Konten dari Pengguna

Diferensiasi bagi Koruptor

Gracia Kharismawati
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan
8 September 2021 12:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gracia Kharismawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lady Justice. Image by jessica45 from PIxabay
zoom-in-whitePerbesar
Lady Justice. Image by jessica45 from PIxabay
ADVERTISEMENT
Hak istimewa yang dimiliki pejabat sebagai pelaku korupsi sudah tidak lagi jadi rahasia umum. Bila kita dibandingkan dengan narapidana lainnya, para pejabat tersebut mendapat keistimewaan selama proses hukum. Perlakuan istimewa yang mereka dapatkan misalnya, penahanan di Lembaga Pemasyarakatan yang bisa dibilang mewah untuk ukuran narapidana. Bukan hanya itu, ada juga pemotongan masa tahanan yang signifikan. Perbedaan perlakuan ini juga membuat tanda tanya besar akan keadilan bagi masyarakat biasa seperti kita.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, Sistem Peradilan Indonesia mengenal asas Equality Before The Law atau kesamaan di mata hukum. Asas ini seharusnya menjadi tumpuan dalam dunia peradilan. Tetapi kenyataannya dalam kasus korupsi, diferensiasi bagi narapidana langsung mematahkan eksistensi asas tersebut. Pejabat negara seakan-akan memiliki derajat yang lebih tinggi dari narapidana lainnya. Sanksi yang dijatuhkan juga tidak sepadan dengan hak-hak rakyat yang dijarah.
Perlakuan spesial bagi koruptor juga membuat kinerja para penegak hukum dipertanyakan. Penegak hukum yang seharusnya memperjuangkan keadilan justru mencitrakan hukum yang cacat dan timpang. Misalnya, pada kasus Gayus Tambunan dan Nazaruddin yang tertangkap berjalan-jalan di luar lapas saat berstatus tahanan. Kejanggalan lainnya juga tampak dalam kasus Pinangki yang mendapatkan “diskon” masa tahanan sebanyak 6 tahun. Pemangkasan yang signifikan ini mendapat banyak tanggapan buruk karena pertimbangan Majelis Hakim yang dinilai kurang kuat. Sehingga bila hal ini terus berlanjut, kapabilitas, integritas, dan kualitas penegak hukum Indonesia dicap buruk oleh rakyat.
ADVERTISEMENT
Penegakan hukum bagi terpidana korupsi selalu menjadi isu hangat dan sering mendapatkan kritik. Bahkan menurut Lembaga Survei Indonesia (2010), korupsi menjadi faktor yang mendorong masyarakat tidak percaya pada penegakan hukum Indonesia. Rakyat memiliki pandangan bahwa penegak hukum tidak berpihak kepada kepentingan publik. Maka bisa kita tarik kesimpulan, diferensiasi bagi koruptor terus mengikis kepercayaan rakyat terhadap penegakan hukum di Indonesia. Kondisi ini bisa menjadi cambuk bagi penegak hukum agar mulai kembali membangun kepercayaan rakyat.
Dampak buruk dari diferensiasi ini sangat membahayakan stabilitas atmosfer penegakan Hukum Indonesia. Hal ini bukan hanya melanggar asas dasar peradilan, tetapi juga menggerus kepercayaan rakyat terhadap aparat penegak hukum. Sehingga, kita tidak memiliki harapan akan tercapainya keadilan sosial di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tanpa disadari, hal ini juga jadi bumerang bagi aparat penegak hukum itu sendiri. Mereka menjadi tolak ukur buruknya hukum di Indonesia saat ini. Oleh karena itu, diferensiasi bagi pelaku korupsi harus segera dihilangkan dari Sistem Peradilan Indonesia. Selain dalam rangka mencapai negara yang adil, upaya ini juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas hukum yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Mys.(2012, Juni 11). Prof. Ramly dan Equality Before the Law. Diambil dari hukumonline : https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fd56cf069398/prof-ramly-dan-iequality-before-the-law-i
Jingga,R. (2021, Maret 24) Survei Puspek: Indeks Kepercayaan Kepada Presiden Tahun 2021 tinggi. Diambil dari ANTARA news :https://www.antaranews.com/berita/2060366/survei-puspek-indeks-kepercayaan-kepada-presiden-tahun-2021-tinggi