Konten dari Pengguna

40% Pasangan di Indonesia Melakukan Perselingkuhan, Apa Alasannya?

Gracela Valencia
Mahasiswa Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
4 Juni 2023 8:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gracela Valencia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cewek selingkuh Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cewek selingkuh Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Dalam menjalani kehidupannya manusia akan selalu berelasi dengan orang lain. Ikatan paling intim yang dapat dijalani oleh satu individu dengan individu yang lain adalah pernikahan.
ADVERTISEMENT
Pernikahan adalah persatuan dua orang dewasa yang intim secara seksual yang disetujui secara hukum dan sosial (Weiten et al., 2016). Berbicara tentang pernikahan tidak akan terlepas dari fenomena perselingkuhan.
Survei yang dilakukan oleh JustDating menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia sebagai negara yang memiliki kasus perselingkuhan tertinggi yaitu sebanyak 40% (Rindi, 2022).
Kasus perselingkuhan terjadi paling banyak pada rentang usia 30-39 tahun (32%), disusul dengan 19-29 tahun (28%), dan 40-49 tahun (24%) (Steber, 2019). Ini menunjukkan bahwa sekitar 60% perselingkuhan dilakukan pada usia dewasa muda.
Ilustrasi Pasangan Selingkuh Foto: Dok. Shutterstock
Masa dewasa muda dimulai dari usia 18-40 tahun dan salah satu tugas utama dari masa perkembangan dewasa muda adalah memilih pasangan hidup dan membangun rumah tangga (Putri, 2018).
ADVERTISEMENT
Permasalahan yang sering dijumpai dalam kehidupan pernikahan dewasa muda adalah perselingkuhan. Perselingkuhan adalah bentuk ketidaksetiaan, pelanggaran kepercayaan, pengkhianatan, yang dilakukan oleh seseorang yang sudah memiliki pasangan yang terikat secara norma yang mengatur keintiman emosional dan fisik dengan orang lain di luar hubungannya dengan pasangannya (Moller & Vossler, 2015). Perselingkuhan bisa bersifat seksual tetapi tidak emosional, emosional tetapi tidak seksual, atau keduanya emosional dan seksual (Leone, 2013).

Mengapa Seseorang Melakukan Perselingkuhan?

Ilustrasi selingkuh. Foto: Pormezz/Shutterstock
Perselingkuhan merupakan salah satu bentuk dari ketidakpuasan dalam hubungan pernikahan (Amalia, 2017). Selain itu, perselingkuhan juga menunjukkan rendahnya komitmen yang ada di dalam pernikahan (Jayanti, 2013).
Pernikahan pada dasarnya merupakan komitmen pribadi antara satu individu dengan pasangan pilihannya. Untuk menjalin sebuah komitmen dalam pernikahan, individu harus terlebih dahulu merasa puas akan hubungannya dengan pasangannya.
ADVERTISEMENT
Hubungan antara komitmen dan kepuasan hubungan dapat dijelaskan lebih mendalam dengan teori social exchange atau interdependence theory oleh Harold Kelley dan John Thibaut.
Kelley dan Thibaut menyatakan bahwa individu menilai kepuasan hubungannya dengan membandingkan outcome dari hubungannya dengan harapan subjektifnya (Weiten et al., 2016).
Ilustrasi pasangan selingkuh. Foto: OSJPHOTO/Shutterstock
Outcome merupakan hasil yang didapatkan dari hubungan, outcome didapatkan dengan mengurangi reward dengan cost. Reward merupakan nilai-nilai positif yang didapatkan dari hubungan (contoh: dukungan emosional, status, dan kepuasan seksual).
Sedangkan cost identik dengan nilai-nilai negatif (contoh: waktu dan tenaga yang dikorbankan dalam hubungan, konflik emosional, dan lain-lain) (Weiten et al., 2016). Apabila outcome yang didapatkan melebihi harapan subjektif seseorang, maka individu mendapatkan kepuasan dalam hubungan.
ADVERTISEMENT
Harapan subjektif merupakan standar pribadi masing-masing individu mengenai keseimbangan antara reward dan cost dalam hubungan (Weiten et al., 2016).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi harapan subjektif seseorang, salah satunya adalah outcome yang kita dapatkan dari hubungan serupa sebelumnya. Apabila outcome yang didapatkan dari hubungan sebelumnya baik, maka individu cenderung akan memiliki harapan subjektif yang tinggi. Harapan subjektif juga dapat dipengaruhi dari imajinasi individu tentang hubungan fiksi (Weiten et al., 2016).
Ilustrasi pasangan selingkuh. Foto: Kmpzzz/Shutterstock
Misalnya ketika seseorang menonton drama dan di dalam drama itu kedua pemeran utama memiliki hubungan pernikahan yang sangat harmonis dan baik, ini dapat mempengaruhi harapan subjektif seseorang, karena dia akan memiliki ekspektasi yang tinggi tentang hubungan pernikahan.
Kepuasan hubungan tidaklah cukup untuk membangun sebuah komitmen. Ada dua faktor lain selain kepuasan hubungan yang mempengaruhi komitmen. Yang pertama adalah outcome dari hubungan alternatif (Weiten et al., 2016).
ADVERTISEMENT
Maksud hubungan alternatif di sini adalah hubungan serupa yang mungkin bisa menjadi pilihan untuk individu tersebut. Yang kedua adalah investasi.
Dalam menjalin hubungan, tentunya ada hal yang kita investasikan ke dalam hubungan itu. Investasi dapat berupa waktu, uang, atau hal-hal lain yang tidak akan bisa kembali apabila hubungan tersebut gagal (Weiten et al., 2016).
Ilustrasi selingkuh. Foto: Shutterstock
Sederhananya, komitmen dibangun dengan menambahkan kepuasan hubungan dengan investasi yang kemudian dibandingkan dengan outcome dari hubungan alternatif.
Apabila nilai dari kepuasan hubungan yang ditambah dengan investasi lebih tinggi dari nilai outcome dari hubungan alternatif, maka komitmen akan terbangun.
Sebaliknya, apabila nilai outcome dari hubungan alternatif lebih tinggi maka seseorang bisa saja memutuskan hubungan dan memilih hubungan alternatif. Namun ini tidak sesederhana itu, investasi yang diberikan pada hubungan tidak akan bisa kembali apabila seseorang memutuskan hubungan.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, banyak yang memilih hubungan alternatif tanpa memutuskan hubungan mereka dan contoh nyatanya adalah perselingkuhan dalam pernikahan.
Ilustrasi selingkuh. Foto: Shutter Stock
Saat seseorang menikah, pasti dia akan banyak berinvestasi dan saat dia merasakan ketidakpuasan dalam pernikahannya akhirnya dia memilih menjalani hubungan alternatif yaitu berselingkuh tanpa memutuskan pernikahannya.
Kehidupan dalam pernikahan dewasa muda tentunya tidak terlepas dari berbagai permasalahan dan salah satunya adalah perselingkuhan. Dewasa muda merupakan kelompok usia dengan tingkat perselingkuhan dalam pernikahan yang tertinggi dibandingkan dengan kelompok usia lain.
Perselingkuhan adalah perilaku yang melanggar komitmen dan menjadi bentuk ketidaksetiaan dalam hubungan romantis. Adanya perselingkuhan dalam pernikahan menunjukkan rendahnya komitmen dan menunjukkan ketidakpuasan individu dalam pernikahannya.