news-card-video
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Dua Jenis Kelamin vs Kebebasan Tanpa Batas: Perbedaan Pandangan Trump dan Biden.

Gracella Cindy Patricia
Active student at the University of Mulawarman, pursuing a degree in International Relations. Former president of the music club at Putra Bangsa Vocational School.
11 Maret 2025 15:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gracella Cindy Patricia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dua gender. (sumber pixabay).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dua gender. (sumber pixabay).
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, dunia tengah digemparkan oleh kembalinya Donald Trump ke kursi kepresidenan Amerika Serikat. Peristiwa ini diperkirakan akan membawa pengaruh besar bagi masyarakat dalam berbagai bidang. Masa peralihan rezim antara Joe Biden dan Donald Trump akan mengalami perubahan signifikan dalam berbagai aspek. Kedua presiden tersebut memiliki perbedaan yang mencolok dalam hal peraturan, undang-undang, serta executive order yang berkaitan dengan kaum Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, dan Queer (LGBTQ+). Baru-baru ini, Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengatur bahwa pemerintah federal hanya mengakui dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, pada tanggal 20 Januari 2025. Kebijakan ini dianggap sebagai ancaman oleh komunitas LGBTQ+. Kebijakan Trump berbeda dengan Biden, yang secara tegas mendukung kesetaraan gender dan hak individu. Biden bahkan secara terbuka menentang diskriminasi terhadap kaum LGBTQ+ dan memberikan pengakuan terhadap identitas gender non-biner.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Trump menolak pengakuan terhadap LGBTQ+ karena kurang sepemahaman dan menganggap ide tersebut sebagai sesuatu yang berlebihan dalam konteks gerakan dan kampanyenya, yang menjadi salah satu alasan di balik penerbitan perintah eksekutif tersebut. Trump secara tegas menyatakan bahwa negara dan pemerintah federal AS hanya akan mengakui dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, yang secara tidak langsung mengubah peraturan yang telah ditetapkan oleh Biden selama masa pemerintahannya. Selain itu, Trump juga mengubah dan bahkan menghapus hak-hak kebebasan serta peraturan yang disahkan oleh Biden terkait LGBTQ+, mencabut semua hak kebebasan yang dimiliki oleh komunitas tersebut. Hal ini bukanlah hal baru, mengingat pada periode pertamanya, Trump juga pernah menerapkan kebijakan serupa. Pada tahun 2018, Trump mengeluarkan kebijakan yang sama, yang kemudian diubah oleh Biden pada tahun 2021, yang secara tegas membebaskan hak-hak kaum LGBTQ+ dari segala bentuk diskriminasi. Salah satu perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Biden adalah mengizinkan individu transgender untuk bergabung dan melayani di militer. Ia juga memberikan jaminan kesehatan dan menyetarakan hak-hak kaum transgender dengan hak-hak individu lainnya dalam 100 hari pertama kepemimpinannya. Namun, setelah Trump kembali menjabat sebagai presiden pada tahun 2025, ia mengembalikan peraturan tersebut melalui perintah eksekutif yang melarang individu transgender untuk bergabung dengan militer. Kebijakan ini juga diterapkan dalam konteks olahraga, di mana Trump mengeluarkan executive order yang melarang wanita transgender untuk berpartisipasi dalam ajang olahraga atau kejuaraan, dengan alasan bahwa meskipun telah menjalani operasi, kromosom awal tetaplah XY atau XX. Sebelumnya, kebijakan ini tidak menjadi masalah pada masa jabatan Biden.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi kaum LGBTQ+ (sumber pixabay)
Selama masa jabatan keduanya, Trump juga menghapus semua informasi terkait LGBTQ+ dari situs resmi pemerintah Amerika Serikat, yaitu The White House, serta mencabut undang-undang dan perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Biden. Ia juga menghapus semua hukum yang melindungi hak-hak LGBTQ+.
Perbedaan kebijakan ini membawa kita pada dua pandangan yang berbeda mengenai kebebasan yang dianut oleh Trump dan Biden. Biden beranggapan bahwa demokrasi adalah suatu sistem di mana kebebasan rakyat tidak mengenal batas. Setiap individu dari berbagai latar belakang berhak menentukan pilihan mereka dan menjadi seperti apa yang mereka inginkan, sehingga memberikan kesempatan bagi komunitas LGBTQ+ untuk mendapatkan hak berbicara dan kebebasan. Biden juga sangat menentang segala bentuk diskriminasi, yang menjadi dasar bagi legalisasi hak-hak komunitas LGBTQ+. Di sisi lain, Trump memandang demokrasi sebagai suatu kebebasan yang perlu dibatasi, menolak adanya pelencengan di balik konsep kebebasan, karena ia berpendapat bahwa kebebasan yang berlebihan dapat meruntuhkan nilai-nilai moral.
ADVERTISEMENT