Filosofi Uang

Grady Nagara
Direktur Eksekutif Next Policy
Konten dari Pengguna
14 Maret 2021 14:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Grady Nagara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi menghitung uang tip Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menghitung uang tip Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Di mana-mana kita butuh uang: berbelanja, parkir, bahkan berak dan kencing di toilet umum saja kita perlu membayarnya dengan uang. Benda ajaib ini menentukan status kekayaan seseorang. Ada individu yang miskin karena ia tidak memiliki uang, sehingga, ia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara memadai.
ADVERTISEMENT
Uang adalah segala-galanya, hingga penulis terkenal Anthony Sampson menempatkan uang sebagai "agama baru" bagi manusia. Filsuf Adam Smith juga menyebut dengan nada hiperbolis, bahwa pembeda antara manusia dan hewan adalah uang. Namun yang paling ironi, justru manusia dapat berperilaku seperti hewan karena uang. Manusia dapat saling mencintai atau membenci karena uang; begitupun makan, tidur, bekerja, sakit, dan seluruh aktivitas berkaitan dengan uang. Uang adalah manifestasi paling konkret dari sistem ekonomi manusia.
Mengapa uang menjadi faktor determinan dalam kehidupan manusia sehari-hari? Kajian sosiologi melihat uang dalam konteks interaksi antarmanusia. Ada pertukaran (exchange) yang membuat manusia saling berinteraksi, dan dari aktivitas itu manusia membentuk kelompok-kelompok sosial tertentu. Dari interaksi, terbentuklah masyarakat.
Uang memiliki posisi sentral dan independen dalam sebuah struktur sosial, namun ia memberikan afirmasi bagi posisi sosial tertentu. Karena orang memiliki uang, ia berkuasa. Untuk itulah ilmuwan politik aliran Weberian, Prof Jeffrey Winters menempatkan kepemilikan uang—basis material— sebagai salah satu sumber kekuasaan. Tesisnya tentang oligarki menunjukkan bahwa kekayaan yang sangat besar menjadikan seseorang begitu berkuasa.
ADVERTISEMENT
Cuap-cuap saya kali ini secara spesifik akan membahas “uang”, tidak dalam konteks asal-usulnya, melainkan berpijak pada penjelasan filosofis yang terkandung di dalamnya. Pembahasan mengacu pada mahakarya filsuf cum sosiolog Georg Simmel yang berjudul The Philosophy of Money (filsafat uang).
Tentu akan banyak makna yang tereduksi di dalam tulisan ini. Selain karena cuap-cuap ini sangat singkat, juga karena terbatasnya pengetahuan. Saya hanya ingin membahasnya sebatas pada apa yang saya pahami, dan mengusulkan proposal reflektif dari apa yang kita baca dari karya Simmel.
Bagian yang saya bahasa hanyalah apa yang disebut oleh Simmel sebagai analytical part (bagian analisis). Di buku Simmel, bagian ini adalah sesi pertama dari tiga sesi yang menjadi inti pembahasan. Bagian ini membahas makna dari uang dan prakondisi yang membentuk makna tersebut.
ADVERTISEMENT
Hubungan Nilai dan Uang
Pertama-tama yang harus didudukkan adalah relasi nilai dengan benda. Karakteristik terpenting dari nilai, bagi Simmel, adalah subjektivitas. Satu benda dapat dinilai secara berlainan oleh dua orang. Perbedaan antara satu benda dengan yang lainnya terletak pada perbedaan nilai yang diberikan. Dalam konteks ini, subjeklah yang menentukan nilai. Konsekuensinya, dengan mood subyek yang selalu berubah, nilai suatu benda menjadi tidak fixed: dapat bernilai tinggi ataupun rendah, dan sewaktu-waktu nilai dapat berubah.
Apa yang dimaksud subyek di sini melekat pada kita sebagai manusia. Manusia adalah subyek yang menentukan nilai terhadap benda-benda tertentu. Bagi orang yang memiliki pengetahuan tentang pentingnya investasi, misalnya, akan menganggap bahwa emas adalah benda yang sangat berharga—karena emas diyakini dapat menjaga nilai mata uang, alias tidak kena inflasi. Namun berkebalikan dengan orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang investasi, mungkin ia akan menganggap emas tidak seberharga layaknya orang yang disebut pertama.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya: mengapa nilai suatu benda bisa berbeda-beda? Apa yang menyebabkan nilai suatu benda dapat berubah? Pertanyaan ini perlu dilihat dalam relasi subyek dengan objek. Menurut Simmel, asal objek dan diinginkan subyek merupakan ungkapan yang berkorelasi. Kita memiliki keinginan terhadap sesuatu jika apa yang diinginkan belum dimiliki. Sebaliknya, keinginan tidak akan ada manakala suatu benda tersebut sudah kita miliki.
Keinginan adalah objek yang beroposisi dengan kita, sebagai sesuatu yang belum dinikmati. Objek yang dibentuk demikian disebut sebagai nilai, di mana, nilai akan hilang ketika dinikmati, karena tidak ada lagi oposisi antara subyek dengan objek. Dengan demikian, Simmel berpendapat bahwa suatu benda disebut bernilai apabila ia menghalangi keinginan kita untuk memilikinya.
Nilai sebuah benda bergantung pada permintaan (demand) terhadap benda itu sendiri. Orang-orang yang hidup ‘seadanya’ hanya memiliki minat pada benda sebatas untuk memenuhi kebutuhan primer saja, misalnya. Manakala subyek itu semakin maju, menurut Simmel, nilai terhadap benda-benda yang selama ini memuaskan kebutuhan subyek, menjadi berkurang.
ADVERTISEMENT
Nilai dalam hal ini menentukan jarak antara subyek dengan benda, yang menurut Simmel, its value must not be raised so greatly that it becomes an absolute (Simmel, 2011: 75). Nilai ekonomis suatu benda tidak boleh terlalu tinggi atau absolut, agar jarak antara subyek dengan benda yang diinginkan tidak terlalu besar. Intinya, jarak tersebut haruslah wajar.
Dari konsepsi tersebut dapat dikatakan bahwa jarak antara subyek dengan benda bergantung pada ketersediaan dari benda itu sendiri. Kelangkaan (scarcity) menjadi salah satu penentu nilai: semakin langka suatu benda, semakin bernilai benda tersebut; atau dapat juga dikatakan semakin berjarak benda tersebut dengan subyek. Namun menurut Simmel, scarcity bukanlah satu-satunya faktor penentu besar-kecilnya nilai.
Mengapa diperlukan adanya jarak antara subyek dengan benda? Karena menurut Simmel, menciptakan jarak bertujuan untuk mengatasi jarak. Tanpa jarak, tidak akan ada pengorbanan (sacrifice) yang akan mendekatkan orang tersebut terhadap benda yang diinginkan: pada akhirnya mengatasi problem jarak itu sendiri. We have to make the object enjoyed more remote from us in order to desire it again, and in relation to the distant object this desire is the first stage of approaching it, the first ideal relation to it (Simmel, 2011: 79).
ADVERTISEMENT
Pengorbanan pada akhirnya membuat suatu benda memiliki nilai. Sebagai contoh, album Double Fantasy John Lennon, yang merupakan album pertama yang dirilis oleh pentolan The Beatles pada tahun 1980, tepat tiga minggu sebelum kematiannya adalah hasil kolaborasi Yoko Ono-John Lennon. Album ini juga menerima penghargaan Grammy 1981.
Oleh karena latar belakang album ini begitu bernilai, juga karena langkanya album asli ini, maka harga album ini diperkirakan mencapai USD525.000. Untuk memperolehnya dengan tanpa mengurangi esensi kualitas karya seni yang terkandung di dalamnya sekaligus latar belakang sejarahnya, konsumen diharuskan melakukan pengorbanan dengan merogoh kocek sebesar USD 525.000.
Pendek kata, suatu benda memiliki nilai jika ia dilihat berdasarkan scarcity dan sacrifice. Apakah nilai suatu benda hanya didasarkan pada dua aspek tersebut? Ada satu lagi yang menurut Simmel adalah pelekatan nilai pada benda: harga (price). Harga pada suatu benda akan berguna ketika benda-benda itu saling dipertukarkan. Dalam prinsip ekonomi, harga menjadi ukuran kuantitatif bagi sebuah benda sehingga terjadi pertukaran (exchange).
ADVERTISEMENT
Di era masyarakat primitif, pertukaran dilakukan melalui proses barter. Hal ini menurut Simmel membuat konsep nilai pada saat itu bersifat sewenang-wenang (arbitrary): membuat masyarakat enggan melakukan pertukaran. Misalnya saja, untuk memperoleh garam, tidaklah adil jika dipertukarkan dengan kain sutra. Harga membuat benda memiliki nilai yang fixed. Dibanding orang saling bertukar benda yang cukup sulit untuk mengukur kesetaraan, adanya price membuat pertukaran semakin dimungkinkan. Pengorbanan seseorang untuk meraih benda yang diinginkan lebih terukur.
Lalu di mana posisi uang? Money is simply ‘that which is valuable’, and economic value means ‘to be exchangeable for something else’ (Simmel, 2011: 128). Simmel menganggap uang sebagai penanda hubungan pertukaran (exchange relationship) antara komoditas tertentu dengan komoditas lainnya. Simmel mengambil contoh apabila harga A meningkat, maka harga B, C, D, dan E (katakanlah) tetap. Karena benda-benda tersebut saling terkait, katakanlah harga B, C, D, dan E merosot, maka harga A tetap (Simmel, 2011: 128).
ADVERTISEMENT
Uang bukan semata-mata menentukan harga, meskipun ia adalah representasi dari harga. Harga tiap-tiap barang merupakan nilai konkret dan tetap, sedangkan uang bersifat abstrak karena ia relatif. Uang dapat menyatakan harga dalam nilai intrinsiknya. Layaknya benda, uang juga memiliki nilai, yang tentu saja memiliki tingkat yang berbeda-beda bukan hanya karena ia dinilai secara angka. Oleh sebab itu bagi Simmel, uang memiliki peran ganda. Di satu sisi ia mengukur hubungan nilai dari benda yang dipertukarkan. Di sisi yang lain, uang sebagai benda juga ditukarkan dengan benda-benda lain. Uang adalah ekspresi paling murni dari nilai ekonomi.
Uang telah mengobjektivikasi transaksi-transaksi ekonomi. Pada mulanya nilai suatu benda bersifat subjektif, namun uang telah membuat nilainya menjadi objektif. Hal ini dikarenakan uang adalah bentuk yang paling logis, mencerminkan norma matematika murni, dan independen. Uang menyebabkan relasi-relasi pertukaran bersifat impersonal.
ADVERTISEMENT
Simmel memosisikan pertukaran sebagai prasyarat nilai ekonomi. Pertukaran telah menyatukan jarak dan kedekatan terhadap benda-benda yang akan ditukar. Sebagaimana dikatakan sebelumnya, karena seseorang memiliki keinginan terhadap suatu benda, adanya hasrat tersebut menciptakan adanya jarak. Hadirnya relasi pertukaran memungkinkan suatu jarak tersebut menjadikan peluang bagi seseorang untuk memilikinya. Dengan kata lain, relasi pertukaran adalah kedekatan (proximity).
Eksistensi Benda melalui Uang
Jelas dari apa yang diutarakan Simmel, uang adalah ekspresi paling spesifik dari suatu benda. Pada mulanya, suatu benda adalah hasil proyeksi dari akal budi manusia; dalam arti, benda adalah ekspresi atas eksistensi pikiran manusia. Karya seni lukis adalah contoh yang mudah untuk memahami ekspresi akal budi manusia. Seorang pelukis dapat mengekspresikan eksistensi lewat karya lukis. Lalu bagaimana karya lukis itu memiliki nilai yang spesifik? Uanglah yang mengobjektifikasi nilai subjektif karya lukis tersebut, melalui penetapannya terhadap harga tertentu.
ADVERTISEMENT
Mengikuti logika Simmel, karya lukis tersebut menjadi bernilai tinggi karena kelangkaan (scarcity), sehingga, membutuhkan pengorbanan (sacrifice) yang besar untuk mendapatkannya. Sebab-sebab kelangkaan dapat bermacam-macam. Salah satu faktor yang menentukan adalah sosok dibalik karya tersebut: sang pelukis. Suatu karya lukis berharga bukan karena konten dari lukisannya semata, lebih dari itu, benda tersebut mengekspresikan perjuangan dan pengorbanan, bahkan mungkin kepahitan hidup yang dialami sang pelukis. “Kekuatan” pelukislah yang membuat karya-karyanya menjadi langka. Karena ia menjadi satu-satunya yang ada di dunia. Orang boleh jadi menirunya, tapi hasilnya tetaplah tiruan. Nilainya akan jauh di bawah karya asli yang ditulis sang pelukis.
Bagaimana mengukur tingginya nilai suatu karya lukis? Jawabannya yaitu mengkuantifikasikan melalui harga. Itulah mengapa uang mengekspresikan relativitas nilai dari benda-benda tertentu, termasuk karya lukis, maupun album langka milik almarhum John Lennon. Benda memiliki nilai ekonomi manakala ia dipertukarkan berdasarkan ukuran harga yang telah ditetapkan. Konteks ini mirip dengan formula Marx tentang eliminasi nilai pakai (use value) hanya untuk nilai tukar di dalam masyarakat. Uang adalah alat paling murni, riil, dan konkret di dalam pertukaran, yang mengobjektivikasi, mengkuantifikasi, dan membentuk nilai ekonomi dari suatu benda.
ADVERTISEMENT
Refleksi
Nah, pada cuap-cuap ini, satu hal yang dapat kita tarik simpulan reflektif terhadap konsepsi dan makna uang adalah sifatnya sebagai sarana mencapai tujuan. Sebagai benda, uang mengobjektivikasi, serta mengkalkulasi atas nilai benda-benda lainnya. Wujud penghargaan uang terhadap benda adalah price. Benda-benda yang dipertukarkan, semakin langka dan besarnya pengorbanan, semakin tinggi pula harganya. Hal ini mirip dengan prinsip-prinsip ekonomi bahwa harga ditentukan pada demand dan supply. Barang-barang yang langka, ditambah dengan tingginya permintaan, menyebabkan nilai barang tersebut melambung tinggi.
Walaupun kita tahu bahwa uang adalah sarana untuk mencapai tujuan. Tapi sekarang kita menyaksikan kenyataan bahwa banyak orang menempatkan uang sebagai tujuan akhirnya.