Konten dari Pengguna

Mendongeng sebagai Fondasi Literasi di Indonesia

Grace Sibarani
Penggiat Literasi Pada anak-anak - Peneliti Sosial
26 September 2024 13:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Grace Sibarani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai tenaga relawan literasi yang bekerja erat dengan anak-anak yang tinggal di kawasan kumuh perkotaan dan daerah terpencil, kami jadi memahami bahwa literasi di Indonesia jauh melampaui kemampuan membaca dan menulis. Meskipun keterampilan dasar ini penting, ada tingkat literasi yang lebih dalam yang hanya dapat dipupuk melalui keterlibatan, kreativitas, dan warisan budaya. Dalam program literasi yang kami lakukan lewat Mimpi Tak Berbatas bersama para rekan kami di Sumatra Utara, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Timur, kami menemukan bahwa mendongeng dan pelestarian tradisi lisan menjadi jembatan yang sangat berharga antara pembelajaran tradisional dan pendidikan modern.
ADVERTISEMENT
Pentingnya Bercerita dalam Literasi Anak
Dalam program literasi kami, kami memprioritaskan mendongeng sebagai kegiatan inti. Baik itu menceritakan karya cerita anak dari penulis kami, dongeng klasik Indonesia seperti kisah kancil atau menceritakan kembali legenda lokal dari berbagai daerah di Indonesia, kami bertujuan untuk membangkitkan imajinasi anak-anak. Cerita-cerita ini tidak hanya menjadi sumber hiburan tetapi juga mengandung pelajaran moral yang mendalam, nilai-nilai sosial, dan pemahaman yang kaya tentang hubungan antarmanusia. Mereka memungkinkan anak-anak untuk belajar dengan cara yang menarik, relevan, dan berakar pada warisan budaya mereka.
Dengan mendorong penceritaan, kita melangkah lebih jauh dari praktik menghafal tradisional yang lazim dalam sistem pendidikan kita. Alih-alih meminta anak-anak untuk sekadar membaca teks atau menghafal fakta, kita membimbing mereka untuk menceritakan kembali cerita dengan kata-kata mereka sendiri, menafsirkan makna, dan bahkan membuat narasi mereka sendiri. Ini membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kecintaan terhadap bahasa, yang merupakan aspek penting dari literasi sejati.
ADVERTISEMENT
Tradisi Lisan: Aset Budaya yang Terancam
Tradisi lisan Indonesia yang kaya merupakan komponen penting dari program kami. Tradisi ini mencakup berbagai macam bentuk lisan, mulai dari peribahasa dan teka-teki hingga puisi dan mitos epik. Sayangnya, seperti yang kami amati, tradisi lisan ini menjadi semakin rapuh dalam menghadapi urbanisasi yang cepat, industrialisasi, dan dominasi media digital. Meskipun lebih mudah bagi anak-anak untuk mengakses hiburan melalui acara TV dan internet, kekayaan dan kedalaman tradisi lisan kita berisiko hilang. Untuk membalikkan tren ini, kita dapat memberi anak-anak ruang untuk belajar dan terlibat dengan warisan budaya mereka melalui tradisi lisan. Misalnya, di daerah seperti Sumatera Utara, kita dapat menggabungkan tradisi mendongeng dari masyarakat Pakpak-Dairi dan Karo, di mana cerita lisan selalu bertemakan ritual, praktik pertanian, dan kerja sama sosial. Melalui cerita-cerita ini, anak-anak tidak hanya belajar tentang sejarah mereka tetapi juga menyerap nilai-nilai sosial yang penting seperti empati, kerja sama, dan rasa hormat kepada orang yang lebih tua.
ADVERTISEMENT
Keindahan tradisi lisan terletak pada variabilitas dan adaptasinya. Setiap kali sebuah cerita diceritakan, cerita itu sedikit berubah, dengan setiap pendongeng menambahkan interpretasi atau penekanan mereka sendiri. Fleksibilitas ini menumbuhkan kreativitas dan kecerdasan emosional pada anak-anak, sesuatu yang tidak akan pernah bisa dicapai dengan menghafal secara kaku. Namun, seperti yang ditekankan oleh Konvensi UNESCO tahun 2003, tradisi-tradisi ini rapuh dan harus dilestarikan secara aktif. Merupakan tanggung jawab kita sebagai aktivis literasi untuk memastikan bahwa cerita-cerita ini diwariskan kepada generasi mendatang.
Melampaui Hafalan: Menuju Pemikiran Kritis dan Kreativitas
Dalam pekerjaan kami dengan anak-anak, kami telah melihat secara langsung keterbatasan sistem pendidikan yang berfokus pada hafalan. Anak-anak yang diajarkan untuk menghafal tanpa memahami mungkin akan berhasil dalam ujian, tetapi mereka sering kali kesulitan untuk berpikir kritis atau menerapkan pengetahuan mereka dalam situasi kehidupan nyata. Metode ini menghambat kreativitas dan menghambat keterlibatan aktif dengan materi pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Melalui cerita, anak-anak didorong untuk mengajukan pertanyaan, membuat hubungan, dan berpikir kritis tentang cerita yang mereka dengar. Misalnya, ketika kita menceritakan kisah si Kancil atau Legenda Malin Kundang, kita meminta anak-anak untuk merenungkan pelajaran di balik tindakan para tokoh. Moral apa yang dapat kita pelajari dari kelicikan si kancil? Bagaimana cerita tersebut berhubungan dengan nilai-nilai yang kita pegang saat ini? Pertanyaan reflektif semacam ini memelihara pemahaman dan pemikiran tingkat tinggi, yang merupakan komponen penting dari literasi modern.
Peran Teknologi dalam Melestarikan Tradisi Lisan
Meskipun teknologi sering dianggap sebagai ancaman bagi tradisi lisan, kami percaya teknologi juga dapat menjadi alat untuk melestarikannya. Dalam program kita dapat mengeksplorasi cara-cara untuk menggunakan teknologi untuk merekam, mengarsipkan, dan berbagi cerita lisan yang merupakan bagian dari warisan kita bersama. Misalnya, kita dapat merekam anak-anak saat mereka menceritakan kembali kisah yang telah mereka pelajari, menangkap interpretasi unik mereka, dan melestarikan tradisi mendongeng
Mendongeng oleh Mimpi Tak Berbatas dengan anak-anak Alusi Tao Toba di Samosir, Sumatra Utara, 2022. Foto milik pribadi Mimpi Tak Berbatas
lisan dalam format digital.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, kita juga mendorong penggunaan platform modern, seperti podcast dan video, untuk menyiarkan kisah-kisah ini ke khalayak yang lebih luas. Hal ini memungkinkan anak-anak dari berbagai daerah di Indonesia—dan bahkan di seluruh dunia—untuk mengakses dan belajar dari kisah yang sama, sehingga mempromosikan pengalaman budaya.
Pendekatan yang Seimbang terhadap Literasi
Seiring dengan terus berkembangnya lanskap pendidikan Indonesia, menemukan keseimbangan yang tepat antara literasi, hafalan, dan mendongeng sangatlah penting. Sementara hafalan memiliki perannya dalam mengembangkan keterampilan dasar, mendongeng menawarkan cara untuk membuat pendidikan lebih menarik, relevan secara budaya, dan kreatif. Dengan mengintegrasikan tradisi lisan ke dalam kurikulum, kita dapat menawarkan kepada siswa bentuk pembelajaran yang lebih dinamis, yang tidak hanya memberikan pengetahuan tetapi juga menumbuhkan pemikiran kritis, empati, dan pemahaman budaya.
ADVERTISEMENT
Memasukkan tradisi lisan ke dalam pendidikan memungkinkan kita untuk menghormati kearifan leluhur kita sekaligus membekali generasi mendatang dengan perangkat yang mereka butuhkan untuk menavigasi dunia yang berubah dengan cepat. Warisan lisan Indonesia yang kaya, dengan berbagai dongeng, nyanyian, dan peribahasa, menawarkan sumber daya yang tak ternilai dalam upaya ini. Dengan merangkul literasi modern dan seni mendongeng, Indonesia dapat membangun masa depan yang kaya secara intelektual dan bersemangat secara budaya (Grace Sibarani dan Ezra Sibarani).
Referensi:
Papenhuyzen, C. B. (2010). Oral literary traditions in North Sumatra. Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia, 12(1), Article 6. https://doi.org/10.17510/wjhi.v12i1.77
UNESCO. (n.d.). Oral traditions and expressions including language as a vehicle of the intangible cultural heritage. UNESCO Intangible Cultural Heritage. Retrieved from https://ich.unesco.org/en/oral-traditions-and-expressions-00053
ADVERTISEMENT
Zurbuchen, M. S. (1976). [Introduction]. In Introduction to Old Javanese Language and Literature: A Kawi Prose Anthology (pp. 23–25). University of Michigan Press. http://www.jstor.org/stable/10.3998/mpub.11902952.10