew Mack menjelaskan bahwa terdapat tiga elemen kunci bagaimana aktor lemah dapat memenangkan perang asimetris, yaitu kekuatan relatif menjelaskan kepentingan relatif, kepentingan relatif menjelaskan kerentanan politik relatif, dan kemampuan relatif rentan menjelaskan mengapa aktor kuat kalah.
Dasar argumen Andrew Mack ini yaitu dimana aktor kuat memiliki atensi yang lebih rendah untuk memenangkan perang karena kelangsungan hidup mereka tidak dipertaruhkan. Sedangkan, aktor lemah memiliki atensi yang lebih tinggi untuk memenangkan perang karena kemenangan tersebut yang menjamin kelangsungan hidup mereka. Hal ini berkaitan dengan faktor psikologis aktor lemah dimana kesadaran mereka bahwa mereka lebih lemah dari musuh membangkitkan tekad dan militanisme mereka untuk memenangkan perang. Menurut Mack, kerentanan politik sangat menjelaskan mengapa aktor kuat kalah dan aktor lemah menang. Kemenangan dalam perang asimetrik ini bukan berarti harus menghancurkan musuh, tetapi ketika mereka masih dapat eksis serta berhasil mendapat tujuan utama mereka.
ADVERTISEMENT
Pendapat Mack didukung dengan bukti pada intervensi Amerika Serikat di Vietnam yang secara kuat mendukung logika Mack. Mack berpendapat bahwa Amerika Serikat telah kalah perang karena tidak mempertaruhkan kelangsungan hidup mereka dan lebih kecil jika dibandingankan dengan Vietnam Utara. Amerika Serikat gagal untuk memaksa Vietnam Utara serta mencapai tujuan politik utamanya.
Menurut Ajey Lele dalam jurnalnya juga dijelaskan bahwa terdapat kemungkinan bahwa aktor lemah dapat memenangkan perang asimetris berdasarkan teori interaksi strategis oleh Arreguin-Toft yang menjelaskan jikalau pendekatan strategis yang digunakan sama (tidak langsung- tidak langsung atau langsung- langsung) maka aktor kuat akan menang dalam perang. Tapi jikalau pendekatan strategis yang digunakan berbeda (tidak langsung – langsung atau langsung - tidak langsung) maka aktor lemah berpeluang menang dalam perang.
ADVERTISEMENT
Hal ini diperjelas oleh Arreguin-Toft bahwa penggunaan strategi oleh aktor kuat dan lemah berbeda. Tipologi strategi serangan ideal yang digunakan aktor kuat dibagi menjadi dua, yaitu serangan langsung dan barbarisme. Sedangkan, tipologi strategi pertahanan yang digunakan aktor lemah dibagi menjadi dua pula yaitu pertahanan langsung dan perang gerilya.
Serangan langsung berarti adanya penggunaan militer untuk menangkap atau melenyapkan angkatan bersenjata musuh dan dengan demikian mendapatkan kendali atas musuh. Tujuan utama serangan langsung adalah untuk memenangkan perang dengan menghancurkan musuh kemampuan untuk melawan dengan angkatan bersenjata. Sedangkan, barbarisme merupakan pelangggaran sistematis terhadap hukum perang demi tujuan militer dan politik.
Pertahanan langsung yang digunakan aktor lemah merujuk pada penggunaan angkatan senjata dengan tujuan membatalkan upaya musuh untuk merebut dan menghancurkan wilayah, populasi, dan sumber daya strategis. Tujuan pertahanan langsung adalah untuk merusak kapasitas musuh untuk menyerang dengan melumpuhkan angkatan bersenjatanya yang maju. Sedangkan, Guerrilla Warfare Strategy (GWS) atau perang gerilya merupakan pengorganisasian sebagian masyarakat dengan tujuan membebankan biaya pada musuh dengan menggunakan angkatan bersenjata yang terlatih untuk menghindari konfrontasi langsung.
ADVERTISEMENT
Interaksi strategis oleh Ivan Arreguin-Toft ini kemudian dijelaskan lebih lanjut dengan lima kemungkinan yang terjadi dalam perang :
Hipotesis 1 (direct attack vs direct defense): Jika aktor yang kuat menyerang dengan strategi langsung dan aktor yang lemah bertahan dengan strategi langsung, aktor kuat dapat menang cepat dan secara pasti.
Hipotesis 2 (direct attack vs indirect defense) : Jika aktor yang kuat menyerang dengan strategi langsung dan aktor yang lemah bertahan dengan strategi tidak langsung, aktor yang lemah dapat menang.
Hipotesis 3 (indirect attack vs direct defense): Jika aktor yang kuat menyerang dengan strategi langsung dan aktor yang lemah bertahan dengan strategi tidak langsung, aktor yang lemah dapat menang.
Hipotesis 4 (indirect attack vs indirect defense): Jika aktor yang kuat menyerang dengan barbarisme, aktor yang lemah bertahan menggunakan Guerrilla Warfare Strategy, aktor yang kuat dapat menang.
ADVERTISEMENT
Hipotesis 5: aktor yang kuat akan menang dengan kesamaan pendekatan interaksi, sebaliknya aktor yang lemah akan menang dengan perbedaan pendekatan interaksi dimana saling berlawanan.
Terlepas dari semua strategi yang digunakan oleh aktor lemah maupun aktor kuat, waktu juga menentukan kemenangan dalam perang asimetris yaitu waktu atau lamanya aktor mampu bertahan dalam perang tersebut.
Sumber :
Lele, Ajey. (2014). Asymmetric Warfare: A State vs Non-State Conflict. India: Institute for Defence Studies and Analysis.
Arreguín-Toft, I. (2001). How the Weak Win Wars: A Theory of Asymmetric Conflict. International Security, 26(1), 93–128.