Konten dari Pengguna

Memaknai Kasih Tuhan Yesus Melalui Jumat Agung

Grace Inka Putri
Saya merupakan seorang mahasiswa aktif jurusan hubungan internasional dari Universitas Lampung. Saya memiliki ketertarikan akan isu internasional seperti HAM, kesetaraan gender, dan perdamaian.
7 April 2023 13:44 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Grace Inka Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Unsplash
ADVERTISEMENT
Jumat Agung merupakan hari raya bagi umat Kristiani yang termasuk dalam salah satu dari trisuci. Jumat Agung sendiri menjadi peristiwa penting bagi umat Kristiani di mana Yesus harus disiksa dan disalibkan di Golgota untuk menebus dosa manusia.
ADVERTISEMENT
Namun lebih dari itu, Jumat Agung juga merupakan sebuah momentum bagi kita untuk bersukacita karena Ia telah menebus kita dari dosa sehingga kita tidak akan mendapat maut. Ia akan bangkit kembali pada hari ketiga untuk menyatakan kemenangan-Nya.
Ia dalam ketidakberdosaan-Nya rela mengantikan manusia dalam penghukuman oleh karena kasih-Nya (Yohanes 3: 16). Alih-alih menerima hukuman sebagai konsekuensi dari perbuatan dosa, kita justru mendapatkan janji hidup kekal bagi kita yang percaya akan keselamatan yang Tuhan Yesus anugerahkan.
Artikel ini akan membahas mengenai nilai-nilai atau pelajaran yang dapat kita pelajari dan teladani dari pengorbanan Yesus di kayu salib. Pertama, bersyukur atas hidup. Hidup ini merupakan perjalanan yang sangat singkat. Namun, mungkin kita merasa hidup berjalan lambat ketika sedang mengalami pergumulan.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, memiliki masalah dalam hidup adalah hal biasa. Siapa di dunia ini yang tidak memiliki masalah? Tidak ada. Meski kita sedang dilanda pergumulan, tetapi kita harus selalu mengingat kebaikan Tuhan Yesus yang telah merelakan nyawa-Nya bagi kita.
Jika Tuhan saja rela memberikan nyawa-Nya bagi kita, terlebih Ia mau untuk menuntun kita melewati segala pergumulan. Sikap hati kita haruslah kuat dan teguh dalam menghadapi masalah karena kita memiliki Tuhan yang jauh lebih besar dari segala masalah hidup dan Ia tidak akan meninggalkan kita (Ulangan 31: 6).
Ilustrasi Yesus. Foto: Art Stocker/Shutterstock
Kita harus terus mengingat pengorbanan Yesus di kayu salib atas hidup kita untuk selalu bersyukur dan menyadari bahwa hidup setiap jiwa adalah berharga bagi Tuhan karena telah dibayar lunas oleh darah-Nya (1 Korintus 6: 20).
ADVERTISEMENT
Kedua, lahir baru. Setiap manusia yang hidup di dunia ini telah membawa dosa sejak kelahirannya. Hal ini terjadi karena satu manusia yang telah membuka celah bagi dosa pada awalnya hingga dosa itu terus menjalar ke seluruh manusia (Roma 5: 12) dan membawa kita kepada maut ( Roma 3 : 23).
Namun, oleh karena kasih setia-Nya, maut itu telah dikalahkan. Lebih dari itu, kita mendapatkan keselamatan bagi hidup kita dan keselamatan itu melalui pengorbanan Yesus di kayu salib. Keselamatan ini bukan sebagai imbalan atas perbuatan baik kita, melainkan pemberian Allah sebagai anugerah-Nya (Efesus 2: 8-9).
Asal kita percaya terhadap keselamatan oleh Yesus Kristus dan mengakui dosa serta bertobat, kita berhak menerima keselamatan tersebut. Sebab pengampunan itu kita dapat melalui darah-Nya yang tercurah bagi kita sebagai kasih karunia dari Tuhan (Kisah Para Rasul 10: 43, Kolose 1: 14, Efesus 1: 7, dan Kisah Para Rasul 4: 12).
ADVERTISEMENT
Tanda bahwa kita telah diselamatkan adalah dengan lahir baru. Sikap lahir baru dapat dilihat melalui perubahan perasaan di mana kita semakin merasakan kehadiran Allah, keinginan untuk hidup dalam kekudusan dan kebenaran, serta keinginan untuk hidup diberkati dan memberkati.
Tindakan pertobatan sendiri dapat diteguhkan melalui baptisan (Kisah Para Rasul 2: 38), terus mempertahankan hidup dalam pertobatan (Filipi 2: 12), dan menggabungkan diri dalam pelayanan di gereja. Kita tidak mungkin berbuah dengan seorang diri, sebaliknya kita membutuhkan rekan seiman untuk saling menajamkan (Amsal 27: 17).
Anggota Orang Muda Katolik (OMK) memerankan Yesus Kristus dalam prosesi visualisasi jalan salib di Gereja Santo Andreas Tidar, Malang, Jawa Timur, Jumat (15/4/2022). Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Ketiga, pemulihan hubungan dengan Tuhan. Tuhan adalah kudus dan tidak bisa bersatu dengan dosa (1 Petrus 1: 14-16). Dalam kehidupan sehari-hari kita tentu pernah mendengar pernyataan ‘Tuhan tidak membenci orang berdosa, tetapi Tuhan membenci dosa’.
ADVERTISEMENT
Benar adanya bahwa Tuhan membenci dosa karena Tuhan adalah kudus. Oleh karena itu, hubungan intim antara kita dengan Tuhan sebelumnya terhambat oleh dosa. Segala perbuatan menyimpang yang berupa pemberontakan terhadap Tuhan membuat hubungan kita dengan Tuhan menjadi renggang.
Bukan Tuhan yang menjauh, tetapi kita yang menjauhkan diri dari Tuhan. Maka, jika kita ingin memperbaiki hubungan dengan Tuhan, kita dapat mengusahakan pembangunan mezbah doa, namun kita harus mentahirkan diri untuk menjadi kudus seperti Dia. Sebab apa yang berlaku bagi Allah berlaku pula bagi manusia (Roma 11: 16).
Carilah Tuhan selama Ia berkenan untuk ditemui (Yesaya 55 : 6) dan tidak ada kata terlambat untuk bertobat pada Tuhan. Oleh karena karya penebusan-Nya di kayu salib, kita telah terbebas dari dosa dan maut bagi setiap kita yang percaya akan keselamatan yang diberikan sehingga hubungan kita dan Tuhan kini tidak lagi dibatasi oleh dosa.
ADVERTISEMENT
Keempat, mengampuni sesama. Kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib bertujuan untuk menghapus dosa-dosa manusia yang berarti bahwa Tuhan telah mengampuni kita. Mengampuni merupakan salah satu tindakan yang sulit dilakukan terlebih ketika seseorang telah melakukan yang jahat terhadap kita.
Namun, dalam firman-Nya Tuhan menjelaskan janganlah kita membalas kejahatan dengan kejahatan (1 Tesalonika 5: 15). Dalam Alkitab dijelaskan bahwa jika kita tidak mau mengampuni sesama, maka Bapa yang di sorga tidak akan mengampuni kesalahan kita (Markus 11: 26).
Bahkan, jika seseorang itu berbuat dosa terhadap kita secara berulang namun apabila ia mengakui kesalahannya dan menyesal maka kita harus mengampuni tanpa syarat (Lukas 17: 4 ). Hal ini didasarkan pada pengorbanan Yesus tanpa syarat bagi setiap kita.
ADVERTISEMENT
Sikap mengampuni sendiri sebenarnya baik untuk diri kita di mana kita tidak menyimpan amarah, dendam, dan benci terhadap sesama sehingga kita pun tidak menjadi kepahitan (Efesus 4: 31). Kita harus senantiasa menjaga hati dan kasih karunia kita dari perasaan semacam itu yang dapat menumbuhkan akar busuk dalam hati.
Kelima, berdoa setiap waktu. Berdoa memang terlihat sebagai suatu hal yang sederhana dilakukan. Namun, doa memiliki kuasa besar sebagai media komunikasi antara manusia dan Tuhan.
Memang benar jika Tuhan adalah Maha Tahu, tetapi Tuhan juga ingin kita mengungkapkan segala keinginan, khawatir, dan atau lainnya sendiri dari mulut kita. Kita tentu menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari komunikasi seharusnya bersifat dua arah, begitu juga berlaku dengan Tuhan.
ADVERTISEMENT
Yesus sendiri ketika berada di atas kayu salib dalam keadaan tersiksa tidak lupa berdoa. Bahkan, Ia berdoa untuk mereka yang telah menganiaya dan menyalibkan-Nya (Lukas 23: 34).
Satu hal yang mutlak yaitu doa kita pasti didengar oleh Tuhan dengan kemungkinan tiga jawaban ya, tidak, dan atau tunggu. Ketika Tuhan mengatakan ya terhadap keinginan doa kita berarti kita telah siap menerima berkat tersebut dan harus bertanggung jawab penuh terhadap Tuhan.
Ketika Tuhan mengatakan tidak terhadap keinginan doa kita pasti akan digantikan dengan yang lebih baik. Ketika Tuhan mengatakan tunggu, berarti kita sedang dipersiapkan untuk siap menerima dan mengelola berkat yang akan diberikan.
Tuhan tidak selalu menuruti keinginan kita tetapi Ia pasti memenuhi segala kebutuhan kita. Kita juga dianjurkan untuk berdoa bagi orang lain. Namun, berdoa sangat erat kaitannya dengan mengampuni. Tuhan mengingatkan kita untuk mengampuni terlebih dahulu sebelum berdoa (Markus 11: 24-25). Kita tidak bisa menghadap Tuhan dengan hati yang kotor karena Tuhan adalah kudus.
ADVERTISEMENT
Keenam, bertahan dalam kesesakan. Tuhan Yesus merupakan contoh tepat yang mengajarkan kita untuk bertahan dalam kesesakan. Ia sendiri dalam wujudnya sebagai manusia merasakan kesakitan baik secara mental dan jasmani ketika disalibkan.
Meski demikian, Ia tetap taat pada perintah dan tetap mengikuti kehendak Bapa (Lukas 22: 42). Ia tetap menyerahkan nyawa-Nya meski ketakutan dan peluh-Nya bagaikan darah (Lukas 22: 44). Sama dengan kita dalam kehidupan ini.
Ketakutan adalah hal yang sering kita rasakan, misalnya takut untuk keluar dari zona nyaman yang membuat kita merasa tidak cocok dan menempatkan kita pada kondisi yang sesak. Kita harus tetap bertahan karena kesesakan itu akan menguatkan dan menguji iman kita kepada Bapa (Yakobus 1: 12).
ADVERTISEMENT
Tuhan Yesus sendiri pernah merasakan kondisi sesak sewaktu di dunia sehingga Ia tahu benar rasanya ketika kita berada dalam kondisi tersebut. Percayalah bahwa akan ada jalan keluar bagi setiap kesesakan kita. Kesesakan tersebut juga akan meningkatkan kita pada kelas yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Ketujuh, mengasihi sesama. Tuhan mengasihi kita dengan sangat teramat yang terbukti melalui karya penebusan-Nya. Sifat ini harus kita teladani di dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam firman-Nya Tuhan mengatakan bahwa mengasihi sesama manusia tidak kalah penting dengan mengasihi Tuhan (Markus 12: 30-31).
Bagaimana bisa kita mengatakan bahwa kita mengasihi Tuhan yang secara fisik tidak terlihat, tetapi kita tidak mengasihi manusia yang secara fisik terlihat. Hal tersebut terdengar seperti omong kosong. Perlu diingat juga bahwa mengasihi Tuhan dan manusia harus dilakukan dengan segenap hati, segenap pengertian, dan segenap kekuatan (Markus 12: 33).
ADVERTISEMENT
Mengasihi sesama juga berarti hidup bagi orang lain (Yohanes 15 : 12). Sebagaimana Tuhan Yesus telah merelakan nyawa-Nya bagi kita, demikianlah kita juga hidup bagi orang lain. Singkatnya, hidup tidak boleh egois.
Apabila kita memiliki kapabilitas untuk membantu orang lain lakukanlah. Kita tidak berasal dari dunia ini sehingga seharusnya kita tidak menyimpan sifatsifat duniawi dalam diri, melainkan terus meneladani sifat Yesus (Yohanes15 : 19).
Kedelapan, membawa perdamaian dalam hidup. Yesus melalui karya penyaliban-Nya membuktikan bahwa Ia telah mendamaikan hubungan manusia dengan Allah. Dalam Alkitab disebutkan berbahagialah orang yang membawa damai karena ia akan disebut anak-anak Allah (Matius 5: 44-45).
Kata damai sendiri memiliki arti tenang atau tidak terdapat kejahatan. Menjadi pembawa damai artinya berusaha untuk menjadi pelerai atau pendingin dalam suatu situasi kondisi. Kita tidak bisa membalas kejahatan dengan kejahatan karena itu akan memperburuk situasi, sebaliknya kita membalas kejahatan dengan kebaikan.
ADVERTISEMENT
Lagipula, kita tidak memiliki kapabilitas untuk melakukan kejahatan dan penghakiman terhadap orang lain sesama manusia karena kita semua berdosa dengan bentuk dosa dan waktu yang berbeda. Penghakiman sendiri merupakan otoritas Allah (Roma 12: 19-21).
Perdamaian sendiri erat kaitannya dengan tindakan saling mengasihi. Hal nyata dalam kehidupan sehari-hari dapat dibuktikan dengan sikap toleransi terhadap perbedaan. Perdamaian ini tidak hanya dilakukan dengan orang lain, namun kita juga perlu berdamai dengan diri sendiri dengan menerima segala kekurangan diri dan semakin meningkatkan kualitas diri untuk kemuliaan Tuhan.
Kesembilan, menyebarkan berita keselamatan. Pada dasarnya, Tuhan Yesus tidak mati hanya bagi orang Kristen, tetapi bagi semua orang bahkan kepada yang belum mengenal-Nya. Dalam hal ini, Tuhan tidak membedakan-bedakan manusia.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, bagi kita yang sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Juru selamat, kita memiliki tugas khusus dari Allah. Tugas ini dikenal dengan Amanat Agung yang diberikan langsung oleh Allah untuk menjadikan setiap semua bangsa murid dan membaptis mereka dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus (Matius 28: 19-20).
Dalam karya penyaliban, Tuhan mengajarkan kita bahwa hidup juga harus berdampak bagi orang lain. Hidup yang tidak berdampak bagaikan ranting yang dipotong kemudian dimasukkan ke dalam api (Yohanes 5: 1-15).