Konten dari Pengguna

Misi Swasta yang Menembus Kutub Bumi Lewat Jalur Tak Lazim

Grace Hanna
Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia, Program Studi Hubungan Internasional. Saat ini sedang menempuh pendidikan dengan fokus pada isu-isu global, diplomasi, dan hubungan antarnegara. Memiliki minat besar dalam mendalami topik geopolit
7 April 2025 7:58 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Grace Hanna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 1 April 2025 lalu, dunia antariksa mencatat satu langkah baru. SpaceX meluncurkan kapsul Crew Dragon dengan misi unik bernama Fram2, yang menempatkan empat orang dalam lintasan tak biasa: orbit polar retrograde—jalur melintasi kutub utara dan selatan, berlawanan arah dengan rotasi Bumi. Ini adalah misi berawak pertama yang benar-benar menjelajah orbit tersebut.
Roket milik SpaceX, Falcon 9 meluncur dari Pad 39-A di Pusat Antariksa Kennedy di Cape Canaveral, Florida, Sabtu (30/5/2020). Roket itu membawa pesawat luar angkasa Crew Dragon beserta awaknya dua astronot Douglas Hurley dan Robert Behnken. (AP/David J. Phillip)
zoom-in-whitePerbesar
Roket milik SpaceX, Falcon 9 meluncur dari Pad 39-A di Pusat Antariksa Kennedy di Cape Canaveral, Florida, Sabtu (30/5/2020). Roket itu membawa pesawat luar angkasa Crew Dragon beserta awaknya dua astronot Douglas Hurley dan Robert Behnken. (AP/David J. Phillip)
Fram2 bukan diluncurkan oleh NASA, bukan juga oleh badan antariksa negara manapun. Ini murni digerakkan oleh sektor swasta. Empat orang kru yang naik pun bukan astronot profesional: ada Chun Wang, pebisnis kripto asal Tiongkok; Jannicke Mikkelsen, sinematografer Norwegia; Rabea Rogge, ilmuwan robotika dari Jerman; dan Eric Philips, penjelajah kutub asal Australia.
ADVERTISEMENT
Kru Farm2 yang akan mengeksplorasi wilayah kutub Bumi dalam misi berawak terbaru dari SpaceX. (Dok: SpaceX)
Selama tujuh hari mengorbit Bumi lewat jalur kutub, mereka menjalankan 22 eksperimen ilmiah, mulai dari studi sistem imun dalam kondisi mikrogravitasi, pemantauan partikel atmosfer kutub, sampai pengujian sensor robotik. Tapi yang paling menarik bukan hanya hasil risetnya, melainkan cara mereka menjalaninya—dengan sudut pandang sipil, bukan militer atau negara.
Jika banyak laporan lain fokus pada teknologi dan keberhasilan orbit retrograde Fram2, artikel ini justru menyoroti demokratisasi akses ke orbit polar. Biasanya, orbit ini dikuasai satelit mata-mata atau riset negara. Tapi Fram2 membuktikan bahwa bahkan jalur ekstrem pun kini bisa diakses warga sipil—bukan untuk sekadar jalan-jalan, tapi untuk meneliti dan mencatat data dari kutub Bumi secara langsung.
ADVERTISEMENT
Hal ini membuka kemungkinan besar bagi peneliti, ilmuwan, bahkan seniman dari negara berkembang untuk berpartisipasi dalam misi luar angkasa yang bersifat ilmiah dan berdampak global—tanpa harus menunggu tiket dari badan antariksa nasional.