Ingin Menjadi Poros Maritim Dunia, Seberapa Kuat Pertahanan Laut Indonesia ?

Grace Inka Putri
Saya merupakan seorang mahasiswa aktif jurusan hubungan internasional dari Universitas Lampung. Saya memiliki ketertarikan akan isu internasional seperti HAM, kesetaraan gender, dan perdamaian.
Konten dari Pengguna
12 Oktober 2022 6:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Grace Inka Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Unsplash
ADVERTISEMENT
Sanak sekalian, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan total wilayah laut sekitar dua per tiga dari keseluruhan wilayah. Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia dengan potensi laut yang sangat besar. Selain itu, Indonesia terletak di posisi vital yakni berada di antara dua benua dan dua samudera yang menjadikan Indonesia sebagai jalur perdagangan yang strategis. Dari total 90% perdagangan dunia, sekitar 40% diantaranya melalui perairan Indonesia.
Sumber : Unsplash
Oleh karena wilayah lautnya yang luas dengan jumlah pulau yang tercatat sekitar 17.504, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam seperti minyak bumi dan gas yang berlimpah. Sekitar lebih dari 60% daerah eksplorasi minyak bumi dan gas berada di laut. Indonesia juga memiliki 8.500 jenis ikan, 555 jenis rumput laut, dan 950 jenis terumbu karang sehingga mendapat sebutan marine mega biodiversity. Dengan dasar argumen – argumen di atas, maka Indonesia bercita – cita menjadi poros maritim dunia.
ADVERTISEMENT
Poros maritim dunia bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur oleh gagasan Presiden Indonesia, Joko Widodo. Gagasan ini direalisasikan guna menjamin interelasi antarpulau, pengembangan industri kapal dan perikanan, serta perbaikan transportasi laut yang berfokus pada keamanan maritim. Dalam mewujudkan gagasan poros maritim dunia dicetuskan lima pilar, sebagai berikut :
1. Pembangunan kembali budaya maritim Indonesia;
2. Berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama;
3. Komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim;
4. Diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan;
ADVERTISEMENT
5. Membangun kekuatan pertahanan maritim.
Telah dilakukan beberapa upaya dalam usaha mewujudkan visi tersebut yakni pemberantasan illegal unreported and unregulated fishing yang juga menjadi prioritas utama pemerintah dalam melindungi kekayaan laut serta melakukan pengawasan lanjut terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut. Lebih dari itu, dibutuhkan penegakkan kedaulatan wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ancaman laut tidak hanya berasal dari internal tetapi juga eksternal. Menyadari hal tersebut, maka dibentuklah Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang bertugas untuk menjaga pesisir dan pantai Indonesia, atau biasa dikenal dengan sebutan coast guard. Dasar tugas dan kewenangan Bakamla yakni UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang secara terperinci berada pada pasal 59 ayat 3 dan pasal 63.
ADVERTISEMENT
Total anggaran yang dipergunakan untuk Bakamla sebesar Rp 400 miliar dari total pengajuan sekitar Rp 5 triliun guna memperkuat Bakamla. Di tahun 2022, Bakamla memiliki empat poin sebagai prioritas, yakni peningkatan kapasitas dan kemampuan sistem peringatan dini, optimalisasi gelar operasi, pembinaan kapasitas dan kapabilitas penegakkan hukum, serta pembinaan hubungan saling percaya antarlembaga.
Bakamla juga turut membentuk strategi di Laut Natuna Utara, strategi pengawasan hak lintas di ALKI, strategi kolaborasi pengamanan di Laut Sulawesi dan Laut Sulu, konsep pengembangan sistem peringatan dini, konsep nelayan nasional Indonesia, dan perkiraan ancaman keamanan di laut. Sebagai kerja nyata, Bakamla berhasil mengambil kembali uang negara sebesa Rp 4 triliun dari beberapa penangkapan aktivitas ilegal di perairan Indonesia tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Dalam menjalankan tugasnya, Bakamla akan terus bersinergi dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bakamla menjadi garda terdepan dalam melakukan operasi di wilayah Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan kapal milik TNI tepat berada di belakang Bakamla. Namun, keberadaan Bakamla ini menyebabkan pro dan kontra. Pihak – pihak yang pro terhadap Bakamla terus mendukung melalui penguatan fungsi dan tugas Bakamla serta memberikan wewenang pada institusi tersebut.
Beberapa pihak yang kontra terhadap Bakamlah menyatakan bahwa status Bakamla sebagai coast guard adalah palsu. Bakamla bahkan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan hukum. Berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan yang dijelaskan sebagai dasar tugas dan kewenangan Bakamla tidak secara gamblang menjelaskan Bakamla sebagai penyidik atau penegak hukum. Soleman B Ponto, purnawiraman TNI AL, menjabarkan bahwa berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia bahwa yang bertugas sebagai penegak hukum di wilayah ZEE adalah TNI AL. Keberadaan Bakamla ini tumpang tindih dengan institusi lainnya. Lebih jauh Soleman juga menyatakan bahwa Bakamla bukanlah coast guard dan tidak memiliki kewenangan dalam tindakan hukum, tugasnya hanya berpatroli mengelilingi laut. Beliau menyatakan bahwa yang berhak yang menyandang status sebagai coast guard adalah Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP).
ADVERTISEMENT
Luasnya daerah perairan Indonesia membuat hukum laut menjadi permasalahan kompleks. Namun, dalam upaya mencapai cita – cita sebagai poros maritim dunia dan menjadi contoh bagi internasional, Indonesia harus menguatkan keamanan dan hukum lain serta merapihkan institusi – institusi agar tidak tumpang tindih. Akan menjadi aneh bagi publik jika mengetahui Indonesia belum memiliki coast guard yang jelas sebagai penjaga pantai yang melindungi dari ancaman pihak internal maupun eksternal mengingat wilayah laut di Indonesia jauh lebih besar melampaui daratan.
Terlepas dari permasalahan coast guard, sistem pertahanan laut Indonesia dapat dikatakan masih lemah. Kapal perang China yang berada di Selat Sunda tanpa terdeteksi cukup menjelaskan rendahnya teknologi maritim yang dimiliki oleh Indonesia. Indonesia belum memiliki alat pendeteksi yang mampu mengidentifikasi kapal asing konvensional, terlebih lagi kapal selam nuklir yang memiliki kemampuan tenggelam dengan daya senyap tinggi. Selain itu, jumlah armada kapal pengawas perairan juga tidak mencukupi padahal kapal menjadi instrumen penting sebagai pengawas di daerah perairan yang membawa alat pendeteksi dan radar yang digunakan.
ADVERTISEMENT
Perlu juga melibatkan para nelayan dalam menjaga laut Indonesia. Luasnya laut Indonesia memungkinkan kapal asing yang masuk ke dalam wilayah Indonesia terlepas dari kontrol penjaga pantai Indonesia. Tak jarang para nelayan yang menemukan kapal asing sehingga para nelayan perlu difasilitasi untuk mampu memberikan informasi kepada penjaga pantai secara real time. Ini juga menjadi usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia bersama dengan TNI untuk menjaga laut Indonesia.
Tenggelamnya KRI Nanggala 402 pada tahun 2021 menjadi peristiwa memilukan sekaligus menjadi pengingat bagi Indonesia untuk segera melakukan modernisasi alutsista. Negara juga harus melindungi dan memberikan rasa aman bagi prajurit yang menjaga wilayah Indonesia dengan alutsista yang memadai. Mengingat bahwa persiapan modernisasi alutsista memerlukan waktu yang lama dan dana yang sangat besar, maka pemerintah Indonesia seharusnya telah menyiapkan strategi dan rencana pembaharuan alutsista.
ADVERTISEMENT
Bukan langkah yang mudah bagi Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang diakui oleh internasional. Butuh waktu dan dana yang besar untuk mewujudkan visi tersebut. Bukan pula hal yang tidak mungkin bagi Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia. Namun, cita – cita tersebut tidak akan tercapai apabila seluruh stakeholder tidak mau bekerja sama yang didukung dengan dana yang mencukupi.